🍓15.Gosip 🍓

2.2K 226 32
                                    

Mata Tya membelalak dan tubuhnya kaku mendengar apa yang barusan telinganya tangkap tadi. Tangannya yang sudah bersiap di kenop pintu kembali terjatuh di samping tubuhnya.

"Yang bener, lo?" Salah satu suara di luar bilik kembali terdengar.

Tya tidak bisa mengidentifikasi suara siapa barusan. Dia tidak hafal satu per satu suara rekan-rekannya. Niatnya, dia tidak ingin menguping. Menguping adalah perbuatan tercela. Namun, kalau dia tidak bisa pergi dari tempatnya sekarang dan objek yang sedang dibicarakan adalah dirinya, apa menguping tetap menjadi perbuatan tercela? Ah! Tya bingung! Malah perang batin sendiri begini.

"Nggak mungkin lo nggak denger gosip kalo Pak Yuga sama si Tya ada hubungan khusus."

"Iya, sih. Memang agak sulit dipercaya, tapi gosipnya kenceng, ya!"

"Orang ini Mas Gilang sendiri yang bilang kok, kalau mereka memang ada hubungan special. Udah bukan sesuatu yanng disembunyikan lagi. Susah, 'kan? Mau nggak percaya, tapi yang bilang Mas Gilang."

Tya merutuk dalam hati saat menghitung berapa kali Pak Yuga mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal tentang 'hubungan' mereka di depan Gilang. Dia tidak pernah berpikir kalau akibatnya akan sejauh ini.

"Dan sekarang, Si Tya Hamil? Maksudnya, beneran hamil dan itu anaknya Pak Yuga? Susah dipercaya, ya. Gue kira orangnya nggak neko-neko."

"Emang polos gue bilang. Kalo nggak polos, mana ada dia mau ngomong macem-macem soal hubungannya sama Pak Yuga? Yang bilang masiih sakitlah, mereka ngelakuin itu di rumahlah, macem-macem."

Terdengar suara terkikik. "Mungkin nanti kita bisa tanya-tanya, Pak Yuga kalo lagi gituan masih sok cook, nggak hihihi."

Tangan Tya kembali terkepal di sisi tubuhnya. Tya ingat pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Mas Gilang dan Arin kemarin saat di mobil dan di gudang. Jadi mereka biang keroknya?

Yang dia dengar barusan seketika membuat perasaannya kacau, mirip seperti saat balon hijau meletus. Ini semua gara-gara Pak Yuga! Mau marah, pada siapa? Selain, marah, ada juga rasa takut dan was-was dengan fitnah ini. Fitnah terkejam yang pernah Tya terima seumur hidupnya. Rasanya mau jongkok dan menangis saja di tempatnya saat ini. Namun, bilik ini terlalu kecil untuk dijongkoki Tya. Masa Harus jongkok di atas toilet?

"Lo liat nggak ekspresinya tadi pagi pas dateng? Kaya nahan mual gitu. Mual pagi-pagi, apa coba kalau bukan hamil?"

Masuk angin, dodol! Pada tau masuk angin, nggak, sih! Heran, gue! Tya membatin kesal.

"Ih, sayang banget. Pak Yuga, sama Tya. Cantik, sih, anaknya, cuma badannya itu lho ... Eh, tapi bukannya Pak Yuga lagi deket sama Sandra, ya?"

***

Yuga baru saja sampai di kantor. Penat dan pusing sekali kepalanya pagi ini karena lagi-lagi Kinar dan Nindi terus saja mendesaknya untuk segera menikahi Tya. Baru kemarin dia kasih laporan tentang proses PDKTnya pada gadis berisi itu, sekarang sudah ditagih lagi. Sudah mirip rentenir menagih hutang saja itu mami dan neneknya. Hidupnya jadi tidak tenang gara-gara Tya! Kenapa sih, makhluk seperti Tya harus diciptakan? Untuk membuat hidup Yuga makin berantakan?

Yuga berjalan melewati ruangan para designer. Karena kebiasaan, dia melongokkan lehernya dan mencari keberagaan Tya.

Kok, nggak ada? batinnya heran dengan kening berkerut.

Tya itu besar, jadi keberadaannya pasti mencolok dan mudah ditemukan. Tidak mungkin dia tidak kelihatan karena tertutup seseorang atau sesuatu. Namun, setelah beberapa saat, Yuga tetap tidak menemukan Tya di sana. Dia ingin menghampiri Arin yang duduk di sebelah Tya dan bertanya ke mana gadis itu. Untung saja Yuga bisa menghentikan dirinya tepat waktu.

Lah? Ngapain juga gue nyariin cewek itu? Kayak nggak ada kerjaan lain aja! Yuga memarahi dirinya sendiri.

Yuga menggeleng sebelum beranjak ari sana menuju ke ruangannya sendiri, tidak menyadari beberapa pasang mata yang menatapnya tertarik penuh spekulasi.

Sampai di depan ruangannya, Sandra langsung berdiri dari mejanya, merapikan rambut dan bajunya sebelum mengambil agendanya dan menapa Yuga.

"Pagi Pak, Yuga," sapanya dengan senyum cerah seperti matahari di serial Teletubbies. Matanya sedikit memicing sebelum maju mendekat. "Permisi ya, Pak, ini kerahnya berantakan. Saya rapikan dulu, nanti 'kan, Bapak ada meeting sama promotor soal design akhir tahun ini, harus rapi, dong."

Sandra mengusap sekitar kerah Yuga beberapa saat lamanya. Lumayan, alibi yang natural untuk bisa melakukan kontak fisik dengan orang yang disukainya. Sandra tahu, kalau dia menggunakan alasan seperti ini, Yuga jarang menolak. Sebenarnya, kerah Yuga sudah rapi, tapi Sandra belum mau melepaskan tangannya dari sana.

Beberapa karyawan yang lewat dan melihat adegan itu menatap dengan pandangan bertanya sebelum pergi sambil berbisik-bisik. Sandra sudah mendengar gosip tentang Tya yang hamil tadi pagi saat di pantry. Jangan ditanya bagaimana perasaannya? Rasanya dia ingin mencekik cewek gembrot itu dan menggelindingkannya dari lantai teratas gedung ini! Bisa-bisanya ada gosip begitu tentang Pak Yuganya dengan Tya. Yang bikin gosip pasti kepalanya sedang tidak beres! Bahkan, dilihat dari sudut mana pun, gosip itu sudah tidak masuk akal!

Dia harus melakukan sesuatu untuk menghentikan gosip murahan itu! Caranya ya ... dengan membuat gosip tandingan!

"Kerah baju saya ada berapa memangnya?"

Suara ketus Yuga menembus lamunan Sandra dan membawa gadi itu kembali ke masa sekarang. Dia menatap wajah Yuga yang meliriknya dingin. "Ya, Pak?"

Yuga menepis tangan Sandra dari kerahnya, membuat Sandra meringis keki. "Kerja yang profesional, jangan macem-macem. Bacain semua jadwal saya hari ini!"

"Oh! Baik!" Sandra mengikuti Yuga yang berjalan masuk ke ruangannya sambil membuka agendanya. "Hari ini, jadwal Bapak dimulai dengan ...."

***

Tya keluar dari bilik toilet dan mencuci kedua tangannya dengan wajah geram luar biasa. Meskipun sedang amat marah, tapi kebersihan tetap nomor satu. Cuci tangan setelah keluar dari toilet adalah wajib! No Tawar-tawar Club!

Dia mencabut tisu dengan barbar untuk mengeringkan tangannya dan membuangnya ke tempat sampah sebelum keluar dari toilet wanita untuk kembali ke ruangannya. Wajahnya terlihat geram dan merah padam, marah luar biasa. Dilupakannya sudah teh lemon madu yang sebelumnya diseduhnya di pantry untuk menghilangkan begahnya. Begahnya sudah hilang, saat ini yang terasa sesak adalah dadanya dan kepalanya yang mendidih karena darahnya mendidih.

"Pagi, Tya ...?"

Beberapa rekan kerjanya yang menyapanya sepanjang jalan dari toilet ke ruangannya diindahkannya begitu saja. Beberapa bahkan ada yang buru-buru minggir sampai menempelkan badannya ke tembok untuk memberi Tya jalan. Baru kali ini mereka melihat Tya yang biasanya ramah dan periang berwajah semenyeramkan ini.

Sampai di ruangannya, dia memicingkan matanya dan mengunci target pencariannya pada satu orang yang sedang tertawa lepas sambil mengobrol dengan orang lain. Melihat wajah tidak berdosa orang itu, Tya jadi makin kesal. Bisa-bisanya dia ....

"Arin!"

Terpaksa Menikahi Si Gendut (MYG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang