Hari ini aku kembali ke sekolah setelah berhari-hari dirumah saja tanpa melakukan aktivitas apapun selain melatih kemampuanku bermain biola. Aku akhirnya memutuskan untuk fokus pada biola dan berhenti mengikuti kursus ballerina. Aku rasa itu adalah keputusan yang terbaik, mengingat sekarang aku sangat sering keluar masuk rumah sakit.
Aku berjalan memasuki gerbang sekolah dengan perasaan gembira. Saking gembiranya aku sampai tak sadar kalau sempat berpapasan dengan dua orang teman Jacob yang segera memanggil namaku di tengah koridor yang sudah mulai sepi. Refleks, tungkaiku berhenti melangkah dan aku menoleh kearah mereka berdua yang sedang berdiri di depan toilet pria.
"Apa?" Tanyaku tanpa basa basi.
"Jacob ingin bica--" belum sempat menyelesaikan kalimatnya, aku sudah melarikan diri dari posisi awal dan menuju ke arah lorong kelasku. Kalau kalian bertanya mengapa aku tiba-tiba melarikan diri, itu semua karena kemunculan Jacob yang keluar dari dalam toilet pria dengan dahi sedikit berkerut karena mendengar namanya disebut. Padahal awalnya aku yang ingin memberanikan diri menyapanya. Tapi nyatanya aku malah melarikan diri dan mencoba menghindar. Pengecut sekali diriku ini.
Aku tiba di depan kelas dengan nafas terengah-engah karena sehabis berlari dari toilet pria yang jaraknya tak terlalu jauh dengan kelasku. Hanya terpisah sekitaran lima ruangan saja.
Kelas terlihat sangat kacau dan anak-anak yang lainnya tidak peduli walaupun ketua kelas berulang kali menegur mereka. Sudah biasa.
"Laurent!" Teriak Cloe di tengah keributan didalam kelasku. Aku tersenyum tipis kemudian mendekat kearah ketiga monyet yang terkadang tidak ingin kuanggap teman.
"Aku punya kabar gembira untukmu. Percaya padaku kau akan menyesal karena berminggu minggu tidak masuk sekolah." Aku mengernyit heran. Memangnya berita apa saja yang sudah aku lewatkan? Aku tidak pernah melewatkan satu berita pun dengan cara mencari informasi dari Sara--sepupuku--yang merupakan pemimpin perkumpulan cewek sadis di sekolah dan memegang status sang ratu gossip.
"Langsung keintinya saja. Apa yang terjadi sebenarnya?"
Luna sedikit mencondongkan tubuhnya kedepan agar dapat berbisik. "Pendekatan Jacob dan Nala benar-benar berhenti sekarang." Aku mengangguk mengerti lalu menatap Luna untuk melanjutkan ceritanya.
"Semenjak awal karyawisata, hubungan mereka mulai renggang dan beberapa hari yang lalu mereka berdebat di ujung koridor kafetaria sekolah, setelah itu mereka tidak pernah saling tegur menegur. Sebelum perdebatan itu, Jacob terlihat sangat kacau dari hari-hari sebelumnya." Diam adalah satu kata yang dapat mendeskripsikan diriku saat ini. Aku berusaha mencerna apa yang diceritakan Luna barusan. Mungkinkah itu alasan mengapa Nala mengirim pesan berupa ancaman tersebut? Kalau dilihat dari ceritanya, itu cukup masuk akal.
"Tapi ada kabar buruknya," aku refleks mendongak meminta penjelasan lebih dari Luna.
"Ada gossip yang bilang kau adalah alasan pikiran Jacob mulai kacau."
"Apa?!!" Suara melengking yang ku keluarkan berhasil mencuri setiap perhatian dari anak-anak yang awalnya sedang melakukan kegiatan mereka sendiri.
Ini benar-benar gossip yang tidak masuk akal. Kalau itu semua disebabkan olehku, buat apa Jacob menolak pernyataanku mentah-mentah malam itu?
Semuanya semakin rumit dan membuatku pusing. Aku harap Nala tidak bertindak berlebihan.
🌸
Pembelajaran olahraga sebentar lagi akan dimulai dan kami baru saja selesai berganti pakaian.Kini kami sedang berbaris di tengah lapangan yang ditemani oleh terik matahari. Cuaca terlihat sangat cerah hari ini dan itu membuat gadis-gadis di kelasku merengek pada guru olahraga agar tidak melakukan praktek hari ini. Bukannya mempertimbangkan rengekkan mereka, dia malah memberi kami bonus untuk lari mengelilingi lapangan basket outdoor yang super luas itu.
Aku mengumpat dalam hati karena satu kelas malah harus panas-panasan lebih lama. Baru lima menit berlari, aku sudah ngos-ngosan dan sedikit sulit bernafas. Aku mendekat kearah guru olahraga lalu meminta izin untuk pergi ke UKS. Dan betapa beruntungnya aku, karena dia dengan ringannya mengeluarkan kata 'Iya' padahal dia biasanya akan bertanya seperti wartawan jika aku yang meminta izin. Mungkin karena aku sering bolos dan malah nongkrong di rooftop atau ruang kesenian. Apa pun itu aku tidak peduli.
Sesampainya di UKS aku hanya duduk tanpa melakukan apapun diatas ranjang UKS. Hampir lima belas menit aku habiskan hanya untuk melamun dan tidak berbuat apa-apa sampai aku menangkap satu sosok yang kini keluar dari ruang penyimpanan obat. Dia adalah satu sosok yang amat sangat aku kenali. Tubuhnya yang jangkung, kulitnya yang putih, hidung mancung, serta aroma parfum khas miliknya.
Kami berdua saling bertatapan cukup lama sampai aku memutuskan untuk mengalihkan pandangan darinya lalu segera keluar dari ruang UKS. Selama perjalanan menuju kelas, aku berusaha berpikir sebenarnya apa yang dia lakukan disana? Kenapa hari ini kami berdua selalu saja bertemu?
Aku menghela nafas berat ketika kejadian karyawisata kembali beputar di pikiranku. Sial!! Rasanya aku ingin berteriak.
"Laurenta Morris berhenti disitu sekarang juga!" Seketika tubuhku membeku di tempat. Apakah aku salah dengar? Barusan adalah panggilan dari suara guru olahraga. Dengan hati-hati aku mengintip dari ekor mataku dan benar, itu adalah si guru olahraga yang menyebalkan tak ada tandingnya. Kini dia berjalan mendekatiku yang sudah berancang-ancang untuk kabur tapi satu kalimat yang dia keluarkan berhasil membuatku tak berkutik.
"Diam atau ku sebar kabar penolakkan di taman saat karyawisata." Sumpah demi apapun guru tua ini benar-benar gila. Darimana dia tahu soal penolakkan itu?!
"Apa yang bapak bicarakan?" Tanyaku pura-pura bodoh.
"Tentang kau dan anak tim basketku. Sekarang pergi ke lapangan basket indoor dan bereskan semua yang ada disana. Itu hukumanmu. Tidak perlu bertanya saya tahu itu darimana karena saya menyaksikannya sendiri. Sekarang pergi." Penjelasan panjang lebar dari si guru olahraga berhasil membuat aku melongo tak percaya. Hari ini sungguh penuh dengan kejutan bagi dirinya. Bahkan dimulai dari dia yang kembali menginjakkan kaki ke sekolah ini sepertinya juga termasuk kejutan.
Memilih untuk pasrah, aku berjalan dengan kaki yang dihentakkan beberapa kali sehingga membuat si pak tua itu berdecak kesal seolah ingin memakanku saat ini juga.
"Kesialan ini akan benar-benar sempurna jika aku bertemu dengan Jacob untuk yang ketiga kalinya," ujar ku asal-asalan lalu memasuki lapangan indoor yang begitu luas dan penuh dengan bola basket yang berserakkan dimana-mana. Aku mendekat ke tengah lapangan dan mulai memungut satu persatu bola basket yang berceceran di lantai.
Sebelum benar-benar menjalankan hukuman, aku merogoh saku celana olahragaku dan mengambil satu tabung kecil berisikan beberapa obat dan segera menelan obat tersebut sesuai takaran agar mencegah kejadian yang tak diinginkan disini.
"Hah....gadis bodoh," gumam seseorang dari pintu masuk menuju lapangan indoor yang sedikit terbuka.
TBC.
VOTE PLEASE 😊😊😊
see you in the next chapter 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Last words
Fiksi RemajaLaurenta morris. Seorang gadis yang kehidupannya terpenuhi karena kedua orang tuanya yang bekerja sebagai pengusaha terbesar di kota london juga seorang kakak laki laki yang tampan, dia sangat muda tersenyum karena hal hal kecil namun kehidupannya t...