Setelah Kairav memperkenalkan Baiyu. Leon sama sekali tidak merasakan firasat aneh. Pria itu hanya teman lama Kairav, seorang guru yang tengah meminta bantuan. Hanya itu. Tidak lebih. Leon terlalu terpukau pada penampilan seseorang untuk menyadari ada yang tidak beres.
Sepanjang perjalanan pulang, ia hanya terfokus ke Qiana dan senyum manisnya. Leon masih memikirkan orang yang sama bahkan saat dirinya sampai di rumah. Kairav sebenarnya memerintahkan mereka untuk tinggal di hotel tapi Kara berpikiran lain. 'Rumah selalu menjadi tempat aman untuk pulang.' Itu yang dia katakan dan Leon lebih suka menuruti permintaan kakaknya dari pada orang lain.
Terlentang di sofa ruang tamu, Leon melamun menatap langit- langit bercat putih. Cahaya matahari sore mulai membias hilang di antara garis horison. Tertutup bangunan- bangunan kota dan pegunungan yang terbentang panjang dari pinggir kota Jogja.
Kara duduk di dekatnya, membantu Leon menyortir barang- barang dari dalam koper mereka. Tiba- tiba saja Leon mendengar ada suara batuk aneh, seperti seseorang tengah menahan tawa tapi agak mengejek juga. Ia menoleh dan matanya langsung memicing protes. Ternyata benar sang kakak tengah menertawakannya.
"Apa itu?"
Leon menatap bingung, tapi Kara hanya menggeleng. Ini membuat sang adik makin kesal, bangun terduduk sembari menggampit bantal diantara perut. Alis Leon menikuk turun, bibir bawah mengerut. Ia jadi tampak lucu. Kara akhirnya menyerah. Ia melempar kain kotor ke tumpukan keranjang yang akan di cuci lalu bangkit mendekati adiknya.
"Apa yang kakak tertawakan?"
Kara masih terkikik saat duduk di sebelah Leon. Tangannya naik ke pundak Leon memeluk dari samping lalu mengelus sisi rambut Leon yang berantakan karena bergesekan dengan sofa.
"Kamu. Kakak lihat kamu senyum- senyum sendiri sejak tadi. Apa ada yang sedang kamu pikirkan? Seseorang mungkin? Qiana?"
Leon yang ketahuan langsung mengelak dengan wajah merona. "Si- si- siapa bilang? Mana mungkin aku memikirkannya!"
"Bukannya kamu suka dia?"
Leon mengendus ketus. "Mana mungkin aku suka gadis brutal seperti itu, kak!"
Ia coba mengalihkan pandangan dari sang kakak yang membuat senyum usil.
"Nggak perlu malu. Kakak tahu kamu seperti apa. Ingat, aku kakakmu Leon dan kita sudah tinggal bersama sejak kamu kecil."
Leon kembali mengerutkan bibir. "Siapa lagi yang tahu?"
Kara mengangkat bahu. "Semua orang, mungkin? Kurasa Mama dan Papa tahu. Mungkin, hanya Qiana saja yang tidak sadar."
Leon mengendus ketus. "Dia memang bodoh."
"Aw!" Leon merasakan cubitan kecil di siku lengan kanan. Itu tidak sakit, hanya saja cukup untuk membuat dia terlonjak karena terkejut. Kara di sampingnya membuat gerakan tangan seolah memperingatkannya untuk menjaga ucapan.
"Papa dan Mama akan pulang besok lusa. Mereka akan membawa kita ke rumah utama untuk meminta ijin nenek. Biasakan dirimu untuk bersikap seperti yang mereka mau, oke?"
Leon berdecak kesal. "Ck, aku lebih suka tempat ini!"
Kara ikut menatap ke sekeliling. Cahaya lampu cukup terang, membuat pemandangan di luar jendela di belakang mereka terlihat seperti lukisan.
"Aku juga." Wanita itu mengendus kemudian mengalungkan tangan ke pundak sang adik lagi.
"Tapi tempat ini sudah tidak aman lagi. Kamu ingat kejadian kemarin? Orang- orang itu, mereka masih mengincar kita. Jika mereka bisa menemukan tempat misi BIT-A, mereka juga pasti sudah tahu dimana kita tinggal."
![](https://img.wattpad.com/cover/193260786-288-k587132.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Delta7 Team
ActionBiro Investigasi Tim-A atau BIT-A adalah sebuah badan mata- mata swasta yang bertugas mencari informasi. Beberapa kasus pembunuhan terakhir yang mereka tangani, di duga berkaitan erat dengan kematian anggota tim Delta7. Tim terbaik dimana Jiang Q...