🍓43. Tangisan Malam Pertama 🍓

2K 165 20
                                    

Tya gabut di malam pertamanya. Malam pertama yang biasanya dilewati dengan indah malah berakhir dengan kesendirian. Ya, dia tak ada niat juga untuk melakukan itu dengan Yuga. Tapi tetap saja merasa miris dengan kondisinya sendirian saat ini.

Kini gadis itu tengah merebahkan diri sambil menonton televisi. Sementara dirinya menonton drama dari ponsel ia menyalakan televisi agar ada suara yang menemani. Sudah terbiasa dengan kesendirian seharusnya Itu tak masalah. Tapi malam ini ia berada di lokasi yang berbeda, tak ada lagi guling busuk miliknya yang menemani. Kamar juga benar-benar wangi entah wangi apa tapi ia suka. Wanginya lembut, tapi menunjukkan sisi maskulin yang luar biasa.

Sangat sibuk menonton drama, ada panggilan masuk dari Arin. Dengan segera menerima. "Yas?"

"Gimana lo udah pulang? Sekarang di mana?"

Mendengar suara dari Arin membuatnya ingin menumpahkan semua perasaan. Tapi tak mungkin, ada sakit yang merambat naik ke dada, kemudian membuat tenggorokannya merasa perih. Semua hanya karena mendengar suara sahabatnya itu. Kemudian yang terjadi ia malah menangis sesenggukan.

"Heh! Lo kenapa? Kenapa nangis?" Mendengar sahabatnya menangis membuat Arin merasa cemas.

Sementara di dalam otaknya kini Tya tengah memikirkan jawaban apa yang akan Ia berikan kepada Arin. Karena tak mungkin dia mengatakan semua kesedihannya hari ini.

"Sakit Rin," ucapnya tiba-tiba.

"Heh? Apanya yang sakit??" Arin berseru terkejut mendengar jawaban dari Tya.

"Anu gue," jawab Tya asal.

"Heh?! Edan lu! Emang udah jebol?!" Arin jelas terkejut, pasalnya ia merasa baru beberapa jam yang lalu pernikahan itu berlangsung.

Dan Tya memang sengaja mengatakan itu agar Arin berpikiran kalau ia dan juga sedang atau sudah melakukan malam pertama. Setidaknya harga diri juga tidak begitu hancur, Tya tak mungkin memberitahu bahwa Yuga meninggalkannya malam ini.

"Jebol se-jebol jebolnya. Sakit banget." Tya merengek dan menangis. Meskipun bukan itu alasannya tetapi perasaannya menjadi jauh lebih baik.

"Ya ampun, emang nggak pakai pemanasan dulu? Terus gue kudu gimane Bambang?" Mendengar yang akan dari sahabatnya itu membuat Arin benar-benar merasa cemas.

Tya diam untuk beberapa saat untuk meredakan emosinya. Tak tahu mengapa perasaannya jadi terluka sekali karena kelakuan Yuga. Bukankah ini hanya pernikahan pura-pura? Bukankah seharusnya ia tidak perlu sakit hati karena memang semua hanya sebuah kebohongan.

"Terus sekarang suami lo ke mana?"

"Ada lagi di kamar mandi kok. Ya udah Rin. Gue mau bersihin badan dulu."

"Lo oke kan?" Arin bertanya. bagaimanapun ia bisa merasakan perbedaan dari Tya.

"Oke kok. Nggak apa-apa. Bye." Tya kemudian mematikan panggilan.

Ia hela napas, lalu merebahkan diri dan memeluk guling. Hari ini melelahkan sebaiknya ia segera beristirahat. Entah apa yang akan terjadi besok, yang penting sekarang ia ingin menyembuhkan rasa lelah yang dirasakan seharian.

Sementara kini suaminya telah berada di atas ranjang bersama wanita yang sudah bertahun-tahun menjadi pemilik hatinya. Keduanya duduk di tempat tidur, setelah tiba tadi terus saja Disha merangkul tangan Yuga. Seolah tak ingin melepaskan dan tak rela ditinggalkan.

Harusnya Yuga sadar, hubungan mereka tak ada yang merestui. lagi pula seharusnya sudah menjaga jarak yang lama. Pria itu sudah setuju Kalau akan menjauhi Disha, setelah pembicaraan dengan ibu dari Disha yang tak lain adalah bibinya sendiri.

"Sebentar lagi Kamu kan juga mau nikah sama Ahbi?"

Disha melirik, ada rasa tak terima dengan apa yang dikatakan Yuga barusan. "Tapi kan perjanjiannya aku duluan yang nikah. Tapi ini malah Mas duluan."

Sejujurnya memang tak adil bagi Yuga, karena persiapan pernikahan Gadis itu sudah berlangsung lebih dulu dan lebih lama. Tetapi selalu saja gagal. Ada perasaan bersalah, merasa kalau itu adalah karena Disha yang tak mampu melepaskannya. Dan itu memang benar, gadis itu mencari sosok Yuga dalam pria lain. Tentu saja tak akan ia temukan. Karena perihal menjalin hubungan, berarti sudah harus menerima bagaimana sikap kekurangan dan juga kelebihan dari pasangan.

"Kita nggak bisa terus kayak gini. Sudah setuju sama permintaan nenek. Dan seharusnya sekarang kita bisa sendiri-sendiri tanpa harus saling membutuhkan satu sama lain lagi." Yuga tak ingin merusak hubungan diantara Disha dan Ahbi. Toh dia tahu kalau calon suami dari sepupunya itu adalah pria yang baik dan mapan.

Disha menatap ke arah yuga, meskipun ia bisa merasakan perhatian dari Yuga. Namun tetap terasa ada yang berbeda. "Jadi kamu udah bener-bener nggak peduli sama aku ya Mas?"

"Kalau aku nggak peduli, aku nggak mungkin ke sini dengar kamu nangis kayak gitu."

Disha memeluk, kemudian mengendus aroma tubuh Yuga dalam-dalam. Bibirnya dengan lembut kemudian mengecup bagian pipi, sementara Yuga dengan sengaja membiarkan itu terjadi. Dan jangan satu kecupan saja membuat Yuga seolah kehilangan kewarasan. Satu kecupan yang menuntut lebih. Tangan pria itu menahan tengkuk Disha, keduanya sama-sama berakhir dalam kecupan, yang berubah menjadi lumayan yang bertubi-tubi.

Sensasi menggelitik yang selalu membuat mereka terdesak jatuh ke dalam jurang tanpa sadar. Dorongan hasrat yang tak bisa lagi tertahan sensasi yang selalu mereka sukai satu sama lain untuk saling mengisi.

"Mas," desahan keluar dari bibir Disha hanya dalam satu sentuhan tangan.

Yuga tak bisa menjawab, bibirnya menjelajah sementara tangannya juga bergerak menggoda. Disha larut dalam desakan, dadanya berdegup kencang. Sementara tubuhnya memberikan reaksi untuk mempersilahkan. Keduanya larut dalam labuan rasa, saling mencari cara untuk menarik sensasi lebih dan saling menuntut satu sama lain.

"Ma-mas," rancau Disha.

Yuga tak bisa lagi menahan di antara degup jantung yang bertalu-talu bersorak ingin segera memuaskan. Dan tentu saja dengan segera melakukan hal yang sudah diinginkan keduanya. Membuat tangan Disha bergerak ke sana kemari, meremas sprei dengan keras karena satu desakan yang membuatnya merasa ngilu. Namun, seperti candu yang tak berkesudahan.

Terus bergerak melebur sentuhan di antara satu sama lain. Tentu saja tak perlu izin untuk melakukan itu, Yuga sudah mengerti. Pria itu tak mampu lagi menahan diri, sesekali memberikan kecupan, melumat hingga beberapa detik membuat wanitanya menahan desah. Pergerakan yang amat sensual juga suara yang menggema dalam ruangan.

Disha merasakan desakan di antara gemuruh dadanya, buat kepalanya mendongak ke atas kemudian ia mengerang setelah merasakan sensasi akhir yang kini membuat tubuhnya ringan bagi bulu.

"Oh, Mas!"

Tak ada yang bisa juga lakukan selain bergerak untuk menuntaskan keinginannya. Sampai kemudian Yuga mengerang tertahan, lalu tubuhnya bendera tepat di atas tubuh wanitanya. Jari-jari Disha kemudian mendarat Yuga, dan memberikan kecupan di bibir pria itu.

"I love you mas."

Yuga membalas kecupan itu. Entah mengapa ada perasaan berat saat menjawab pertanyaan dari Disha. "Mas juga."

Terpaksa Menikahi Si Gendut (MYG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang