Happy reading~
____________________________"E-eomma"
"Ab-aboji-"
Disebuah ruangan beraroma antiseptik, bibir pucat itu menunjukkan gerakan-gerakan kecil, menciptakan sebuah gumaman lirih, memanggil nama orang yang ia sayangi meski suaranya sedikit teredam oleh masker oksigen yang setia menutupi hidung dan mulutnya. Kedua obsidian cantiknya enggan terbuka, sedangkan kerutan pada dahinya semakin menyiratkan bahwa dirinya sedang berusaha membuka mata teduhnya.
"M-memberd-deul-"
Keringatnya lolos begitu saja. Entah apa yang sedang menguasai alam bawah sadar pria Kim itu. Yang jelas, tak ada satupun telinga yang menangkap getaran suarannya. Bahkan Nyonya Kim yang sedang memegangi sebelah tangan anaknya sama sekali tak sadar bahwa Jongdae tengah meracau tak lancar.
"B-baek-aah, s-sakit"
Leher panjangnya bergerak-gerak, kepalanya menggeleng kaku. Jemari tangannya perlahan mulai beraksi—menunjukan aktivitas kecil yang sukses membangunkan tidur Ibunya.
"J-jongdae-aah, Jongdae-aah" panggil Nyonya Kim. Terbesit raut wajah bahagia disana. Tentu saja, sudah sejak enam hari yang lalu anaknya tak membuka matanya, dan sekarang ia harus bersyukur karena Tuhan telah memberkati anak bungsunya.
"B-baek-aah, s-sakit s-sekali"
"Ini Eomma, Jongdae. Buka matamu, eoh. Semua sudah baik-baik saja, sayang" Nyonya Kim mengusap peluh anaknya.
"B-baek-aah, t-tolong-"
Tak kunjung membuka kedua sumber sinar teduhnya, Jongdae justru memilih untuk memanggil nama membernya. Ingatan itu, Baekhyun bahkan mengusik Jongdae hingga kedalam alam bawah sadarnya.
"Tenanglah, sayang. Mulai sekarang tidak akan ada yang berani menyakitimu lagi. Kau sudah aman, Dae-aah" satu kecupan hangat mendarat tepat di kening Jongdae.
"Eomma tak akan membiarkanmu menemui mereka lagi. Jadi, buka matamu, eoh"
"M-mianhae, Lay Ge-" Melihat anaknya kesusahan membuka mata dan tak kunjung berhenti meracau, Nyonya Kim tak enak hati. Sesak sekali melihat anaknya menderita seperti ini.
"Jongdae-aah, anak Eomma. Apa kau mendengar suara Eomma? Ah,tunggu sebentar. Eomma akan memanggil doktermu"
Sebuah tombol ditekan secara cepat. Nyonya Kim tak ingin membuang waktu dengan berlari mencari dokter. Cukup dengan menekan sebuah tombol, seorang dokter berkacamata tebal akan segera datang. Beliau adalah Dokter Kang. Dokter yang merawat Jongdae bahkan sebelum Nyonya Kim mengetahui penyakit yang diderita putranya. Sungguh, Nyonya Kim berhutang Budi pada dokter berlensa tebal itu.
"Jongdae-ssi, apa kau bisa mendengar suara saya?" Dokter Kang mulai memeriksa tanda vital Jongdae.
"Denyut nadinya sedikit cepat" tuturnya kemudian.
"Detak jantungnya juga sedikit tak beraturan. Jongdae seperti orang panik" stetoskop menempel pada dada bidang Jongdae.
"Jongdae-ssi, buka matamu. Tidak ada hal buruk yang terjadi"
"H-hyung, M-minseok Hyung, J-jangan pergi-" Terendam masker oksigen, suara Jongdae tak begitu terdengar.
"Sepertinya ada memori mengerikan yang membuat pasien tak ingin membuka matanya"
Dokter Kang yang cekatan langsung saja mengambil senter dari dalam saku almamaternya. Beliau menyorotkan cahaya pada obsidian sendu milik Jongdae. Berhasil. Cahaya benar-benar mengusik kegelisahan Jongdae dalam alam bawah sadarnya. Perlahan, kedua obsidian sendu miliknya berkedip. Melirik kanan kiri, memperhatikan sekeliling, ia mendapati Ibunya yang tengah menatapnya dengan iba.
KAMU SEDANG MEMBACA
September || Kim Jongdae
FanfictionKetika raganya sudah hampir hilang, lengkung manisnya pun perlahan sirna, satu persatu dari mereka termakan berjuta penyesalan. Tidak ada yang bisa dimaklumi atau bahkan di perbaiki lagi. Dan mungkin, ini sudah berakhir.