🍓39. photo shoot 🍓

560 29 6
                                    

Keintiman kecil yang Tya lihat antara Yuga dan Disha ternyata berujung overthinking. Sesuatu yang membuat Tya gusar dan sedikit uring-uringan di malam Senin.

Menurutnya, keakraban persepupuan antara Yuga dan Disha terlalu ... do luar batas. Mereka berdua hanya sepupu, 'kan? Namun, Disha beberapa kali hari ini kalau jalan selalu menggandeng Yuga daripada Abhi yang notabene adalah tunangannya. Makan pun perempuan itu minta disuapi Yuga beberapa kali. Sebagai tunangannya, Abhi sampai gabut dibuat Disha. Namun, yang membuat Tya lebih tak habis pikir lagi, Abhi terlihat tidak keberatan sama sekali. Pria itu terlihat menganggap semua itu hal yang wajar.

Tya pun tak henti-hentinya membandingkan hubungan Disha-Yuga dengannya dan Bumi. Tya dan Bumi adalah saudara kandung. Mereka amat dekat, terutama sejak mereka hanya hidup berdua saja setelah orang tua mereka berpulang. Semua orang yang mengenal mereka setuju bahwa Tya dan Bumi dekat satu sama lain. Namun, sedekat-dekatnya mereka, tidak pernah, tuh, Tya menggandeng Bumi sampai membuat dadanya menggesek lengan abangnya itu. Tidak pernah juga Bumi mengusap sudut bibir Tya yang belepotan makanan dengan ibu jarinya tanpa tisu di tempat umum. Kalau iru terjadi, pasti mereka akan awkward dan geli sendiri.

Acara kencan ganda alias double date mereka sudah selesai tadi jam lima sore. Yuga langsung pulang tanpa berkata apa pun, karena dengan Tya, pria itu tak perlu lagi bersandiwara dan tidak menjadi dirinya sendiri. Tya langsung mandi dan sekarang sedang bersantai di depan TV, membiarkan TV yang menyala menonton dirinya yang bengong, larut dalam pikirannya.

"Kamu kenapa? Baru pulang kencan mukanya kusut amat." Sang Kaka bertanya setelah menatap keanehan pada adik semata wayangnya. Tya memang aneh, tapi ini lebih aneh lagi.

Teguran Bumi membuat Tya kembali pada alam nyata. "Lho, Mas Bumi nggak kerja?"

Bumi menggeleng. "Kemaren abis gantiin staff temen, sekarang aku libur. Jadi? Kenapa?" Pertanyaan bumi membuat Tya menghela napasnya panjang dan mengembuskannya dengan gusar. "Kalian nggak abis berantem, 'kan?"

Tya menggeleng. Teknisnya mereka memang tidak habis berantem. Mereka hanya jarang akur karena tidak serasa. "Mas," panggil Tya akhirnya setelah ragu-ragu cukup lama. Bumi menoleh padanya dengan kening terkernyit. "Menurut Mas Bumi, kita tuh deket, nggak?"

"Ya, deketlah! Kita saling terbuka, saling jaga, nggak pengen salah satu dari kita sakit dan kecewa. Deket. Orang-orang juga bilang kita deket, 'kan?"

"Tapi Mas Bumi nggak pernah gandeng tanganku pas jalan. Nggak pernah nyuapin aku pas makan."
Kernyitan di kening Bumi makin dalam. Heran, apa yang membuat adiknya bertanya hal janggal begini?

"Kaki kamu sakit? Nggak bisa liat? Nggak bisa makan sendiri?" Tya seketika cemberut dam menggeleng. "Nah itu, tau. Kamu kan udah gede, bisa apa-apa sendiri. Masa masih digandeng disuapin, sih? Yang bener aja, dong. Kita saudara yang punya hubungan deket satu sama lain. Tapi harus diingat juga kalo antara laki-laki dan perempuan tetap ada batasan. Yang wajar-wajar ajalah."

"Jadi hal-hal yang Tya sebut tadi nggak wajar?"

"Kalo kondisi normal sih, nggak wajar. Kenapa, sih?" Bumi makin penasaran dengan pertanyaan aneh yang diajukan oleh Tya.

Tya pun lantas menceritakan apa yang dilihatnya hari ini antara Disha dan Yuga. Wajahnya terlihat galau dan bete saat mengingat bagaimana Yuga memperlakukan Disha dan sebaliknya. Melihat reaksi Tya, Bumi mengira adiknya itu sedang cemburu, tak rela Yuga dengan perempuan lain meskipun adalah sepupunya sendiri. Dan itu membuat sudut mulutnya tertarik ke atas.

Tya manyun, lantaran sang Kaka malah terbahak-bahak. "Kok Mas malah ketawa?"

Bumi menggeleng. Kamu pasti sayang banget sama Yuga, sampe bisa cemburu gini hehehe. Mungkin mereka emang deket, kan pacarnya si Disha juga bilang kalau mereka memang deket satu sama lain. Dan dia nggak masalah dengan itu. Mungkin kamu aja yang belum biasa sama kedekatan mereka, jadi kelihatannya terlalu over."
Tya membuka mulutnya, ingin membantah Bumi di bagian dia sayang pada Yuga dan cemburu. Namun, dia segera ingat kalau Bumi tidak tahu bagaimana hubungannya dengan Yuga yang sebenarnya. Jadi, Tya mengurungkan niatnya.

"Jadi, menurut Mas itu nggak aneh? Tadi bilang ada batasan-batasan ...."

"Iya, kalo itu kita, pasti aneh banget karena nggak biasa begitu. Tapi orang lain 'kan, punya batasan beda lagi. Itu kamu aja sih, yang terlalu overthinking. Aslinya Mas yakin nggak kenapa-kenapa. Udah, istirahat sana. Besok hari senen."

***
Seninnya, Tya kerja seperti biasanya. Dia berusaha menyingkirkan kecurigaannya pada hubungan Disha dan Yuga ke bagian paling belakang kepalanya seperti saran Bumi.

Dia tidak punya waktu untuk memikirkan hal itu. Dua hari ditinggal, pekerjaannya mendadak beranak pinak sampai membuat Tya syok. Ditambah lagi dengan tanggal pernikahannya yang makin dekat, dia jadi punya pressure double untuk menyelesaikan semuanya sebelum cuti menikahnya.

Arin dan Gilang amat membantu agar Tya bisa pulang tepat waktu dan beristirahat dengan mengambil alih sebagian pekerjaan Tya.

"Calon manten harus banyak istirahat. Nggak lucu kalo pas hari H mata pandanya segede galaksi Bima sakti." Gilang mengingatkan.

"Nggak lucu kalo pas lagi salaman sama tamu kamu mendadak pingsan gegara kecapean." Kini Arin menimpali ucapan Gilang.

"Manten itu auranya harus terpancar keluar, bukan menggelap gegara kebanyakan lembur." Gilang menimpali lagi.

Komentar mereka berdua terus saja bersahut-sahutan masuk bergantian dari telinga kanan dan kiri Tya. Tya yang sudah bosan dan hendak membantah mendadak berhenti karena Yuga datang menghampiri.

"Tya, ikut saya sebentar. Kita ditunggu Mami buat fitting baju," kata Yuga singkat dengan tangan terulur untuk merangkul pundak Tya.

Sontak hal itu membuat dua makhluk di depannya ini jadi senyum-senyum sendiri sambil melirik Tya. Mau tak mau, Tya pun menurut saja dibawa keluar kantor oleh Yuga.

Fitting baju. Kalimat itu membuat Tya sadar bahwa dia dan Yuga akan benar-benar menikah. Yuga sempat menerangkan secara singkat bahwa setelah fitting, mereka akan melakukan sesi foto untuk ditampilkan di video resepsi mereka. Foto ini berbeda dengan foto prewedding. Yuga sudah bilang dengan tegas kalau dia tidak mau melakukan prewedding photo shoot dengan Tya. Alasannya pada maminya, karena tidak punya waktu. Namun, sepertinya Tya tau, Yuga hanya tidak ingin berduaan bersama Tya dan berpose mesra terlalu sering. Kalau bisa menghindar, kenapa harus melakukannya?

Tya juga tidak protes. Suka-suka Yuga saja mau bagaimana. Di sini, dia hanya makmum.
Karena kebetulan fitting berjalan cepat, mereka melakukan sesi fotonya saat itu juga. Fotonya formal dan sedikit canggung karena Tya merasa agak kurang pede berhadapan dengan Yuga dalam balutan busana pengantin yang mewah. Beberapa kali fotografer menegurnya karena tidak kuasa menatap Yuga tepat di matanya.

"Kamu kenapa, sih? Ayo, yang profesional. Ini udah kelamaan. Sebentar lagi saya ada miting penting. A f.was aja kalo sampai saya terlambat," ancam Yuga pelan, nyaris tanpa menggerakkan bibirnya.
"Ya kan ini bajunya ...."

Yuga menatap Tya dari ujung kepala hingga ujung kaki dan menggeleng. "Nggak ada yang salah sama bajunya. Bajunya bagus, kok. Mami emang pinter milih baju bagus. Sayang yang pakai nggak." Mulut pedas Yuga kembali beraksi, membuat Tya kesal dan menukas tak kalah galak.

"Ayo, Mas, buruan diselesaikan. Masa dari tadi nggak ada foto bagus yang ke capture, sih!" Teriak Yuga kesal.

Dan kegiatan itu berlangsung sampai pria itu puas mendapatkan hasil foto yang ia inginkan.

Terpaksa Menikahi Si Gendut (MYG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang