🍀14

10 3 0
                                    

Hujan turun tak lama setelah aku keluar dari ruang inap menuju ke koridor rumah sakit dan duduk di salah satu bangku. Angin membawa hawa dingin yang mampu membuat sekujur tubuhku menggigil.

Aku menunduk melihat pergelangan tanganku yang waktu itu di genggam Sean tempoh hari dan menyatakan perasaannya padaku.

"Dengarkan dengan cermat apa yang ku katakan ini," ujarnya

"Aku menyukaimu."

Aku termangu mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulut Sean. Lalu menggelengkan kepala mencoba untuk menyadarkan diriku sendiri kalau perkataan Sean barusan hanyalah khayalanku.

"Sean?"

"Itu benar kau kan?"

Sean mengangguk.

"Aku baru saja mendengar perkataan aneh di pikiranku." kali ini tawa Sean menyadarkan bahwa ucapannya barusan bukanlah khayalanku.

Aku berusaha memberi respon yang seharusnya aku beri namun sulit karena ada sesuatu yang mengganjal.

Aku tidak berdebar seperti dulu lagi.

Tak lama rasa hangat merambat ke seluruh tubuh dan membuyarkan lamunanku. Aku tersenyum simpul begitu menghirup aroma parfum yang amat sangatku kenal wanginya.

"Apa yang kau lakukan disini?" Jacob duduk di sampingku lalu menngangkat sebelah alisnya.

"Wiliam sakit." aku mengangguk mengerti lalu kami kembali ke pikiran maaing-masing hingga suara jacob membuyarkan lamunanku. Lagi.

"Kau sakit?"

"Sedikit. Mungkin."

Jawabanku berhasil membuat kerutan di dahinya. Entah itu karena dirinya kesal dengan jawabanku yang tidak pasti atau curiga dengan jawabanku. Entahlah aku tidak peduli karena ada kemungkinan kalau yang dia pikirkan saat ini adalah Nala.

Hangat.

Itulah yang kurasakan sekarang saat Jacob menggenggam erat tanganku yang bisa dibilang lumayan dingin. Sialnya detak jantungku tanpa izin berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya karena perbuatan jacob sekarang. Wajahku memanas dan sesegera mungkin aku memalingkan wajahku kearah lain, takut dia melihat pipiku yang merona.

"Aku minta maaf soal perkelahian yang tidak masuk akal waktu itu."

Aku mengangguk pertanda bahwa aku sudah memaafkannya tetapi tidak dengan Nala. Gadis itu sepertinya akan berada dalam daftar hitamku untuk selamanya.

Tangan Jacob masih setia menggenggam tanganku yang mengakibatkan mode salah tingkah ku hidup secara otomatis. Aku merutuki diri sendiri karena terus saja berdebar karena perlakuan Jacob. Demi apa pun, sekarang aku tidak tahu harus melakukan apa.

Bunyi ponsel jacob berhasil menyelamatkan kondisiku saat ini karena tak lama setelah ponselnya berbunyi pria itu segera melepas genggamannya yang membuatku menghela napas lega.

"Aku pergi menjemput Nala sebentar." Okey, aku tarik ucapanku barusan. Aku masih ingin tanganku di genggam oleh Jacob. Karena yang pada awalnya aku tersenyum, seketika pudar begitu mendengar satu nama. Nala.

Setelah mengatakan kalimat itu, Jacob beranjak dari kursinya tak lupa menepuk puncak kepalaku layaknya anak kecil. Kemudian berlalu dari hadapanku tanpa mengambil jaket yang masih setia bertengger di bahuku.

Alarm di ponselku berbunyi pertanda saatnya meminum obat. Dengan segera aku kembali kedalam ruang inapku untuk mengambil obat sekaligus beristirahat.

Baru beberapa langkah dari tempat dudukku tadi, secara otomatis aku memberhentikan langkah saat melihat Sean sudah berdiri di hadapanku dengan tatapan yang sulit di artikan.

Last wordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang