🍓22. Kuyang🍓

1.9K 223 15
                                    

Tya melangkahkan kakinya menuju ruang kerjanya. Sjak tadi banyak sekali yang mengamati. Semua desas desus mengenai hubungannya dengan Yuga sudah sampai di setiap telinga karyawan perusahaan. Semua sudah mengenal Tya sebagi 'si gendut pacarnya bos'. Mereka yang tak tau nama menyebut demikian.

Tya sudah tak mau ambil pusing dengan omongan orang-orang tentang dirinya. Sesekali memang jadi beban pikirannya, hanya saja lebih sering ia abaikan. Malas sekali mendnegar semua suara sumbang yang menceritakan tentangnya. Dari dulu sejak SMP dan SMA terlalu sering dengar bagaimana orang menatapnya dengan sebelah mata, itu jadi pelajaran.

Ia masuk ke ruangan ada Arin dan juga Gilang yang tengah duduk bersama berdiskusi tentang bahan yang akan mereka pilih untuk event. Tya jalan mendekat lalu duduk di samping Arin yang kini menatapnya.

Arin mengulurkan tangannya tanpa bicara. Cara baikan antara keduanya. Tya menjitak kepala Arin, lalu Arin hanya memejamkan mata, meski rasanya sakit juga. Tya lalu menjabat tangan sahabatnya itu.

"Sorry ya?" tanya Arin yang segera dijawab dengan anggukan kepala oleh Tya.

"Jangan ngeselin lagi," sahut Tya.

Arin terkekeh dengar apa yang dikatakan Tya. "Gue sebenernya seneng tau, dan sengaja sebarin gosip biar Sandra kesel. Soalnya selama ini dia kan ngerasa paling cantik di kantor. Dan bilang kalau Pak Yuga suka sama dia. Dan tiba-tiba lo yang disosor sama Pak Yuga. Hahahaha, mampus." Arin terdengar puas sekali dengan apa yang terjadi.

Dari dulu sahabatnya itu memang paling kesal dengan kelakuan orang macam Sandra. "tapi enggak usah bilang gue hamil.'

"Kan lo bilang kalian wik wik di rumah lo?" tanya Arin bingung.

Tya memukul bahu Arin, "Kapan?"

"Beberapa waktu itu? Yang Pak Yuga tanya Masih sakit?"

"Gue lagi sakit perut gara-gara asam lambung. Kita enggak pernah ngapa-ngapain. Makan bareng aja paling."

"Udah-udah urusan si bos kita kesampingkan dulu. Kalian lihat desain terbaru gue ini,' kata Gilang sambil menunjukan sebuah dokumen berisi gambar desain sepatu dan t-shirt yang akan dijual secara limited edition.

Nuansa Indonesia kental dalam desain terbarunya, Kaos itu di beri gambar dengan aneka unsur yang ada di Indonesia. Ada cendrawasih, gambar wayang, barongan yang semua di desain dengan apik dan aestetik. Gilang memang suka sekali dengan desain gambar sehingga banyak T-shirt buatannya laris manis dipasaran karena desain otentik khasnya.

"Ini leak?" tanya Tya.

"Itu barongan gimana sih? Lo enggak bisa bedain leak sama barongan?" kesal Gilang.

"Gue kira kuyang," celetuk Arin sambil menatap gambar dengan serius. "Garis meras ini kayanya bikin keliatan kayak kuyang," kata Arin.

"Ini kan cuma detail lagian enggak nyambung kan sama gambarnya," kesal Gilang lagi.

Arin anggukan kepala. "Oke sih gue bagus kok. Cuma yang itu aja kayak kuyang. serem anjir."

Tya anggukan kepalanya. "Rubah aja sih tali talinya itu. Atau enggak usah pakai kayak usus terurai."

Apa yang dikatakan oleh Tya membuat Gilang menatap dengan takut. "Imajinasi lo terlalu jauh heh!"

Tya membecik menaikan bibir bawahnya. "Kan gue cuma bilang pendapat gue aja sih," kata Tya merajuk.

"Tau ah, gue pusing sama kalian. Meding beliin gue kopi sana. Lo berdua, gue pusing lihat kalian di--"

Belum sempay Gilang menyelesaikan kata-katanya, Arin sudah mengadahkan tangannya di depan sepupunya itu. Gilang lalu dengan segera memberikan karti kredit yang memang biasa untuk membeli makanan tim.

"Gue--" ucp Gilang terputus karena Arin yang memotong perkataan pria itu.

"Udah tau gue pesanan lo, diam sudah." Arin lalu menepuk bahu Tya dan mengajak sahabatnya itu berjalan ke luar ruangan untuk segera membeli kopi.

Tya dan Arin melangkahkan kakinya dengan riang. Setelah ditinggal kedua karyawannya Gilang menatap pada kertas yang sejak tadi dikatakan Arin seperti Kuyang. Sang desainer bahkan memutar-mutar kertas untuk enacari letak emiripan dengan kuyang dan sama sekali tak menemukan itu.

"Mana kayak kuyang sih?" tanya Gilang jadi bingung sendiri.

Sementara itu Yuga berada di ruangannya ia memeriksa banyak dokumen. Siang ini  bahkan tak ke luar dari ruangan. Karena ia juga sudah mempunyai bekal makan siang yang diberikan oleh Tya.

Kini pria itu tengah menyantap, menikmati bekal pemberian gadis yang akan menajdi istrinya itu. Rasanya jujur saja enak. Itu cukup membuat ia menikmati. Saat itu pintu diketuk, dan menunjukan sosok Sarah yang berjalan masuk membawa kopi yang dipesan oleh sang atasan.

"Maaf Pak ini kopinya," kata Sarah berjalan mendekat lalu meletakkan kopi pesanan sang atasan. Ia juga menyempatkan diri melirik kotak makan berwarna ungu yang tergeletak di sana.

"terima kasih," ucap Yuga sambil menikmati tomat ceri.

"Bapak enggak beli makan siang?" tanya Sandra.

Yuga gelengkan kepala. "Tya sudah bawakan bekal. Lebih sehat juga karena porsi lengkap di sini." Yuga menjawab dan tak menatap ke arah Sandra yang jelas terlihat tak suka.

"Bersih kan Pak?" tanya Sandra.

Yuga kemudian menatap kesal ke arah Sandra. "Kamu mau bilang makanan buatan calon istri saya jorok? Saya udah sering ke rumah Tya, tau gimana caranya dia masak dan buat makanan. Jaga ucapan kamu. Lebih baik kamu ke luar dari ruangan." Yuga bertitah.

Sandra jadi merasa tak enak dan kesal juga karena Yuga terlihat membela Tya sekali. "Permisi Pak," pamitnya kemduian berjalan ke luar ruangan kerja sang atasan.

Yuga hela napas, lalu meneguk kopi dingin miliknya.  Yuga tak buta dan tuli ia tau bagaimana Sandra menyukai dan selalu menggoda dirinya. Sebenarnya, itu sangat mengganggu. Tapi, Yuga tak bisa begitu saja memecat Sandra. Bagaimanapun cukup sulit baginya untuk bisa mendapatkan sekretaris yang bisa mengerti ritme kerjanya.

Hari itu, Yuga habiskan dengan melakukan pengecekan dokumen kerja sama dan beberapa laporan tanpa ke luar dari ruangan.  Yuga ke luar ruangan saat ia telah selesai dengan semua pekerjaan. Dan tepat dengan jam pulang kerja.

Yuga berjalan ke  luar ruangan sambil menenteng kotak makan ungu milik Tya. Yuga  lalu terhenti di depan meja Sandra. "Saya udah cek semua dokumen. Tolong kamu rapikan. Yang saya kasih note ungu tolong di cetak ulang dan diperbaiki beberapa poinnya sesuai yang saya tulis di sana. Saya mau lusa selesai."

"Baik pak saya akan kerjakan," jawab Sandra.

"Oke, thanks." Yuga kemudian melangkahkan kakinya ke luar dari ruangan.

Saeperti biasa sapaan dari para karyawan menjadi penghantar langkahnya. Sapaan demi sapaan ia jawab dengan baik. Hari ini moodnya biasa saja tak buruk dan tak baik juga. Ke luar dari lift berpapasan denngan Tya yang berjalan bersama Arin berniat pulang.

"Mau pulang?" tanya Yuga.

Arin mesan-mesem saat Yuga bertanya menurutnya perhatian.

"Iya Pak sama Arin saya ma--"

"Enggak pak saya di jemput pacar kok itu di depan," kata Arin lalu mendorong Tya agar lebih dekat dengan Yuga. "Pamit ya Pak," kata Arin.

"Heh! Arin!"Tya berteriak, tapi Arin sama sekali tak peduli.

Yuga memberikan kotak makannya dan segera diterima oleh Tya. "Terima kasih, rasanya enak," puji Yuga.

"Syukurlah kalau bapak suka."

'Biar saya antar pulang, Kakak kamu jemput enggak?" tanya Yuga.

Tya gelengkan kepala. "Saya bisa sendiri kok Pak," kata Tya.

Yuga tak peduli ia lalu menggandeng tangan Tya. Dan jelas saja itu jadi perhatian para karyawan yang akan melangkahkan kakinya pulang. Langkah Yuga ttiba-tiba terhenti melihat sosok seseorang yang berdiri tak jauh dari pintu masuk.

"Disha?"


***

*
**
***
hayoloh ngapain Disha??

Terpaksa Menikahi Si Gendut (MYG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang