Chapter 28

1.1K 111 63
                                    

Sesuai dengan ramalan cuaca yang disiarkan melalui radio pagi ini, cuaca terlampau cerah. Padahal beberapa hari terakhir cuaca benar-benar tak bisa ditolerir. Manusia bermantel ataupun berpayung berada dimana-mana. Namun hari ini matahari seperti sedang tertawa renyah. Menghangatkan setiap insan yang hampir mati kedinginan.

Siang ini pun angin turut beraksi. Sumilirnya membawa pria mengenaskan itu tertidur dalam keadaan tidak karuan. Kerutan di dahinya serta bekas anak sungai di pipinya cukup menjadi tanda bahwa yang baru saja dialaminya bukanlah sesuatu yang membahagiakan. Luka lebam di pelipis serta bercak darah pada sudut bibirnya pun sama sekali tak menandakan bahwa yang baru saja terjadi adalah hal menyenangkan.

Sesekali ia terbangun karena guncangan yang terjadi. Mobil yang membawanya mungkin terlalu ceroboh hingga tak jarang menerobos batu atau kayu yang terpapar diam di jalanan yang tak rata. Ia tak membuka mata walau begitu. Ia tak sudi melihat jalan yang memberi jarak antara ia dan saudaranya.

Beberapa jam perjalanan, sirine yang sedaritadi berteriak menusuk telinga tiba-tiba saja berhenti bersuara. Dua polisi yang duduk di jok depan bergegas membuka pintu lalu turun dari kendaraan. Terdengar riuh massa yang sudah berkumpul di depan kantor kepolisian. Ada yang membawa banner berisi dukungan, namun yang lebih mendominasi adalah yang berisi kekecewaan. Para juru kamera pun tak ingin ketinggalan. Tak heran, tepat hari ini, seorang bintang yang dikagumi akan menikmati betapa nyamannya terkurung dalam jeruji besi.

"Tersangka Byun! Bangun!!"

Salah satu polisi membuka pintu belakang mobil bersirine itu. Menepuki pipi Baekhyun agar sang empunya terbangun. Namun, Baekhyun tampak abai. Ia enggan membuka mata.

"Bangun, bajingan!! Hadapi para fans dan media!"

Tepukan itu menjadi sedikit keras. Baekhyun merasakannya. Hatinya bergetar tatkala mendengar penuturan polisi itu. Ia belum siap. Sungguh.

"Bangun, pecundang!! Dimana aura bintangmu itu! Bangun!! Bukankah kau menyukai flash kamera?"

Kini menjadi tamparan. Sedikit perih rasanya, Baekhyun akhirnya membuka matanya yang ternyata sudah memerah.

"Haha, sepertinya Nyonya Kim benar. Bahwa saya memang harus memperlakukan Anda dengan sedikit kekerasan"

"Seharusnya saya menamparmu dari tadi agar tak usah repot-repot membangunkanmu, brengsek" sinisnya.

Baekhyun menggigit bibir dalamnya seraya menahan sesak batinnya. Ia tak bisa melawan lagi. Tenaganya sudah habis saat ia memberontak tadi. Lagi pula, apa yang polisi itu tuturkan tidaklah salah. Baekhyun terlampau kejam pada adiknya, Jadi ia pantas mendapatkannya.

"A-antarkan aku pada adikku, ku-kumohon" lirihnya gemetar hingga membuat polisi itu tertawa menghina.

"Lalu kau akan membunuhnya? Dasar psikopat! Ikut saya!!"

Tidak, Baekhyun tidak akan melakukannya lagi. Ia bahkan sudah sangat menyesali perbuatannya sendiri. Kali ini, tolong biarkan Baekhyun menemui Jongdae. Sebentar saja. Agar rindu yang terpendam oleh rasa bersalah dapat sedikit tersamarkan.

"J-jongdae! Kumohon, a-aku ingin Jongdae"

Polisi itu abai. Ia menyeret Baekhyun sekadar mungkin. Membelah jalan utama yang sudah sesak oleh para penggemar dan wartawan. Baekhyun pasrah saja. Teriakan para penggemar yang mengutarakan kebencian ia telan matang-matang, menggores lagi hatinya yang sudah tak berbentuk. Namun, Baekhyun tak menunduk. Dengan mata sayunya, ia memberanikan diri menatap penggemarnya yang sangat ia hargai.

"Kau bukan Appa kami. Kau monster penghancur bagi kami!!"

"Kami tak ingin kau bertahan! EXO bukan tempatmu!!"

September || Kim JongdaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang