14. tolong jangan lagi

11K 2.2K 225
                                    

Pria dengan balutan kemejanya yang berwarna hitam nampak menopang dagu seraya menatap anak tunggalnya yang terbaring lemah di atas ranjang. Moon Taeil—si pria yang tengah menunggu—terus terjaga karena kesehatan Moon Yaheskiel menurun drastis dalam sehari. Yaheskiel menjadi kurang sehat setelah mengetahui keberadaan bundanya yang telah tiada. Kondisi Yaheskiel membuat Taeil tidak berhenti meruntuki tindakannya karena baru bisa mengungkapkan mengenai mendiang Aileen yang sebenarnya.

Tiba-tiba ponsel milik Taeil berdering, memunculkan nama anak bungsu Qian Kun di layar. Dahi Taeil mengerut, baru kali ini Qian Richene menghubunginya. Kemudian Taeil menggeser tombol hijau yang berada di layar smartphone-nya, menyapa Richene ramah.

"Halo, Rich."

"Halo, Om Taeil! Si Kiel mana, ya? Udah dari kemarin nih dia gak muncul-muncul di grup chatting. Aku sama yang lain juga udah berusaha kirim pesan dan menelepon ke ponselnya tapi gak dijawab-jawab."

"Ah—maaf ya. Jadi gini Rich, Yaheskiel lagi sakit. Dia kelelahan soalnya banyak jalan di sink. Maaf, ya. Nanti kalau Kiel udah mendingan dan bangun, om kasih tau dia kalau teman-temannya pada—" perkataan Taeil terpotong saat melihat Yaheskiel memberi pergerakan kecil. Awalnya pria Moon itu terkejut karena anaknya mulai siuman. Namun, Yaheskiel buru-buru mengisyaratkan agar ponsel milik ayahnya berpindah tangan padanya.

"Halo, Om? Yuhuuu." Sahut Richene karena merasa suara Taeil terhenti.

Taeil segera memberi ponselnya pada Yaheskiel. "Halo—" ucap Yaheskiel berusaha mengimbangi suaranya yang parau untuk menyapa Richene. "Ini gue."

"Eh, tukang pamer! Darimana aja lo? Sombong ya, mentang-mentang liburan di Jerman, malah lupa sama teman-teman seperjuangan disini. Oleh-oleh buat gue udah ada, kan?"

"Iya, iya. Udah ada. Gue jarang muncul soalnya gue sibuk cari semua barang yang bagus buat kalian." Bohong Yaheskiel berusaha tertawa ringan.

"Oh, gitu. Maaf ya, hehehe."

Yaheskiel menjadi sibuk menelepon bersama Richene yang berniat menambahkan anggota yang lain pada fitur teleponnya. Hal ini membuat Taeil dapat bernafas lega, setidaknya si tunggal kembali berkomunikasi dengan baik bersama teman-temannya. Namun disisi lain Taeil juga khawatir, lantaran Yaheskiel belum mengkonsumsi air mineral sejak ia sadar dari tidurnya.

• • •

"Ini namanya Jung Jonathan. Nah yang ini Nakamoto Dylan. Di geng mansion gue, mereka emang udah duo banget dari dulu." Jelas Jinan pada Kevin yang sedang bersandar pada dinding. Kevin mengangguk paham, merasakan iri yang menjalar pada hatinya karena Jinan memiliki kawanan atau circle yang baik di tempat tinggalnya yang elite.

"Lo sendiri gimana, kak?" Sambung Jinan.

"Gue gak punya temen dekat. Di sekolah gue males ngobrol. Sedangkan tempat tinggal, gue tinggalnya di apartemen yang sunyi. Jadi gue jarang berinteraksi sama orang sekitar."

Kali ini Jinan yang mengangguk ringan. Pantas saja, karena Kevin sangat irit bicara dengan orang selain Jinan disini.

"Mama lo kenapa gak ikut?" Tanya Kevin membuat Jinan sontak merasa kikuk. Ah, sejujurnya Jinan sedikit benci dengan pertayaan seperti ini.

Awalnya Jinan hanya bisa menunduk seraya memainkan jemarinya, membuat Kevin sedikit kebingungan karena Jinan lama melontarkan jawaban. Tak lama kemudian, Jinan kembali mendongak. "Gue gak punya mama, kak."

Kevin tersentak, merasa sangat bersalah karena pertanyaannya yang tadi. Kevin lantas menegapkan badannya. "Maaf, Ji. Gue gak bermaksud—"

"Santai aja kali, kak. Lo kan belom tahu, hehehe. Lagian udah biasa kok gue dapat pertanyaan kayak gitu."

Raut wajah Kevin terlihat masih tak tega. Tiba-tiba pintu kamar yang Jinan dan Kevin terbuka, memunculkan sosok wanita atau lebih tepatnya ibu dari Kevin. Tampaknya wanita itu sedang mencari-cari keberadaan anak lelakinya.

Suaranya lantas menginstrupsi pendengaran Jinan dan Kevin. "Oh Kevin?" Panggil wanita tersebut.

Dan saat sang ibu muncul Kevin segera berkata, "ma—mama kenapa masuk kayak gitu, sih? Seharusnya mama izin dulu, ini kan kamarnya Jinan."

"Ah, gitu ya."

Ibu Kevin mengerutkan kening, melirik Lee Jinan yang menatapnya seolah tidak asing. Wanita itu terdiam menatap Jinan, pula seolah melihat sesuatu yang memiliki maksud yang sama dengan Jinan.

Jinan tiba-tiba berkata, "mama?"

Kevin menjadi kebingungan untuk kedua kalinya lantaran Jinan baru saja memanggil sebutan 'mama' kepada ibunya sendiri. Hal mustahil apa yang sedang terjadi di hadapan Oh Kevin? Tunggu dulu. Setelah Kevin sadari, Lee Tyrese dan Lee Jinan memang belum bertemu dengan ibunya secara langsung sejak sepasang ayah dan anak itu menginjakkan kaki di Bengkok. Akan ada saja halangan yang membuat mereka tidak bisa bertemu, bahkan untuk menyapa sebentar.

"Kok lo panggil dia—mama?" Tanya Kevin berhati-hati dengan kondisi.

Jinan sendiri sangat yakin, jika ibu dari Kevin adalah wanita yang berada di foto lama milik Tyrese kala itu. Foto yang Jinan dapati beberapa jam sebelum ia dan papanya melakukan penerbangan ke Thailand. Jinan bahkan yakin 3000% jika perkiraannya benar-benar nyata, itu adalah mamanya.

"Jinan, Kevin, kalian berdua—" satu lagi manusia yang masuk ke dalam kamar Jinan tanpa seizin pemilik. Pria itu spontan mematung tatkala melihat sosok wanita yang sedang berdiri di hadapan Jinan dan Kevin. Bahu Lee Tyrese terjatuh, berbisik kepada dirinya sendiri. "Nono way. Ini gak mungkin."

Wanita itu perlahan berbalik, menampakkan wajahnya dengan baik dalam penglihatan Tyrese.

"Oh Joori, itu bukan kamu, kan?"

Superior MansionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang