Chapter 2

21.3K 2.2K 34
                                        

"Sharon Alyssa?"

Seorang gadis bertubuh semampai itu menyelidik penampilanku dari atas sampai bawah. Tatapannya penuh intimidasi. Kedua alisnya saling bertaut. Lengkap dengan nada bicara yang rendah.

Aku mengangguk sambil menunduk dalam-dalam. Menyembunyikan ketakutan yang mulai bergejolak. Sialan. Di hari pertama MPLS, kenapa aku terlambat masuk sekolah!? Sungguh, bukan awalan yang baik. Hanya memicu atensi kakak-kakak senior saja.

"Kenapa bisa terlambat?"

Skeptis, aku menjawab. "Macet." Alasan klasik.

Ketika bibir senior berkucir kuda itu terbuka untuk memberikan wejangan, atau bahkan memarahiku karena terlambat di hari pertama masuk sekolah, ia justru membisu tatkala terdengar derap langkah seseorang yang berjalan mendekat.

"Telat juga?"

Refleks, aku mengikuti lawan bicaranya. Aku tahu senior berkucir kuda tersebut melemparkan pertanyaan tentatif itu bukan kepadaku, melainkan salah satu peserta MPLS yang bernasib sama.

Seraut wajah dengan kulit putih pucat menyambut indra pengelihatanku saat kali pertama memutar kepala. Biar kudeskripsikan. Sorot mata setajam elang. Kulit putih pucat. Alis tebal membingkai iris mata yang coklat pekat. Rahang tegas. Serta sentuhan bibir tipis yang pecah-pecah.

Eh. Tunggu sebentar.

Sepertinya, aku tidak asing lagi dengan wajah tersebut. Kalau tidak salah, aku pernah melihatnya tiga tahun yang lalu....

"Nama lo siapa?" Senior berkucir kuda itu mengintograsi. Tatapannya penuh selidik dan dibuat sok garang. "Maju sini."

Cowok itu pun menurut, tapi tidak gentar. Ekspresinya biasa saja. Bahkan, datar. Padahal, di situasi seperti ini, paling tidak ia panik, sama sepertiku.

Benakku mulai menerka-nerka. Disergab puluhan tanda tanya. Kenapa wajah cowok yang satu ini tidak asing? Kuperhatikan dirinya lamat-lamat tanpa kusadari ia juga balas menautkan pandangan.

Namun, sedetik kemudian, barulah ia tersadar dan membuang jauh-jauh tatapannya ke arah jam dua belas.

Dahiku berkerut. Ada yang aneh dengan cowok berkulit putih pucat tersebut. Tapi, apa? Aku sulit sekali mengingat pertemuan pertama dengannya.

"Lo Sharon Alyssa, segera minta persetujuan masuk kelas ke panitia yang pake name tag ijo."

Tanpa diperintah dua kali, aku mengikuti ucapannya meski terasa berat meninggalkan sosok pria berkulit putih pucat tersebut.

Aku masih penasaran. Berani bersumpah aku pernah melihat cowok tersebut. Lantas, di mana?

Hingga langkah kakiku menjauh pun, aku tak berhenti memikirkan sosok tersebut.

***

Hari pertama masuk SMA yang buruk. Sungguh. Aku terpaksa memungut sampah-sampah di lapangan belakang SMA Pelita 2 yang super luas. Sementara peserta MPLS yang lain mengikuti kegiatan seru di dalam gugus masing-masing, tidak sepertiku yang bernasib sial dengan mengumpulkan satu kresek besar sampah sebelum diizinkan masuk ke kelas.

Tidak sampai di situ, hanya aku yang berada di lapangan ini. Bermandikan peluh matahari, terjemur panas raja siang yang tak bosan menyingsing. Cowok berkulit putih pucat yang terlambat itu entah ke mana, mungkin saja diberikan hukuman yang lain oleh panitia ber-name tag hijau tersebut.

Setelah mengambil botol plastik terakhir, aku menghela napas lega. Kantung kresek ini sudah penuh. Barulah aku diizinkan memasuki kelas. Akan tetapi, sebelum kembali ke kelas, aku ingin ke kantin terlebih dahulu untuk membunuh rasa haus.

Incredible FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang