2. Patung

2.4K 299 6
                                    

Jalur yang ditempuh untuk sampai di Villa itu jauh dari yang aku bayangkan. Karena tempatnya yang terbilang sangat terpencil, aku fikir jalanannya pun jelek dan banyak lubang dimana mana. Tapi, ternyata tidak seburuk yang aku fikirkan.

"Hob, berama lama lagi?" Aku sudah tidak sabar ingin sampai di tempat itu. Meskipun, di awal aku memang menolak pergi ke tempat itu mati matian.

"Disini sih sudah nggak jauh lagi." Ucap Hobi sambil menatap maps di depannya.

"Ohh!! Itu plangnya!" Nadine sangat antusias saat melihat nama Face of Villa Viking yang terpampang sangat jelas. Akupun ikut menyipitkan mataku. Ukiran tulisan itu tidak begitu aneh.

Mobil Hobi memasuki pelataran Villa. Aku tercengang. Begitupun kedua temanku. Ini gila. Sangat diluar nalar. Halamannya luas. Tertata sangat rapi. Bohong, jika tidak ada penghuni disini. Jelas sekali kondisinya bersih.

Kami bertiga tidak turun dari mobil. Tatapan kami masih sibuk meneliti halaman Villa yang sangat tertata elegan itu. Tanaman yang saling menjulur tapi di potong rapi. Bunga bunga yang mekar dengan sangat indah. Dan pohon rindang di kedua sisi Villa. Mirip seperti rumah yang sering aku lihat di buku dongeng.

"Ini serius tempatnya yang ini?" Nadine bergumam pelan. Sepertinya kami bertiga sepemikiran.

"Ayok turun. Pasti ada orang disekitar sini. Nggak mungkin Villa ini nggak berpenghuni." Kamipun turun dari mobil sesuai perintah Hobi. Saat membuka pintu dan keluar dari mobil, hawa dingin langsung menyerang di seluruh tubuhku. Aku rasa, hari masih siang. Matahari juga masih terik. Tapi dinginnya terasa sangat luar biasa.

Aku merapatkan jaketku. Berharap ada sedikit rasa hangat di antara dingin yang mencoba menyapa.

"Matahari nggak berfungsi apa ya? Dingin banget." Nadine mendengus sebal. Aku fikir cuma aku yang merasa dingin. Haha. Pikiran konyol ku mulai lagi.

Hobi mengarahkan dagunya kedepan. Mengintruksi kita agar ikut masuk dengannya, meninggalkan koper dan keperluan kami di dalam mobil.

Kami berjalan menyusuri halaman. Ada air mancur di sudut kiri halaman. Di depannya ada dua patung bersayap. Aku mengamati dua patung itu. Juga air, yang terdengar gemericik. Sampai akhirnya Hobi menyeretku untuk masuk ikut ke dalam.

Sebenarnya, kami sudah mencoba mencari penginapan di sekitar Villa. Tapi sama sekali tidak ada penginapan. Adapun, lokasinya sangat jauh dari Villa. Maklum, Villa itu ada di tengah hutan yang hampir tidak terjamah manusia. Dan akhirnya, kami memutuskan untuk membangun tenda tak jauh dari Villa.

Kami berjalan menuju pintu utama. Jantungku berdegup kencang. Tangan ku berkeringat dingin. Suhu tubuhku terasa naik. Aku tidak takut. Aku hanya sedikit, gugup.

Hobi melirik ke arahku dan Nadine sebelum tangannya mendorong pintu besar berwarna coklat dengan ukiran burung burung terbang. Kalian tahu, pintunya pun tidak berdebu. Padahal aku fikir, Villa itu akan terlihat sangat kumuh dan menyeramkan. Berlapis debu, dan banyak sarang laba laba. Dan semua perkiraan itu, benar benar berbalik 360°.

Pintu terbuka pelan. Aku memegang tangan Nadine. Tiba tiba rasa gugupku semakin mencekik ku. Ini melebihi dari aku yang gugup saat ketahuan berbohong pada ibu tentang uang sekolah yang aku pakai buat berbelanja.

Nadine mengelus punggung ku. Setelahnya, aku merasa sedikit tenang. Hobi berjalan mundur dua langkah, sebelum mengambil lengan kami lalu menggandengnya.

Itu sudah seperti kebiasaan. Hobi akan berada di tengah antara aku dan Nadine. Dan Hobi juga akan paling sigap saat ada tanda bahaya menyerang ke arah kami. Bisa ku akui, Hobi punya tingkat kepekaan yang sangat tajam.

"Ini tempat apa?"

Hal pertama yang aku lihat, adalah ruangan luas dengan banyak ukiran dan juga patung. Mirip Museum. Serius. Bahkan ini bisa dikatakan Museum kuno dari pada harus disebut Villa.

Tempat ini ada dua lantai. Tidak terlihat angker sama sekali. Tidak ada suara. Hening. Benar benar sangat hening. Bahkan, saking heningnya detak jantung dan hembusan nafas kami bisa terdengar sangat jelas.

Aku berjalan memimpin teman temanku. Hobi masih menggandeng tangan kami. Sampai akhirnya, Hobi melepaskan gandengan tangan kami, dan dia berjalan ke arah tiga patung putih bersayap yang saling berhadapan. Hobi tepat berdiri di antara patung itu.

Sementara Nadine, temanku itu memilih melihat lihat lukisan yang tertempel di dinding.

Aku berjalan lurus. Mataku menemukan sesuatu. Patung paling besar dari semua patung yang ada di Museum, ah bukan. Maksudku Villa. Di Villa itu ada 6 patung. Semuanya memiliki sayap. Tiga diantaranya sedang di amati Hobi. Dua lainnya sedang berpelukan. Mungkin mereka berpasangan. Satunya sedang duduk dengan kepala menatap ke depan. Dan satunya lagi yang paling besar, duduk di sebuah kursi yang megah. Patung besar itu terlihat sangat angkuh.

Aku berjalan ke arah patung yang paling besar. Mataku tidak bisa teralihkan dari mata patung itu. Meskipun bentuk matanya putih, tapi aku merasa bahwa patung itu seperti hidup. Matanya terlihat seperti menatapku.

Saat langkahku terus berjalan ke arah patung paling besar, suara Nadine mengagetkanku. Membuatku langsung menoleh ke arahnya.

"Cepetan kesini. Dan lihat ini."

Aku dan Hobi saling pandang. Kemudian kami berjalan mendekati Nadine.

"Apa ini semua buatan manusia?" Tanya ku pada kedua temanku.

"Entahlah, tapi kalian harus lihat ini." Ucap Nadine.

Kami mengikuti arah pandang Nadine. Dan kami pun sedikit tercengang. Kaget.

Itu makanan. Benar. Makanan itu bahkan sepertinya sengaja di hidangkan. Terlihat dari kepulan asap di makanan itu. Buah buahan yang di sediakan pun juga terlihat sangat segar.

"Apa ini semacam persembahan?" Tanyaku heran.

"Persembahan? Untuk apa?" Hobi membalas pertanyaanku.

Aku mengendikkan bahu. Masih menatap sajian makanan yang menggiurkan itu. Meskipun terlihat sangat enak, tapi aku tidak merasa lapar atau menginginkannya. Aku tidak berselera untuk mencicipinya.

Mata kami masih menatap hidangan enak itu. Itu hidangan yang sangat lengkap. Ada daging, sayur, buah, dan minuman berwarna merah seperti wine(?). Aku menghitung gelas yang ada di dekat sajian. Satu, dua, aku mulai menghitung dengan suara. Sampai hitungan ke enam. Ada enam gelas.

"Tunggu. Ini enam gelas?" Aku menatap kedua temanku. Mata kami saling melotot tajam. Kemudian dengan mengumpulkan keberanian, kami menoleh ke arah belakang. Dengan sangat hati hati. Dan saat tubuh kami berhasil menoleh ke belakang,

"Celaka!" Umpat Hobi.

"Tempat apa ini?!" Seru Nadine.

Semua berubah. Semua sudah tidak seperti tadi. Alas yang kami pijaki menjadi keramik yang sangat indah. Lampu lampu menyala sangat terang. Semua terlihat berkilau. Tempat ini berbeda dari awal kami datang. Tempat yang sedikit usang dengan penerangan minim itu, berubah seperti istana. Benar. Ini semacam istana atau rumah milik sultan yang paling mewah.

Dan jangan lupakan,
Patungnya.

Patung patung itu berubah posisi. Semuanya menghadap ke arah kami. Ke enam patung itu, kini tepat berada di depan kami.


***





Bagaimana cerita kali ini?

Jangan lupa vote dan komen 💜

Are You Human? #TaehyungKim ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang