BAB VIII

14 4 2
                                    

Kara bermimpi lagi. Ia punya firasat jika mimpi buruk ini terus mengusiknya berarti sesuatu itu makin cepat datang. Kotak kecil yang gelap berserta suara tembakan terdengar kacau begitu Kara membuka mata. Dia mendegar barang berjatuhan, pukulan keras lalu tembakan lagi dari arah kanan.

Kara bisa membayangkan bagaimana mereka saling menyerang, tapi dirinya yang ketakutan hanya bisa menutup telinganya yang berdengung. Di dalam kotak Kara mendengar terikan keras terdengar menyumpah, tembakan terus terdengar lagi sampai teriakan itu berubah menjadi suara wanita yang memohon hingga akhirnya berhenti dan ruangan itu menjadi sunyi.

Ada darah mengalir di bawah sana, di lantai. Kara kecil hanya bisa menangis dalam diam. Air matanya turun tapi sekuat tenaga ia berusaha tidak memambuat suara apapun. Langkah kaki makin terdengar dekat ke arahnya. Sepatu pantofel hitam yang mengkilap modar- mandir di depan sana.

Tiba- tiba Kara merasakan sesuatu yang geli di bahunya. Kara menoleh dan menemukan seekor laba- laba dinding yang berukuran cukup besar tengah berjalan menelusuri lengannya. Laba- laba berwarna coklat kekuningan dengan tubuh loreng putih hitam dan kaki jenjang. Jika itu hari biasa, dan keadaan biasa Kara pasti akan berteriak. Tapi otak kecilnya cepat bereaksi dengan keadaan, masih menggigil gemetar Kara menaruh satu lengannya perlahan ke bawah, membawa laba- laba itu untuk turun sendiri ke bawah dan pergi.

Rencananya berhasil. Laba- laba itu turun lalu melangkah cepat keluar dari kotak gelap. Kara agak mendesah legan, sebelum ia dinuat tercekat lagi oleh apa yang terjadi. Sesaat sebelum laba- laba itu mencapai jarak yang aman ke kolong meja yang lain, kaki berlapis sepatu mengkilap langsung menginjaknya dengan sengaja. Membunuh hewan tidak bersalah itu dalam sekali pinjakan keras. Kara kecil masih disana, diam dengan mata melotot saat laba- laba itu bergerak- gerak sedikit sampai akhirnya mati.

Saat itulah Kara terbangun, dia tersentak dan langsung di sambut lengan Morgan yang menjadi sandaran. Kara yang masih setengah mengantuk, saat tanpa sadar melingkarkan dirinya makin erat dengan Morgan. Di kepalanya ia hanya berpikir singkat. Setidaknya Morgan lebih baik dari pada pria di sisi lain yang membuatnya marah setiap saat.

***

Jalan setapak licin yang di kelilingi pohon tinggi menjadi teman perjalanan mereka. Lumut di bebatuan basah membuat Kara beberapa kali tergelincir. Meski sepatu hak tinggi telah lama tertinggal di lantai mobil, tetapi alas sepatu kets lusuh yang membuat dari karet membuat ia kesulitan berjalan. Beruntung Morgan cekatan sehingga tiap kali ia tersandung, selalu ada punggung atau lengan yang menahanya.

"Kamu baik- baik saja?"

Wajah Morgan tampak kacau, Kara yakin ia tidak tidur selama perjalanan.

"Ya." Kara menjawab sekenanya lalu berjalan lagi.

Matahari mulai menampakkan diri dari sela- sela daun rimbun di sebelah timur. Cahaya jauh lebih jelas sekarang, dengan warna abu- abu bukan gelap pekat dan hanya di sinari beberapa senter kecil. Beberapa kali Kara menoleh ke belakang, di liriknya tempat adiknya berada. Kara percaya Kairav akan menjaga Leon, ia yakin pria itu akan mempertaruhakan segalanya untuk anak itu tapi sebagai kakak Kara tidak bisa berhenti cemas. Terutama sejak Kairav bilang bahwa ia telah membawa semua orang dalam hidupnya masuk bahaya.

Dia satu sisi Kara ingin mengetahui kebernaran atas kematian sahabatnya, tapi di sisi lain dia juga tidak ingin melibatkan siapapun terluka karenanya.

Rio berhenti saat mereka mencapai gerbang tinggi yang terhubung dengan dinding yang tertutupi tanaman merambat. Ada pegangan besi yang berbentuk setengah lingkaran. Rio mengambil alih pegangan itu dan mulai mengetuk beberapa kali.

Uniknya suara dari besi yang beradu terdengar lebih keras dari pada bel. Beberapa saat kemudian seorang setengah baya muncul, tubuhnya gempal tinggi dan cukup berotot. Rambutnya hitam agak gondrong tampak necis berpadu dengan kumis rapi dan jangut lebat.

Delta7 TeamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang