Apa yang baru saja kulihat benar-benar seperti mimpi. Ponsel yang bergetar disertai nama yang tertera diatasnya membuatku tak bisa berkata-kata dan hampir lupa caranya mengeluarkan suara. Memang terdengar sedikit berlebihan tapi, oh ayolah bagaimana aku tidak terkejut disaat orang yang saat ini menelponku adalah Jacob.
Setelah menghilangkan rasa gugup selama beberapa saat, aku akhirnya memutuskan untuk mengangkat telepon dari Jacob.“Halo,”
Aku berdeham sebagai jawaban yang pada akhirnya menyesali perbuatanku sendiri. Kenapa malah jadi seperti gadis bodoh seperti ini?! Benakku. Alex yang saat ini sedang menyetir mobil untuk pulang kerumah pun mulai menaruh setengah perhatiannya padaku yang tingkahnya semakin aneh.
“Terima kasih sudah mengirimkan paket untuk ibuku.”
“Ehh, sama-sama. Apakah masih ada hal lain yang ingin kau sampaikan?” demi Tuhan, ini adalah perbincangan tercanggung antara kami berdua. Bahkan Alex sedikit terkekeh mendengar perbincangan kami.
“Tidak ada yang ingin ku bicarakan sebenarnya.”
“Ohh kalau begi--” sebelum aku mrlanjutkan kalimat terakhir, dari seberang sana Jacob terdengar mendesis kemudian memotong kalimat yang ingin ku lanjutkan.
“Sialan. Aku akan menonton pertunjukkanmu. Sampai jumpa.”
“Apa yang--” panggilan berakhir begitu saja dan butuh sekitar lima menit bagiku untuk mencerna kalimatnya barusan. setelah benar-benar memahami perkataannya, aku merasa pipiku memanas dan itu sangat memalukan. Aku benar-benar tidak dapat menahan senyum bahagia.
“Kau tidak berniat turun?” lamunanku buyar mendengar suara Alex. Aku menoleh kearahnya yang menampilkan raut wajah super menyebalkannya itu. Dia secara tidak langsung sedang mengejekku karena dengan gampangnya salah tingkah hanya karena kalimat dari Jacob.
“Sialan. Aku akan mengadu pada Mom!” detik itu juga aku langsung keluar dari dalam mobil dan berlari kedalam rumah, namun samar-samar aku masih bisa mendengarkan suara tawa Alex yang mana membuatku semakin kesal dan malu.
🌸
Hening yang memenuhi kamar pria berkulit putih itu kini diganti oleh suara bantal yang di banting diatas kasur dengar kasar berkali-kali. Karena belum puas meluapkan segala rasa malunya, Jacob mengacak rambutnya dengan frustrasi. Dia merasa seperti lelaki pecundang hanya karena tidak berani mengakui segalanya pada Laurent. Rasanya dia tidak becus menjadi seorang laki-laki. Jacob benar-benar tidak bisa membayangkan kalau ayahnya sampai tahu kalau anak laki-laki sulungnya tidak berani mengatakan yang sebenarnya kepada seorang perempuan dan tidak berani menerima reaksi dari gadis itu. Mungkin dia bisa diberi ceramah yang sangat panjang dari ayahnya.
Suara ibunya yang memanggil namanya dari lantai bawah pun berhasil mengalihkan perhatiannya. Makan malam sudah siap dan Jacob sama sekali belum mengganti pakaian seragam sekolah yang ia kenakan dari tadi.
Sang ibu yang merasa tidak ada respon dari anak sulungnya itu, akhirnya memilih untuk mengecek Jacob dikamarnya. Tujuan awalnya yang ingin memanggil Jacob untuk makan malam malah ia urungkan ketika melihat keadaan anaknya yang kacau seperti di penuhi oleh banyak sekali masalah. Sophie—Ibu Jacob—menghampiri putra sulungnya kemudian duduk di pinggiran kasur pria itu. Wanita paruh baya itu kemudian mengelus kepala Jacob dengan penuh kasih sayang kemudian mulai bertanya. “Kamu punya masalah?”
Mendengar pertanyaan dari ibunya, Jacob menghela nafas panjang kemudian duduk menghadap ibunya. “Aku sudah melakukan kesalahan.” Sophie mengernyit heran namun tidak mengeluarkan sepatah kata pun dan membiarkan Jacob lanjut bercerita soal masalahnya.
“Ini soal Laurent.”
Jacob menceritakan segalanya secara detail dan bahkan sampai dimana Laurent akhirnya jatuh pingsan karena kejar-kejaran dengannya. Ibunya mengangguk paham kemudian tersenyum penuh arti pada Jacob. Sophie mengerti apa yang terjadi pada Jacob dan alasan kenapa Laurent pingsan sehabis kejar-kejaran dengan Jacob.
“Kamu tidak melakukan kesalahan. Ibu mengerti karena kamu sama persis dengan ayahmu yang terkadang tidak mengerti dengan perasaannya sendiri. Tapi untuk saat ini, kamu harus mengatakan segalanya pada Laurent sebelum terlambat. Ibu tahu kamu pria yang berani.”
Jacob terdiam sambil mencerna setiap kalimat yang ibunya katakan. Ada yang mengganjal dalam pikirannya ketika mendengar perkataan ibunya. Kepalanya semakin pusing dan nama Laurent semakin memenuhi pikirannya. Sophie menatap Jacob dengan tatapan sendu, dia tidak ingin anaknya menyesal untuk kedua kalinya.
“Aku akan keluar sebentar.” Ujar Jacob yang membuat ibunya menatapnya heran.
“Kamu belum makan. Dengan siapa kamu keluar?”
“Tenang saja. Aku ada acara dengan teman-temanku.” Wanita paruh baya itu mengangguk kemudian beranjak dari tempatnya duduk lalu keluar dari kamar Jacob. Namun sebelum benar-benar keluar, Sophie mengecup kening putranya barulah ia benar-benar beranjak pergi.
Begitu pintu kamarnya kembali tertutup rapat, Jacob memilih mandi dan bersiap ke club malam ini. Sebenarnya janji yang ia buat bersama kedua temannya itu sekitaran jam sebelas atau dua belas malam untuk pergi ke club, namun pria yang kini baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang terlilit di pinggangnya, memilih untuk pergi lebih awal untuk menjernihkan pikirannya.
Motor sport hitam milik pria berkulit putih itu membelah jalanan di tengah keramaian kota London. Pikirannya sedari tadi tidak pernah beralih dari Laurent. Sampai akhirnya motor Jacob berhenti karena lampu lalu lintas yang berubah menjadi merah. Pria itu melirik mobil yang berhenti di samping motornya itu dengan penuh penasaran. Dia sangat yakin dan mengenal mobil itu. Kaca mobil yang sedikit terbuka dan menunjukkan siapa yang berada dalam mobil tersebut berhasil menjawab semua pertanyaan yang bermunculan di kepala Jacob. Itu adalah mobil Luna dan sepertinya mereka memiliki tujuan yang sama. Begitu lampu lalu lintas berganti menjadi warna hijau, Jacob langsung menancap gas menuju tempat tujuan dengan seringai yang tercetak sempurna di bibirnya.
Jacob memarkir motornya di tempat parkir kemudian melangkah menuju salah satu bangku yang tersedia di dekat pintu masuk club tersebut. Tak lama kemudian, pria itu mengeluarkan sebungkus rokom dan pemantik dari saku jaketnya, lalu membakar satu puntung rokok. Tujuannya duduk di bangku ini hanya untuk menunggu mobil yang ia lihat di depan lampu lalu lintas tadi, masuk ke club ini.
Mobil yang sedari tadi Jacob tunggu akhirnya muncul dan kini sudah terparkir rapi. Seperti yang ia duga, empat gadis yang sebaya dengannya keluar dari dalam mobil tersebut. Jacob tersenyum miring sembari membuang puntung rokoknya lalu beranjak masuk kedalam club sebelum para gadis itu masuk terlebih dahulu.
Club sudah mulai ramai seperti biasanya walaupun belum benar-benar sampai tengah malam, namun orang terus berdatangan dan musik semakin memekak pendengaran. Jacob yang tengah duduk bersama kedua sahabatnya itu tatapannya sama sekali tak lepas dari seorang gadis yang duduk di depan bartender namun sama sekali tidak menyentuh minuman beralkohol sama sekali. Jujur itu membuat Jacob sedikit bernafas lega karena biasanya gadis itu akan sangat brutal jika keluar bersama teman-temannya itu. Namun beberapa saat kemudian, rasa khawatirnya kembali datang karena gadis yang sedari tadi ia perhatikan kini terlihat sedang di ganggu oleh beberapa pria.
Keributan mulai terjadi dan para petugas keamanan berdatangan untuk menjauhkan pria tersebut dari gadis yang biasa kalian kenal sebagai Laurent.
Gadis itu terlihat sedikit terkejut dan tubuhnya yang di balut dengan crop top tanpa lengan dan celana jeans panjang itu sedikit gementaran. Ketika Jacob hendak bangkit dari tempat duduknya dan membawa Laurent pulang, ia malah terpaku melihat Sean yang dengan cepat memberikan jaket hitamnya kepada Laurent dan lebih dulu membawa Laurent pulang. Percaya atau tidak, tapi Jacob benar-benar tidak bisa menyangkal kalau dia kesal dan sangat cemburu karena sekali lagi ia terlambat.
TBC.
Happy reading!!
See you in the next chapter :*
KAMU SEDANG MEMBACA
Last words
Teen FictionLaurenta morris. Seorang gadis yang kehidupannya terpenuhi karena kedua orang tuanya yang bekerja sebagai pengusaha terbesar di kota london juga seorang kakak laki laki yang tampan, dia sangat muda tersenyum karena hal hal kecil namun kehidupannya t...