🌷18

11 0 0
                                    

Biola ini salah. Aku salah membawa biola! Mungkin pada saat itu aku terlalu terburu-buru sampai tidak sengaja membawa benda sialan itu.

Itu adalah milik Lira dan warna juga ukirannya sama persis seperti punyaku. Bagaimana tidak, kami adalah kembar jadi setiap barang yang kami punya 89% semuanya sama.

Tapi ini buruk. Sangat buruk! Aku bahkan tidak sanggup menatap biola itu lagi. Biola itu menyimpan memori buruk dan aku bisa gila kalau harus tampil menggunakan benda ini.

Aku berpikir sejenak mencoba untuk mencari cara agar aku tidak perlu menggunakan benda ini. Alex! Benar aku bisa meneleponnya untuk membawa punyaku ke kota Cumbria.

"Alex aku butuh bantuanmu!" sergahku begitu panggilannya terhubung.

"Tolong yang masuk akal. "

Aku memutar bola mataku malas mendengar penuturannya. Tentu saja ini masuk akal, karena ini adalah--ahh sudahlah!

"Aku salah membawa biola. Bisakah kau mengantarkan punya ku?"

Terdengar helaan napas panjang dari seberang sana. "Aku sangat sibuk hari ini Laurent, "

"Tapi--"

Tut.... Tut... Tut...

Sial! Sambungan terputus begitu saja. Alex bahkan belum mendengar alasan aku harus mengganti biola ini. Decakkan terdengar setelah beberapa saat kemudian kemudian aku melemparkan pandangan kearah biola tersebut. Benda sialan! Kenapa begitu mirip dengan punyaku!

Tok... Tok... Tok..

Kali ini perhatianku teralih kearah pintu yang kini terbuka setelah beberapa detik orang itu mengetuk. Alisku terangkat sebelah seolah bertanya 'apa yang kau lakukan disini? ' tanpa menjawab pertanyaanku itu dia secara tiba-tiba menarikku keluar dari kamar penginapan dan membawaku ke salah satu taman dekat penginapan, atau mungkin taman ini juga milik penginapan yang kami tempati.

" Aku ingin membahas rencana untuk besok,"

"Silahkan tuan..." ujarku dan langsung mendapat decakkan dari Jacob.

"Sudahlah, aku jadi malas berbicara sekarang."

Kali ini gantian decakkan terdengar dan itu berasal dariku. Apakah pria ini sengaja membuatku penasaran? Yang benar saja!

Dalam satu sentakkan, tanganku dengan ringan melayang dan memberikan satu pukulan di kepalanya. Jacob meringis sembari mengelus kepalanya yang baru saja mendapatkan hadiah besar dari tanganku. "Itu peringatan untukmu"

Walaupun kesal dengan Jacob, tetap saja bibirku tak bisa menahan senyuman yang timbul begitu saja ketika melihat wajah Jacob yang menurutku sangat menggemaskan.

Pria dihadapanku ini kemudian mendengus dan berbaring diatas kursi taman dengan kepala yang tersandar diatas pangkuanku. Begitu banyak umpatan yang berdesakkan ingin keluar dari mulutku karena rona pipi tanpa izin muncul di susul oleh jantung yang berdetak tak karuan. Jacob sangat pintar dalam hal membuatku salah tingkah.

"Bangun. Aku tidak ingin terjadi aksi jambak-jambakan bersama Nala."

"Tenang saja, dia tahu kita berdua hanya teman." Ujarnya seraya menarik surai panjangku sehingga mau tak mau kepalaku sedikit tertarik kebawah.

Menyebalkan!

Sejak kapan dia berubah menjadi semenyebalkan ini? Aku sudah tidak bisa menghitung seberapa sering aku dibuat kesal olehnya. Rasa kesalku semakin bertambah ketika suara tawa ringan keluar dari mulutnya dan masuk tanpa izin kedalam telingaku membuat bulu kudukku meremang seketika karena suaranya yang sungguh berbeda. Sontak hal tersebut membuat tanganku secara refleks menampar mulut sialannya yang mengeluarkan tawa tak sopan itu.

"Hey! Kenapa tampar?!" Protesnya dengan wajah terkejut.

"Kau membuatku berdebar, dasar bodoh" Gumamku pelan dan ku yakin tak ada yang bisa mendengarnya selain aku. Samar- samar aku menyunggingkan senyum tipis dan bernapas lega karena untuk sementara ini aku melupakan ketakutanku pada biola itu.

Untuk sementara.

🌸

Berkali-kali aku berusaha mengatur debar jantung yang mulai tak karuan, napas yang memburu, juga tangan bergetar hebat. Aku bukannya demam panggung, tapi aku hanya takut tiba-tiba terjadi serangan panik karena biola yang sampai sekarang belumku sentuh itu.

Aku tidak bisa melakukan hal ini!

Ketika hendak beranjak dari tempat dudukku, Mrs. Jean muncul dari balik tirai dan memberi kode bahwa sebentar lagi aku harus segera tampil, dengan tangan yang masih bergetar hebat, aku mengambil dua jenis obat yang salah satunya adalah obat penenang yg baru beberapa kali ku sentuh berbeda dengan obat yang satunya.

Ketika waktunya untuk tampil, aku menghembuskan nafas gusar kemudian berjalan menuju panggung dengan kaki yang mulai lemas.

Dari atas panggung terlihat begitu banyak orang dan semua pandangan seketika tertuju padaku. Entah sejak kapan tapi, saat ini aku benar-benar gugup dan tidak ingin tampil sama sekali.

Tangan yang gementaran hebat dan nafas yang mulai memburu sungguh mengganggu. Namun tatapanku menangkap satu mata dari kursi paling belakang para penonton. Itu Jacob. Dia benar-benar menonton penampilanku.

Dari pergerakkan mulutnya terlihat dia mengucapkan kalimat 'tenangkan dirimu.' Seolah-olah dia tahu kalau aku sedang gugup atau lebih tepatnya takut.

Aku tidak tahu kenapa tapi saat itulah tanganku bergerak dengan sendirinya dan mulai memainkan biola.

Aku memejamkan mata sembari menikmati alunan musik yang kubuat. Peduli setan dengan biola ini, hanya lima menit tampil diatas panggung dan akan ku pastikan untuk menyingkirkan biola ini dari hadapanku.

Seperti biasanya, aku turun dengan suara tepuk tangan yang begitu menggema di aula ini. Objek pertama yang ku cari adalah Jacob. Aku kadang bertanya-tanya dalam benak, apakah keahlian pria satu ini adalah menghilang secara tiba-tiba? Demi Tuhan aku benar-benar benci untuk berkeliling aula hanya untuk mencari sosok sialan ini.

"Apa kau mencariku?" Aku sontak berbalik dan memukulnya dengan keras sehingga terdengar dia meringis pura-pura telihat sangat kesakitan.

"Berhenti berpura-pura dasar pria gila."

Jacob tertawa dan itu terlihat sangat manis dimataku, ahh sial! Apa yang baru saja aku pikirkan. Sungguh menjijikan dan memalukan.

"Kau tahu? Penampilanmu tadi sungguh aneh dimataku."

"Berhenti membual" balasku dengan nada yang terdengar malas. Sampai kapan dia akan membuat lelucon garing seperti ini.

"Aku merasa seperti deja vu." Ujarnya dengan nada serius. Oke, kali ini ucapannya sedikit membuatku merinding. Deja vu? Apakah yang dimaksudnya itu adalah Lira?

"Kau terlihat seperti patung yang kita temui di museum beberapa hari yang lalu."

"Hey! Apa-apaan itu! Sungguh tidak masuk akal"

Itu memang tidak masuk akal, tapi bodohnya aku malah ikutan tertawa bersamanya.














Tbc

👍🙏🙏🙏🙏

Last wordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang