🌺08

9 3 0
                                    

Laurent mondar-mandir seraya menggigit kukunya dengan perasaan cemas bercampur bingung,saat ini sean berada di dalam rumahnya dan duduk dengan santainya menonton TV dilantai bawah. Sudah satu jam laurent berdiam diri di dalam kamar dengan posisi yang sama tidak berani turun untuk bertemu dengan sean.

Tok..tok..tok

Laurent sontak menoleh kearah pintu kamarnya yang baru saja mengeluarkan bunyi ketukkan, pertanda bahwa ada seseorang dibalik pintu, gadis itu menahan napas dengan wajah tegang "minnie?" mendengar suara lily memanggil namanya barulah gadis itu bernapas lega dan pergi membuka pintu kamar dengan perasaan lega. Namun perasaan itu hanya bertahan beberapa detik setelah ia membuka pintu, laurent mengutuk dirinya karena dengan mudahnya mempercayai panggilan tadi adalah lily-ternyata sean membuka rekaman suara lily dan sekarang ia berhadapan dengan sean yang menatapnya datar.

"tidak sopan" alis laurent terangkat sebelah.

"kau berdiam diri didalam kamar,sedangkan kau tahu aku berada di lantai bawah" kali ini laurent benar-benar tidak tahu harus menjawab apa. Karena tidak ada jawaban sama sekali, sean menarik laurent menuruni tangga dan berhenti di depan TV.

Hampir lima menit tidak ada yang bersuara. Laurent memilih untuk fokus pada handphonenya sedangkan sean entah kenapa tiba-tiba salah tingkah dengan sikap laurent yang tidak peduli padanya sama sekali. "maaf" ujar sean memecah keheningan. Laurent meliriknya sekilas lalu kembali fokus pada ponselnya "okey..aku minta maaf karena berpacaran dengan sahabatmu" kali ini pandangan gadis itu teralih pada sean yang kini berbalik menatapnya.

"sialan kau." Sean menunduk mendengar umpatan laurent padanya.

laurent menghela napas dengan berat kemudian bangkit dari sofa didepan televisi yang masih menyala dan melayangkan satu pukulan ke kepala sean. Pria itu sontak terkejut dan mendongak menatap laurent dengan mata membulat terkejut, gadis itu terkekeh lalu mengusap kepala sean yang tadi ia pukul "beritahu semuanya bahwa aku pergi ke club bersama luna" dan berlalu dari hadapan sean. Laurent pergi dengan perasaan lega bercampur lucu saat mengingat sahabatnya itu playgirl tingkat dewa yang amat sangat cepat bosan dengan pria seperti sean, ditambah lagi pria itu akan sangat kesal disaat cloe memutuskannya. Setelah berpikir cukup lama, laurent akhirnya tidak perlu khawatir tentang hubungan kedua orang itu karena akhirnya sudah diketahuinya.

Pukul dua belas malam, luna dan laurent kembali ke rumah dengan keadaan yang sedikit mengecewakan. Sahabatnya luna berlari kearah kamar kecil dirumah laurent dan memuntahkan isi perutnya karena terlalu banyak meminum alkohol. Laurent bertanya-tanya kenapa luna masih memaksa diri untuk minum banyak sedangkan dirinya tidak kuat, akhirnya gadis itu menghempaskan dirinya keatas kasurnya dengan tubuh yang masih dibaluti celana jeans hitam ketat dan atasan berwarna merah hati. Sangat disayangkan mereka pulang jam dua belas malam, laurent tidak akan bisa tertidur-setelah cukup lama berada didalam toilet luna akhirnya keluar dengan wajah pucat pasi seraya memeluk perutnya sendiri yang sepertinya kesakitan "oh..god, kurasa aku akan mati" laurent terkekeh mendengar ucapan luna yang sekarang ikut menghempaskan diri di atas kasurnya.

Kring!kring! luna berdecak kesal begitu mendengar ponselnya berdering pertanda seseorang menelponnya, dengan kasar luna menerima panggilan itu tanpa melihat sang penelepon "demi Tuhan, ini sudah tengah malam dan siapa gerangan yang berani menelepon jam segini?"

"hm...dan siapa gerangan yang mengizinkan mu pergi ke club, dan pulang selarut ini?" tentu saja suara diseberang sana mampu membuat seorang luna bungkam seribu bahasa dan membangkitkan rasa penasaran laurent yang masih terjaga dan mendengar percakapan luna.

"so..kau muntah, dan sekarang bersiap untuk tidur tapi tidak bisa?"

"sial...kau sangat pintar dalam hal menebak" laurent melirik gadis berambut panjang itu dengan alis yang hampir bertaut.

Last wordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang