Chapter 27

1.1K 115 47
                                    


Aku menghela napas beratku. Menggelar senyum yang kian lama kian tak bermakna. Mata ku pun sama, meredup setiap harinya. Kini waktu terlalu kejam padaku, ah tidak, pada kami. Tak jarang waktu memaksa air mata kami tumpah di pipi kami. Tak jarang pula waktu mempermainkan jantung kami dengan kejutan-kejutan yang nyaris membuat kami mati. Sekejam itu, hingga sampai detik ini waktu tak memperbolehkan kami tenang. Karena dari pagi hingga pagi lagi, kami hanya mengikuti waktu yang menyakitkan.

Aku menghela napas lagi. Sudah sangat lama sejak kejadian mengenaskan itu terjadi, tetapi kenapa lukanya masih sangat terasa? Bahkan hingga menyebabkan kesalahpahaman yang fatal. Aku ingin sekali mengakhiri kekacauan ini. Namun, apa aku bisa? Bahkan sekarang sulit sekali rasanya untuk memaafkan salah satu member kami.

Apa yang harus kulakukan sebagai seorang pemimpin?

Ku tatap wajah pucat yang terbaring di ranjang pesakitan. Sudah satu bulan adikku tak membuka matanya. Aku, sungguh merindukannya.

Kim Jongdae, adikku. Dia harus bangun dan tersenyum secerah dulu. Adikku itu, dia pria kuat yang sangat ceria. Dia pintar menghangatkan suasana disaat semua member sedang terpuruk. Dia penuh tawa bahkan jarang sekali memperlihatkan kesedihannya. Namun kenapa kini Jongdae hanya diam dan selalu menutup mata?

"Bangun, Jongdaeae. Hyung merindukanmu"

Suaraku nyaris tak keluar ketika mengatakannya. Sebenarnya apa mau ku? beberapa waktu lalu aku bahkan menyuruhnya pergi menjauh.

"Apa kau marah, Dae-aah?"

Tentu saja, Kim Junmyeon bodoh!

Aku sungguh menyesal. Ku pejamkan mata dan tiba-tiba saja sekelebat memori menyelinap masuk ke otak. Ku buka mata lelahku lalu bibir bawahku bergetar cepat.

Jika ku ingat-ingat lagi, anak ini sering sekali mendekati ku, menyanjungku bahkan menghormatiku sebagai seorang Leader. Meski tak jarang Jongdae menjahiliku bersama member lain, namun ku tahu bahwa dia menyayangiku. Bahkan tak jarang Jongdae berterus-terang bahwa dia mengidolakan ku. Namun apa balasku, memperhatikannya saja tak pernah.

Kurasa aku sudah sangat keterlaluan padanya. Aku tak menjaganya dengan baik. Aku bahkan tak tahu dia sakit. Jika dipikir, Aku terlalu fokus pada Lay hingga pastinya menyakiti Jongdae.

"J-Junmyeon H-hyung, a-aku akan menyerahkan sumsumku. A-apa kau masih membenciku, Hyung?"

Mendadak, sesuatu yang menyesakkan memukulku dadaku dengan keras. Air mataku pun turut terjatuh karena memori menyakitkan itu. Memori yang memperlihatkan situasi terlemah Jongdae sesaat sebelum menutup mata. Memori yang menjelaskan betapa tulusnya dia hingga rela berkorban bahkan saat nyawanya berada diujung tanduk. Memori yang juga menegurku, bahwasannya akulah orang yang memintanya bertanggungjawab atas kesalahan yang tak pernah ia sebabkan. Aku, bersalah.

"Maafkan Hyung, Jongdae! Maaf"

"Bisakah kau bangun sekarang? Hyung menyesal telah menyakitimu. Hyung, Hyung-"

Suaraku tercekat, sulit sekali dikeluarkan. Satu tanganku mengusap lembut Surai Jongdae sedangkan yang lainnya sibuk menepuki pahanya. Mataku memburam sempurna, sepenuhnya dikuasai oleh air mata.

"H-hyung ingin kau sembuh, Hyung t-tidak ingin kau pergi. Tetaplah disini, Dae, buka matamu"

"Jongdae, kau tahu betapa sedihnya semua orang? Apa kau tahu kami semua menyesal telah menyakitimu?"

Kini suaraku bergetar. Wajah pucat Jongdae pun semakin tak jelas.

"A-atau kau sedang membalas perlakuan kami, Dae? Sadarkah kau saat ini sedang menyakiti hati kami?"

September || Kim JongdaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang