🍓30. culik Tya 🍓

1.7K 206 30
                                    

Tatapan Yuga membulat ketika Vhi melewatinya begitu saja. Seolah ia adalah angin dan dengan polosnya Tya malah menganggukkan kepala seolah memberikan salam pada Yuga. Yuga lalu memegang tangan Tya menyebabkan langkah gadis itu terhenti, juga Vhi yang terhenti karena merasa Tya menahannya.

"Sakit,sakit, sakit," keluh Tya setelah tangannya kanan dan kiri tertarik oleh adik Kakak dari klan Manendra itu.

Vhi menoleh ke belakang, ia mendekatkan dirinya setelah dengar Tya mengeluh kesakitan. Yuga masih genggam tangan Tya dengan erat menatap Vhi dan kini ia penasaran mengapa mengapa sang adik melakukan hal sejauh ini.

"Lepasin dia, Tya mau kamu bawa ke mana?" Yuga bertanya dengan merendahkan nada suaranya.

Vhi menatap pada tangan Yuga jelas ia tak terima diperintahkan seperti ini. Masih merasa kalau ia memiliki hak pada Tya yang padahal tak memiliki status lebih dari sekadar teman.

Sementara di sana hal itu menjadi tontonan singkat dari para karyawan mereka jelas tak bisa menghentikan langkah meski ingin melihat kejadian itu. Apalagi yang berada dalam situasi itu dalah atasan mereka sendiri. Para karyawan yang penasaran itu, masih ingin bekerja di sana jadi memtuskan untuk melewati Yuga dan jug Vhi.

"Vhi, lepas. Saya pikir ini udah selesai setelah pembicaraan kita kemarin?" Yuga bertanya pada Vhi.

"Aku harus ngomong sama Tya untuk tau kebenarannya." Vhi mengatakan itu pada sang kakak.

Yuga menatap pada Tya yang kini sedikit menumpu tangannya yang merasa kesakitan. Tya menatap pada Yuga, ingin dilepaskan dan seolah mengatkan kalau Yuga tak perlu khawatir dengan jawaban yang akan ia berikan pada Vhi.

"Sorry sayang, saya buat tangan kamu sakit," ucap Yuga seolah sengaja memancing sang adik. Yuga lalu lepaskan genggaman tangannnya. "Kalau pulang kabarin saya ya?"

"Iya," jawab Tya.

Vhi tanpa mengatakan apapun lalu mengajak Tya untuk mengikutinya. Tya mengikuti karena penasaran juga mengapa Vhi begitu marah dengan pernikahannya dengan Yuga. Tentu saja kemarahan Vhi sangat  tak wajar baginya.

Vhi menjadi lebih lembut ketika Tya memutuskan untuk ikut. Ia menggandengan tangan Tya. Lalu mengajak masuk ke dalam mobil. Setelah Tya masuk ke dalam mobil, Vhi berlari kecil segera ikut masuk ke dalam.Segera melajukan mobil setelah duduk di kursi kemudinya.

Vhi  tak banyak biara terlalu marah dan kesal ia takut apa yang akan ia katakan membuat perasaan Tya terluka tau betul kalau ia tak akan bisa mengendalikan kata-kata yang keluar dari bibirnya ketika terlalu marah dan kesal.

Pria it tau perasaan Tya itu sensitif sekali, dibentak sedikit nangis. Tapi bukan pada semua orang, hanya berlaku untuk sahabat dan orang -orang yang ia sayangi. Kalau sama orang asing, Tya itu bisa kasar dan galak. Ya, begitulah anak pisces yang memang kadang 'unik'.

Suansana di dalam mobil itu hening, tak ada yang bicara hanya deru napas dan suara jalan yang terdengar. Tya juga belum mau bicara apa- apa. Masih membaca situasi dengan jutaan petanyaan yang berkecamuk di dalam hatinya. Kenapa Vhi terlihat marah sekali? Kenapa Vhi sampai melakukan hal seperti ini? Kenapa dan kenapa yang lain menyertai pertanyaan yang ia tak ketahui jawabannya.

Tya ingin bertanya, hanya saja kemudian ponsel Vhi berdering. Ia menekan tombol panggilan segera berbicara karena tengah menggunakan earphone membuatnya tetap bisa fokus pada kemudi.

"Heh?! Lo bawa Tya ke mana?" Suara cempreng Arin terdengar bahkan membuat Tya menoleh karenanya. Sementar Vhi memejamkan mata, terkejut.

"Culik." Vhi menjawab.

"Heh, Bambang! Sadar lu itu kan cal--"

Panggilan dimatikan bahkan sebelum Arin menyelesaikan perkataannya. Vhi tau saat ini sahabatnya itu mencaci maki dirinya. Namun, ia tak peduli. Perkataan Arin sangat jelas arahnya dan ia tak mau dengar itu.

Tya menyentuh bahu Vhi mengusapnya perlahan. "Vhi kenapa sih?" tanya Tya lembut.

Seketika saja perasaannya menjadi lembut, kemarahan yang ia rasakan meeda. Suara sapaan  Tya bak hujan di tengah lahan yang gersang. Vhi hela napas, tau sudah buat Tya bingung, cemas dan takut.

"Maaf," ucap Vhi kemudian.

Tya gelengkan kepala. "Salah apa? Enggak ada lho, cuma kaget aja  tau-tau Vhi datang kayak gitu. Justru Ty mau tanya apa ada salah sama Vhi ya?"

Tya paling tau kalau saat ini Vhi butuh diperhatikan, ada sesuatu yang ingin ditanyakan dan dikatakan. Intinya Tya memang paling mengerti Vhi sejak dulu paling bisa meredam emosi yang yang dirasakan sahabatnya itu.

"Kita cari tempat buat ngomong," kata Vhi.

Tya anggukan kepala lalu tak banyak bicara membiarkan suasana hening. Selain itu untuk membuat peasaan Vhi menjadi kebih baik.

Hening selama kurang dari sepuluh menit, mereka sampai di sebuah kafe, segera masuk dan mencari tempat duduk yang lebih privasi. Setelah memesan keduanya masih saling diam. Vhi agaknya lebih ingin mendengarkan penuturan dibanding jawaban.

"Vhi," sapa Tya mengerti dengan apa yang diinginkan oleh Vhi, maka ia berbicara. Sudah tau apa yang ingin diketahui oleh sahabatnya. "Pernikahan itu bener kok, gue sama Pak Yuga udah dekat sejak ada acara di kantor. Ya, gitu, gue juga bingung gimana jelasinnya ya. Intinya, kita udah sama-sama setuju." Tya katakan itu kemudian meneguk minuman miliknya, lalu mengarahkan tatapan sekilas keluar.

Semua gerak- gerik Tya tak lepas dari tatapan mata Vhi, ia masih merasaada yang janggal dengan semua ini. "Jangan bohong Ty," kata Vhi lagi.

"Bohong buat apa?" Tya bertanya, tak berani menatap lama- lama pada manik mata pria yang menatap dengan penuh curiga. Pada dasarnya ia memang sulit berbohong dalam berbagai hal.

"Dipakas sama Mas Yuga? Mami dan nenek maksa kamu? Banyak hal yang bisa dijadikan alasan. Masalahnya apa lo mau ngakuin itu?" Vhi terhenti, menatap Tya lekat-lekat masih cari kebenaran dari semua ucapan Tya. "Lo bukan orang yang suka bohong kan Ty?"

"Iya, jadi lo tau kan kalau gue itu jujur. Lagian kenapa lo sampai marah kayak gini sih? Gue mau nikah sama kakak lo Vhi, bukan sama orang lain atau yang aneh- aneh. Apa dengan pernikahan itu ngerusak persahabatan kita? Kan enggak?" tanya Tya lagi.

Tentu saja masalahnya bukan tentang persahabatan mereka. Ada hal lain yang Tya juga belum mengerti betul. Betapa Vhi ingin memiliki Tya bukan sebagai sahabat, Vhi ingin Tya sebagai wanita dalam hidupnya.

"Bukan tentang persahabatan kita."

"Lantas?"

"Selama ini gue melakukan hal yang terbaik dan cuma lo yang dukung gue--"

"Arin juga," kata Tya memotong ucapan Vhi.

Vhi tersenyum, "Iyah, Arin juga. Kalian pendukung utama. Paing hargain gue."

"Gue akan tetap dukung lo meskipun gue nikah nanti."

Vhi terdiam, hela napasnya kesal juga karena Tya tak juga bisa mengerti. Padahal itu karena pernyataannya yang bertele-tele.

"Gue sayang sama lo, gue mau jadi laki-laki yang bersanding sama lo Ty. Bukan Mas Yuga."

Terpaksa Menikahi Si Gendut (MYG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang