Laurent duduk dengan tatapan kesal kearah sean yang tengah membaca buku menu dengan cermat. Setelah memesan dua porsi steak dan salat barulah gadis itu membuka suara.
"Kau mengancamku" Tuduhnya dengan mata menyipit menatap Sean yang tertawa pelan mendengar ucapannya. "Lebih tepatnya aku mengajakmu." Koreksinya, Laurent tertawa sinis. Memang benar Sean tidak mengancamnya tapi Sean menggodanya dengan steak kesukaan laurent agar gadis itu tidak dapat menolaknya apalagi dia belum sempat makan "hei kau masih marah padaku?" laurent menatap sean yang balas menatapnya dengan perasaaan bersalah. Sebenarnya laurent merasa sedikit bersalah karena sikapnya, tidak seharusnya dia bersikap seperti itu karena bukan haknya ia melarang sean berpacaran juga mereka tidak memiliki hubungan spesial. Laurent memang marah atau lebih tepatnya sangat marah saat sean mendorongnya untuk menjauhi jenna dan membentaknya dengan suara keras membuat hati laurent terasa nyeri, dia takut saat ada orang yang membentaknya seperti sean saat itu tapi setelah dipikir-pikir dia sudah terlalu kelewatan.
"Laurent apa kau mendengarku?" Sean membuyarkan lamunannya sontak ia mengangguk kemudian berdeham "Tidak apa-apa. Aku yang kelewatan karena marah padamu seperti ini" Sean ingin membalas ucapan gadis itu namun terpotong karena seorang pelayan sudah datang membawa steak pesanan mereka. Senyum laurent mengembang saat melihat hidangan tersebut, hal itu membuat sean terkekeh dan mulai melahap makanan mereka.
"Hei bukankah sedikit aneh? Kita datang menggunakan seragam sekolah ke restoran seperti ini" sean berpikir sejenak kemudian mengangguk setuju. Memang aneh karena kebanyakan orang yang datang dan makan disini adalah para pekerja kantor atau lebih tepatnya lebih banyak orang dewasa yang datang menggunakan pakaian formal sedangkan kedua orang ini dengan santainya masuk dengan pakaian seragam sekolah yang masuh melekat utuh di tubuh masing-masing. Selama beberapa menit mereka sibuk dengan makanan mereka. Setelah menghabiskan steak miliknya laurent melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya "Sean kurasa kita harus pergi sekarang aku harus latihan" Laurent meneguk habis air putihnya dan bergegas bangkit dari kursi "Tapi-salatnya" kata sean terbata-bata
"Bungkus saja. Ayo"
"Laurent. Mana ada membungkus salat di restoran seperti ini?" jawabnya lebih ke pernyataan laurent mendengus "Kalau begitu biarkan saja, ayo ini sudah telat"
"Tapi salatnya mahal" tanpa membalas protes dari sean, gadis berkulit putih itu menarik Sean keluar. Laurent memang sedikit menyesal melewatkan salatnya dan pergi begitu saja, padahal salat direstoran ini sangat enak. Setelah membayar keduanya keluar dan pergi ke tempat latihan laurent yang ternyata hanya bersebelahan dengan rumah Sean."Kukira kita akan pergi ke tempat kursusmu yang lama" Laurent menggeleng kemudian menyunggingkan seulas senyumnya yang memukau saat berpapasan dengan beberapa seniornya. Tempat ini sudah mulai sepi karena pelatihannya selesai sebelum jam tujuh malam, biasanya hanya beberapa dari mereka yang pulang sedikit terlambat karena berlatih untuk mengikuti beberapa kompetisi. "Kau pulanglah"
"Lalu kau akan pulang sendirian?" laurent menghela napas panjang kemudian mengambil sepatu balletnya "Rumahku bersebelahan dengan tempat ini idiot" Sean terkekeh namun tidak pergi meninggalkan laurent. "Pergilah, pacarmu mungkin ingin jalan-jalan" sebelah alis sean terangkat bingung. Dia hampir lupa mengabari Laurent bahwa dia telah mengakhiri hubungannya dengan Jenna.
"Kau ingin aku pergi sekarang?"
"Tidak juga hanya saja....Jenna sangat menakutkan kalau sedang marah" Laurent bangkit setelah mengenakan sepatu ballet miliknya.
"Aku putus dengannya" Laurent menoleh dengan wajah bertanya karena suara Sean yang tidak terlalu jelas "Aku putus dengan Jenna" Laurent terbelalak dan jantungnya serasa ingin meloncat, sebenarnya tidak mengherankan seorang sean putus dengan pacarnya padahal belum lama pacaran. Tapi ini adalah Jenna, bukan gadis biasa yang akan menyerah begitu saja kalau dicampakkan seperti itu,
KAMU SEDANG MEMBACA
Last words
Teen FictionLaurenta morris. Seorang gadis yang kehidupannya terpenuhi karena kedua orang tuanya yang bekerja sebagai pengusaha terbesar di kota london juga seorang kakak laki laki yang tampan, dia sangat muda tersenyum karena hal hal kecil namun kehidupannya t...