🍓57. Phi🍓

1.1K 125 11
                                    

Disha kesal karena Yuga terus saja mengabaikan panggilannya. Padahal ia rindu ingin bertemu dengan sang kakak sepupu. Kini Disha berada di kamar, duduk menatap ponsel setelah penolakan panggilan kesekian kalinya oleh Yuga.

"Kenapa sih?!" tanyanya kesal, ia lalu memutuskan untuk mengirimkan pesan.

Gadis itu memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaan paginya. Mengurusi kebutuhan restoran yang sebagian memang masih ditangani dari rumah.  Berjalan ke dapur ada Ahbi yang sedang membuat sarapan.

"Pagi sayang," sapa pria itu.

Disha berjalan mendekat, kemudian mencium pipi kekasihnya. "Pagi Bhi."

"Kita sarapan sebentar lagi."

"Iya, aku urus bahan makanan yang mau dikirim ke resto dulu ya?"

"Oke."

Disha kemduian kembali melangkahkan kakinya ke gudang belakang, yang juga bersebelahan dengan tempat parkir. Di gudang adadua mesin pendingin besar sengaja digunakan untuk menyimpan bahan makanan, ada juga beberapa karyawan yang sudah sibuk memilah bahan makanan apa yang kurang di resto.  Disha meminta karyawannya untuk lebih teliti.

Selama melakukan pekerjaan, Disha sama sekali tak bisa berkonsentrasi. Ia terus saja memikirkan tentang Yuga yang jelas sedang menjauhinya. Disha memutuskan untuk mengirimkan pesan.

Disha:
Sampai kapan kamu mau nolak panggilan aku Mas?

Yuga:
Mau apa lagi Dis?

Disha:
Kita harus ketemu.

Yuga:
Aku lagi sarapan sama istri aku. Kamu kalau mau ketemu silahkan, tapi aku akan nemuin kamu sama Tya.

Disha tertawa geli ia sama sekali tak menyangka dengan jawaban yang diberikan oleh Yuga. Baru saja ia akan membalas pesan, ada sebuah panggilan masuk. Segera saja ia terima setelah membaca nama yang tercantum di sana.

***

Tya kini duduk di tempat tidur, sementara Yuga membawa kantong berisi obat-obatan yang dibelinya di luar. Sengaja ia membeli itu agar Tya bisa berjalan-jalan keluar dengan nyaman.

Yuga duduk di bawah, lalu memberikan sebuah paper bag. Tya membukanya, dan menemukan sebuah sandal jepit berwana pink dengan gambar beruang di sana.

Gadis itu menatap dengan bingung. Yuga melirik Tya dan tersenyum. "Lucu kan? Pakai itu aja kalau jalan-jalan. Aku juga beli tadi yang warna biru. Sendal couple."

Tya menatap ke arah pintu masuk. Dan memang ada sandal jepit serupa berwarna biru yang dikenakan oleh yuga. Jujur saja itu membuatnya menahan tawa. "Mas beli juga?"

Yuga anggukan kepala sambil mengeluarkan obat satu persatu. "Diem dulu kakinya biar aku obatin."

"Biar aku aja sendiri Mas." Tya berusaha menolak.

Yuga menapmtap Tya tegas. "Nurut Ty. Aku obatin, biar nyaman kita jalannya."

Mau tak mau Tya hanya anggukan kepalanya. Yuga membersihkannya luka dengan cairan NaCL, sengaja membeli itu karena tak akan membuat Tya merasa perih. Kemduian mengoleskan krim luka dan terkahir memasangkan plester. Pelster yang dibeli Yuga bahkan bergambar Elsa.

"Ini harus banget ada gambar Elsa ya Mas?" tanya Tya.

"Aku sebenarnya tadi mau beli yang polos. Tapi aku ngelihat ini lucu cocok sama kamu."

Sejujurnya mendapatkan perhatian dari Yuga membuat Tya senang. Meskipun sama sekali belum memiliki perasaan terhadap sang atasan. Namun, Ia juga sempat terpesona di awal-awal hubungan mereka dulu. Sebelum pada akhirnya ia membangun sebuah tembok tinggi dan sadar diri. Apalagi ketika pria itu mengatakan kalau tak akan pernah menyukainya. Tya takut sakit hati.

"Vhi bilang kalau hari ini dia mau ngajakin kita pergi?"

Yuga menganggukkan kepalanya dengan malas. Sang adik mengajak mereka untuk bertemu Disha. "Dia ngajak kita untuk ketemu Disha."

"Kok kamu kayak nggak suka gitu mas?"

"Disha lagi cari cara buat ketemu aku. Karena aku hindarin dia. Aku bilang dia untuk nyerah. Tapi dia enggak pernah mau."

"Ya kalau gitu emang paling betul kalau kita ketemu sama dia. Kamu bisa tunjukin kan, hubungan kita berdua. Supaya dia tau dan jaga jarak."

Tya jelas tak mengerti. Dan Yuga tak ingin menjelaskan karena takut kalau wanita yang disukai mengetahui semuanya, akan mempersulit dirinya untuk mendekat.

"Iya, kamu siap-siap aja nanti—"

Belum sempat Yuga kata-katanya, bel pintu berbunyi. Pria itu segera berdiri untuk membukakan pintu.

"Ngapain kamu?" tanya Yuga pada Vhi yang sudah berdiri dengan dandanan rapi.

"Sesuai janji, kalau hari ini kita akan jalan-jalan bareng kan?" Vhi mencoba mengingatkan barangkali sang kakak lupa dengan janji yang dia ucapkan semalam.

"Mas saya nggak lupa, cuma ngapain kamu ke sini?"

Vhi lalu dengan cuek melangkahkan kakinya ke dalam. "Aku sengaja mau jemput. Soalnya aku udah sengaja sewa mobil tadi." Vhi lalu melambaikan tangan kepada sahabatnya yang kini duduk di tepi tempat tidur.

Yuga yang melihat itu jadi merasa cemburu dengan apa yang dilakukan oleh sang adik. Yuga segera menutup pintu, dan dia berjalan masuk menuju kamar. Vhi mengikuti dari belakang.

"Kok pagi-pagi gini udah ke sini sih phi?" Tya bertanya karena biasanya sang sahabat masih tidur.

Vhi duduk di samping Tya. "iya, tadi gue sekalian ke sini aja habis nyewa mobil." Tatapan Vhi tertuju pada kaki Tya. "Lo pakai sepatu kecil lagi?"

Tya tak menjawab. Vhi tahu alasan di Bali Kenapa dia selalu memakai sepatu ukuran yang lebih kecil. Itu semua karena harganya yang jauh lebih murah, Karena kakinya memiliki ukuran kaki yang big size dan sulit untuk mencari sepatu ukuran kakinya dengan harga yang murah. jadi dia biasanya memilih ukuran 40, atau standar ukuran yang paling besar.

Tya tidak mau menyusahkan sang kakak dan harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk membeli sepatunya.

"Bukan dari dulu gue bilang, kalau lo mau apa-apa bisa pakai uang tabungan kita bertiga dulu." Vhi katakan lagi. "Lagian sekarang lo kan istrinya bos, jadi nggak papa minta aja sama Mas Yuga."

Yuga sebenarnya cukup kesal dengan kelakuan Vhi ini. Hanya saja dengan cara seperti ini ia seolah bisa mencari tahu informasi yang belum ia ketahui mengenai Tya.

"Vhi," rengek Tya merasa kalau kali ini tidak perlu dibesar-besarkan lagi.

"Dia itu suka pakai ukuran sepatu 40 Mas, padahal kakinya itu ukuran 41 atau 42. Semua dia lakuin, karena nggak mau ngerepotin kakaknya dia takut beli sepatu ukuran yang lebih besar, Karena harganya pasti jauh lebih mahal. Mas Yuga enggak tau kan?" Vhi bertanya. Pertanyaan yang dilontarkannya sejujurnya lebih mirip sebuah sindiran.

"Kamu itu niatnya ngasih tahu, atau mau nyindir saya sih?"

"Aku cuma ngasih tahu aja, kalau emang Mas ngerasa aku nyindir, ya itu sih pikiran mas sendiri." Vhi katakan dengan cuek. "Jadi hari ini kita mau jalan jam berapa?"

"Kita jalan nanti siangan aja," jawab Yuga.

"Kita nggak jadi ke restorannya Disha," sahut vhi tiba-tiba.

"Kenapa?" tanya Tya.

"Disha mau ngajak Kita nginep di resort yang ada di pinggir pantai, satu malam." Vhi menjawab. "Seru pasti Ty."

Tya senang hanya saja dia tetap tidak merasa nyaman dengan tingkah sahabatnya itu. Seolah-olah mendahului bahkan tanpa meminta izin dari yuga.  Tya melirik ke arah Yuga yang berusaha keras menahan kekesalannya.

Terpaksa Menikahi Si Gendut (MYG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang