24🌺

12 0 0
                                    

Aku menahan perih di pipi yang sekarang malah membuatku pusing. Dasar perempuan sialan! Akan ku pastikan dia menerima dua kali lipat dari apa yang dia perbuat. Tamparannya sangat keras sehingga pipiku memerah.

Saking kesalnya aku sampai menangis karena tadi tidak sempat membalas perbuatan Nala. Terdengar kekanak-kanakkan memang, tapi siapa peduli, itu sudah menjadi kebiasaanku jika tidak sempat membalas perbuatan seseorang yang membuatku kesal. Tapi tentunya aku tidak akan menangis didepan orang-orang karena itu terdengar payah. Saat ini aku benar-benar kesal.

Suara derap kaki berhasil menarik perhatianku untuk mencari siapa yang berlari kearah koridor ini. Samar-samar aku melihat sosok itu semakin mendekat dan aku mengenali sosok itu. Jantungku berdetak semakin kencang, lalu dalam hitungan detik aku malah berlari menghindarinya alhasil, terjadilah aksi kejar-kejaran hingga aku mulai kecapean dan sesak nafas, berhenti sejenak karena sakit luar biasa dibagian dada.

Kepalaku terasa pusing dan berakhir tumbang alias jatuh pingsan.

🌸

"Bagaimana kalau hari ini kita ke rooftop saja? Supaya dia tidak menggangu,” ujar gadis berperawakkan tinggi. Berbeda dengan kembarannya yang tingginya bahkan tak jauh dari kata pendek.

Laurent tertawa pelan sambil menoyor kepala Lira. “Seharusnya aku yang berkata seperti itu. Ayo.”

Keduanya berjalan menyusuri koridor yang sudah sepi sambil bercerita, atau sesekali mereka memperdebatkan sesuatu yang kurang masuk akal. Kembar identik itu akhirnya sampai di ujung tangga menuju rooftop sekolah, namun langkah Laurent terhenti ketika merasa handphonenya bergetar. Setelah mengecek siapa pengirim pesan, raut wajah gadis cantik itu berubah datar. Tanpa berpikir dua kali dia langsung menonaktifkan handphonenya kemudian menarik tangan Lira yang masih menatapnya dengan penuh tanda tanya.

Udara diatas rooftop sangat sejuk. Wangi tanah basa sehabis hujan begitu menyegarkan pikiran. Keduanya duduk di salah satu bangku yang sudah sedikit kering sambil bersenandung pelan.
“Aku haus dan sedikit lapar.” Pernyataan dari Lira berhasil membuat kembarannya itu merotasikan matanya dengan malas. Memangnya siapa yang tidak tahu maksud dari Lira. Memilih untuk mengalah dan akhirnya beranjak dari tempatnya, Laurent menyimpan biolanya di sebelah Lira yang hanya bisa cekikikan karena dia berhasil membuat adiknya itu kesal.

Sebelum benar-benar turun dari rooftop, Laurent menyempatkan diri untuk kembali mengaktifkan ponselnya dan melihat sederet pesan dan panggilan tak terjawab dari Nick. Gadis bersurai panjang itu hanya berdiam diri menatap ponselnya dengan dahi berkerut. “Kamu kenapa?” Saat itulah kesadaran Laurent kembali dan segera menggelengkan kepalanya.

“Aku akan segera kembali. Tunggu disini saja.”
“Tenang saja. Memangnya aku akan menghilang dalam hitungan menit?” ujarnya dengan nada bercanda sehingga membuat kedua gadis sebaya itu tertawa bersama.

Laurent berjalan menuruni tangga dan berjalan menyusuri setiap koridor menuju kafetaria sekolah. Ketika sedang menunggu didepan kasir, satu sosok bertubuh jangkung yang barusan lewat di ujung koridor menuju rooftop menarik perhatiannya. Itu terlihat seperti Nick, tapi gadis itu segera membuang segala prasangka buruk yang tiba-tiba muncul di pikirannya.

Seusai membayar semua belanjannya, Laurent kembali ke rooftop. Namun langkahnya terhenti didepan pintu yang langsung membawanya ke rooftop ketika mendengar suara Lira tengah berbicara dengan seseorang.

Betapa terkejutnya Laurent ketika melihat sosok yang tadi ia kira Nick sekarang sudah berhadapan dengan Lira. Tidak perlu diragukan lagi, itu sudah pasti dia. Ini tidak baik. Tatapan Lira begitu tajam saat membalas tatapan Nick yang tak kalah tajam juga.

Last wordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang