"aww!!! Bisa kau hentikan jeweranmu?!!!" Sentak jacob sembari mencengkram tangan laurent yang masih setia menjewer telinganya dengan raut wajah polos. Jacob
Mendengus kemudian melepas cengkramannya dari gadis itu dengan cara mengenggam erat pergelangan tangan laurent dan menariknya secara kasar "lepas" seru laurent sesekali meringis karena genggaman jacob semakin keras dan menyakitkan."Lepaskan ku bilang" ulang laurent dengan suara bergetar.
"Tidak akan"
"Genggaman mu sakit! Bodoh!" Dan pada saat itu juga laurent menggigit tangan jacob sehingga pria itu melonjak kaget dan segera melepas genggamannya sembari mengusap-usap tangannya "ini lebih sakit!" Mendengarnya, laurent tersenyum sinis kemudian berlalu dari tempat duduknya dan pergi ke taman belakang sekolah bertujuan mencari cloe tapi yang ia dapat adalah nala yang sedang duduk sambil memutar-mutar ujung rambutnya dan menatap laurent dengan tatapan sinis "hai laurent" sapa nala yang membuat Laurent memutar bola matanya dengan malas, sebenarnya ia bukan cemburu atau apa pun itu dengan nala, hanya saja perbedaan tinggi mereka berdua sangat jauh dan membuat laurent harus mendongak untuk menatap gadis menyebalkan ini lebih mengesalkan "apa" balasnya dengan nada ketus "emm....tidak ada apa-apa sebenarnya. Aku hanya ingin membuat peringatan."
"Ya makanya kutanya 'apa' bodoh" sambung laurent yang tentu saja membuat api kemarahan nala menyala-nyala.
"Berhenti mendekati jacob!" Sontak ucapan yang penuh penekanan dari nala membuat gadis bersurai panjang itu menahan tawa yang sebentar lagi akan pecah "hah! Yang benar saja memangnya statusmu apa?"
"jauhi dia!" Ulang nala
"Sudahlah...buang-buang waktu saja bicara denganmu. Sampai nanti"
Baru saja laurent akan berlalu dari tempat itu, nala segera menarik surai gadis itu dan mendorongnya sehingga siku kirinya berdarah akibat terkena goresan ranting pohon kering dekat kolam, "Sialan! Yang benar saja kau!" Bentak laurent yang sesekali meringis kesakitan karna luka ditangannya akibat perbuatan nala "kau akan menyesal karna tidak mendengarkan ku" setelah mengatakan kalimat yang hampir membuat laurent memuntahkan sarapannya, nala berlalu dari hadapannya. Karena darah yang keluar dari sikunya tidak berhenti laurent pun memutuskan pergi ke uks untuk memgobati lukanya dan pulang ke rumah begitu mengingat kalau dia harus menyelesaikan konflik di keluarganya, memikirkannya saja sudah membuat kepalanya sakit dan sekarang ia harus mempersiapkan diri untuk menjadi anak pembangkang.
Drrt....Drrt...
"Halo?"
"Hei...aku berada di depan sekolahmu sekarang dan saat ini aku butuh pertolonganmu" mendengar suara sean dari seberang sana membuat laurent yang sedang merapikan perlengkapan uks berhenti sejenak "kau berkelahi dengan harry?" Tebak laurent yang hanya dijawab suara sean yang berdeham gugup.
"Lagi?!! Sean yang benar saja kau!"
"Hei...tenangkan dirimu...semuanya baik-baik saja"
"Yah terserah kau bocah kecil bisa ku tebak hidungmu hampir patah tadi dan sekarang mungkin kau tidak bisa berhenti mimisan!!!" Bentak laurent sambil mengambil beberapa obat dari lemari uks dan segera keluar menuju parkiran.
"Kau memang yang paling tau, apa yang terjadi--" belum selesai berbicara laurent sudah memutuskan kontak dan pada saat itu juga dia sampai di parkiran dengan wajah merah padam menahan amarahnya yang mungkin akan meledak begitu mendengar ocehan menyebalkan dari sean "hei...minnie-"
"Diam atau hidungmu ku buat berdarah lagi" potong laurent dengan geram naik ke atas motor sean dan pergi ke taman kota yang sering mereka kunjungi. Sesampainya disana laurent turun dari motor dan menuju bangku terdekat sedangkan sean masih memarkir motor kesayangannya baru berjalan menuju tempat yang laurent duduki.
Sambil mengobati lebam di wajah sean, sesekali laurent menggigit bibirnya menahan detak jantungnya untuk kembali normal tapi sia-sia. "Jadi apa yang kalian berdua lakukan sebelumnya sampai berakhir seperti ini?" Tanya laurent mulai mengawali percakapan karena situasi diam tadi membuatnya sedikit merasa canggung apalagi detak jantungnya juga perasaannya saat ini sangat membingungkan. "Dia mengatakan sesuatu yang tidak aku sukai"
"Apa?" Tanya laurent
"Dia mengatakan bahwa gadisku punya penyakit ganas"
"Hah?Maksudmu jenna?" Tanya laurent sekali lagi, karena saking terkejutnya ia sampai tak sengaja menyenggol hidung sean sehingga pria itu meringis "aw! Hahaha tidak aku bercanda...maksudnya dia merusak mobilku"
"Dasar sialan! Seharusnya dari awal aku tau kau akan berkata seperti itu" mendengar ucapan laurent, tawa sean pecah dan langsung mencubit pipi gadis mungil tersebut dengan gemas "kencan?"
Hanya satu kata sederhana yang keluar dari mulut sean mampu membuat pipi laurent merona dan matanya terbelalak terkejut "berhenti bercanda. Permainanmu tidak lucu dan menyebalkan""Aku serius" kata sean sekali lagi dengan raut muka yang bersungguh sungguh. Laurent mengamati raut wajah sean dengan seksama dan tidak ada candaan dari tatapan mata pria itu. Akhirnya laurent mengangguk setuju "besok, pulang sekolah. Sekarang antar aku pulang" ujar laurent kemudian bangkit namun ditahan oleh sean yang melihat perban di sikunya dengan seksama begitu mengerti dengan tatapan sean, laurent menghela nafas kemudian "ceritanya panjang"
🌸
Jam 19.00 malam. Tepat pada saat itu aku, alex, dad, dan mom duduk bersama-sama di ruang keluarga tanpa seorang pun mengeluarkan suara. Sebenarnya aku yang menyuruh mereka semua berkumpul ditempat ini mengingat mom dan dad baru saja mendapat libur tiga hari juga mereka sedang berada di rumah hari ini, aku tidak membuang kesempatan emas ini dan ingin meluruskan masalah kami. Tapi...aku harus mulai darimana?!!!
"Ehem!" Dehaman kecilku akhirnya mampu membuat seluruh perhatian mereka tertuju padaku. "Mom...dad, aku--"
"Sudahlah sayang...kami tau apa yang ingin kau sampaikan" potong mom tiba-tiba dan tentu saja aku terkejut melihat kedua orang tuaku yang tanpa ku sadari berjalan kearahku dan memeluk erat tubuhku. Orang pertama yang ku tatap wajahnya dengan tajam adalah alex, dia pasti memberitahu mom dan dad bahwa aku akan berbicara dengan mereka. 'dasar kau penghianat' ujarku tanpa bersuara. Tiba-tiba mom dan dad melepas pelukannya kemudian berkata,
"kami menyesal sudah terlalu mengekangmu selama ini. Mom hanya teringat lira saat kau bermain biola dan mengingat saat itu kau terkena tuduhan karena kesalah pahaman membuat mom ingin kau melupakan semua itu." mom berhenti sejenak dan untuk menyeka airmatanya yang jatuh membasahi pipi kemudian kembali menatapku dengan senyuman terukir sempurna di bibirnya.
"Mom dan dad sungguh minta ma--"
"Terima kasih" hanya itu kata yang keluar dari mulut ku. Ternyata ini lebih mudah dari dugaanku. "Alex menceritakan semuanya. Semakin parah? Atau bagaimana?" Mendengar kalimat itu aku terkejut setengah mati dan langsung menatap alex penuh amarah. Aku menggeleng dan menatap mereka semua "akhir-akhir ini aku sering pingsan" setelah itu mom mengangguk dan mulai membicarakan hal itu, kemudian memutuskan bahwa akhir pekan ini aku akan pergi ke rumah sakit dan melakukan pemeriksaan sedangkan besok aku akan pergi kencan bersama...sean, yah...aku sedikit gugup dan bingung kenapa dia mau mengajakku kencan padahal sudah jelas akan berakhir seperti dua orang teman yang jalan-jalan, aku juga harus pakai baju apa--tidak! Bukan saatnya aku memikirkan untuk kencan lebih baik sekarang aku...argh! Pikiranku kacau
Tok tok tok...
"Masuk!" Seru ku dari dalam kamar.
"Laurent! Cloe ada dibawah sekarang!" Aku akhirnya bisa bernafas lega setelah mendengar bahwa cloe sekarang berada dibawah, dengan hitungan detik aku berlari ke lantai bawah dan melihat sosok cloe yang sedang duduk bersama alex juga sesekali tersenyum tipis melihat alex menguap. Dasar playgirl pikirku kemudian menghampirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last words
Teen FictionLaurenta morris. Seorang gadis yang kehidupannya terpenuhi karena kedua orang tuanya yang bekerja sebagai pengusaha terbesar di kota london juga seorang kakak laki laki yang tampan, dia sangat muda tersenyum karena hal hal kecil namun kehidupannya t...