BAB III

47 7 0
                                    

Melangkah perlahan, Qiana mengamati setiap sudut apartemen Kara dengan teliti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Melangkah perlahan, Qiana mengamati setiap sudut apartemen Kara dengan teliti. Bentuknya yang minimalis dan sederhana sangat nyaman untuk Qiana. Mengingatkannya pada rumah di Jakarta, sangat berbeda sekali dengan tempat tinggal kakaknya yang mewah.

Tanpa sadar tatapan Qiana terfokus pada sebuah foto di dekat televisi. Foto dua orang gadis yang Qiana pernah jumpai. Dua orang yang dulu menolongnya. Qiana bertanya-tanya dalam hati apakah 'partner' yang Morgan katakan padanya itu adalah gadis berambut merah difoto ini?Jika iya Qiana makin penasaran untuk mencari tahu.

"Apa yang sedang kamu fikirkan? Apa kamu masih terkejut soal preman tadi?"

Qiana tersentak, ia berbalik dan melihat Kara yang datang sambil memegang dua gelas minuman dingin, meletakannya di meja, lalu meringgis setelahnya.

"Ah, iya. Hanya sedikit penasaran. Apa lukamu masih sakit?" Qiana benar-benar cemas melihat keadaan Kara yang sepertinya masih merasakan dampak dari luka yang di dapatkannya.

Kara tersenyum melihat ekspresi khawatir partnernya yang lucu. Setiap kali melihat Qiana, ia terus saja teringat dengan Leon.

"Sudah mendingan, tenang saja. Lagi pula ini merupakan konsekuensi pekerjaan yang kita lakukan, kamu sudah tahu itu kan?"

"I..yap. Sangat tahu. Tapi aku tidak menyangka dalam menghadapi masalah dan mencari informasi kalian agak sedikit.... errr.." Qiana terdiam sejenak memandang tidak enak pada Kara sebelum melanjutkan perkataannya "...bar-bar dan tidak legal. Maaf ini hanya pendapatku. Jujur, karena di pekerjaan sebelumnya aku tidak pernah melakukan sesuatu seperti yang kamu lakukan tadi."

Qiana menatap takjub saat dia dengar Kara tertawa renyah. Sejak bertemu, baru sekarang ia melihat partnernya berekspresi lepas.

"Jelas saja beda. Polisi di wajibkan bertindak terbuka, sedangkan kami .. are always secret, Qiana." Di akhir kalimat Kara berbisik lirih. Satu matanya berkedip ke arah Qiana, kemudian tersenyum penuh arti.

"Bagi agen seperti kami. Bahaya selalu menghantui setiap detik. Aku tidak bisa bilang pekerjaanmu yang sekarang bisa lebih berbahaya dari pada saat kamu di kepolisian. Tapi kamu akan tahu resiko yang akan kamu tanggung disini jauh lebih banyak." Dia meminum gelas miliknya, meletakkanya kembali, lalu mendongak lagi.

"Kita mencari tahu apapun Qiana, semua informasi yang di butuhkan oleh klien yang datang. Bahkan jika itu menyangkut pemerintahan sekalipun."

Qiana menganggukkan kepalanya. "Benar juga, aku tidak boleh memandang remeh pekerjaan ini."

BRAK!

"KAKAKKKKKKKK!!!"

Dobrakkan keras dari pintu yang dibuka paksa, dan teriakan melengking membuat Qiana tersentak kaget. Tanpa sadar tangan kanannya terangkat ke dada, merasakan bagaimana bagian tubuhnya itu berdetak kencang karena terkejut.

Delta7 TeamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang