Chapter 19

989 122 41
                                    


Gelap.

Tiada bintang bahkan bulan pun tak tampak. Duduk sendiri di sudut ruangan, pemuda bermata bulat mematikan semua lampu kamarnya. Lihat, dirinya begitu berantakan dengan baju yang telah basah oleh keringat dan kantong hitam dibawah Blitz netranya.

Sudah genap tujuh puluh dua jam saudaranya menghilang. Sudah ia cari saudaranya sejauh mungkin, namun seolah ditelan bumi saudaranya tak kunjung menampakan diri. Dia tak frustasi dan terus mencari informasi posisi saudaranya terakhir kali. Agensi. Setau dia, sodaranya pergi berlatih bersama kedua sodaranya yang lain. Namun, tiga hari yang lalu, hanya dua sodaranya yang kembali. Yang satunya entah kemana dan dimana. Ia hanya berharap, sesuatu yang buruk tak akan terjadi lagi.

Sore tadi, pemuda bernama Doh Kyungsoo mengajak Oh Sehun untuk ikut bersamanya mencari Jongdae lagi. Kali ini mereka berdua mengunjungi kediaman keluarga Jongdae namun hasilnya nihil. Tidak ada orang sama sekali. Hanya beberapa asisten yang berjaga. Jongdae tetap tidak ditemukan keberadaannya. Hingga malam ini, pemuda bermata bulat itu mulai berpikir negatif. Apakah Jongdae diculik atau sejenisnya, ia tidak tahu.

Pintu kamarnya bersuara. Seseorang mengetuknya dengan sopan.

"Kyungsoo-aah"

Mata kosong Kyungsoo tak teralihkan bahkan saat sang pengetukan pintu itu memasuki kamarnya sebelum mendapatkan ijin darinya. Pikirannya itu, Kyungsoo sedang memikirkan keadaan Jongdae yang entah berada dimana.

"Hyung membawakanmu makanan. Perutmu harus diisi, Soo-aah. Bukankah kau belum memakan apapun sejak pagi tadi?"

Minseok turut mensejajarkan tubuhnya di marmer dingin yang menjadi pijakan Kyungsoo. Dia menghela napas lelahnya. Adiknya itu bahkan tak menoleh sedikitpun padanya.

"Soo-aah, tolong jangan seperti ini. Hyung tau kau sangat menyayangi Jongdae. Tapi, tidakkah kau berpikir jika dirimu tumbang karena tak mengisi tenagamu, siapa yang akan menemukan Jongdae?"

"Jadi, Hyung mohon makanlah beberapa suap nasi agar tenagamu kembali. Besok kita akan lanjut mencari Jongdae, eoh?!"

Beberapa kalimat yang terlontar dari mulut pemuda PHD itu sukses menarik eksistensi Kyungsoo. Anak itu meluruskan kedua kakinya yang tertekuk. Jamrud hitam itu sendu sembari menatap lurus ke depan. Enggan bertatapan langsung dengan sepasang obsidian milik kakaknya.

"Pergi, Hyung!"

"Soo-aah"

"Pergi atau aku yang tidak akan pernah kembali!"

Hanya satu kalimat itu yang ia ucapkan, namun kenapa dadanya terasa begitu sesak. Napasnya naik turun tak teratur. Untuk ke sekian kalinya Kyungsoo mengusir kakaknya dan mengancamnya.

"Terserah apa katamu, Soo-aah. Hyung hanya ingin melihatmu mengisi tenagamu, tolong"

"Hyung!! Tolong mengertilah. Aku ingin sendiri, H-hyung"

"Bisakah kau membiarkanku tenang sebentar saja? Sebentar saja, Hyung. Bisakah?"

Minseok terpaku dalam sekejap. Bola mata adiknya telah dilapisi kristal bening yang siap jatuh kapan saja. Melihat itu, rasa bersalah semakin menguasai dirinya. Benar, jika ia tak meninggalkan Jongdae sendirian saat itu, jika ia tak menuruti kehendak Baekhyun yang memintanya pulang bersamanya dengan sedikit ancaman, sungguh, Jongdae pasti sedang mengumbar senyum bodohnya bersama Sehun sekarang.

Lagi-lagi ia merasa gagal menjadi seorang kakak.

"Maaf" satu kata yang terlontar juga diiringi kristal bening yang meluncur cantik.

September || Kim JongdaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang