Deven memijat pundaknya pelan. Menarik napasnya perlahan dan membuangnya lagi, ia melakukannya berulang kali. Usai sudah hari berat yang dijalaninya, dan ia akan kembali sibuk kembali di esok hari.
"Gue kira disini bakal agak santuy, ternyata lebih berat ya nad". Keluhku. Aku dan nadine tengah membereskan barang-barang kami berdua, melihat dari angka di jam arlojiku ini sudah menunjukan pukul 21.30 dan itu artinya aku dan nadine hampir lembur kembali.
"Kita kayak lagi masa karantina tahu gak dev, badan gue kek mau remuk".
"Iya sehari berasa seminggu disini, berasa lama banget.. gue pengen cepet-cepet balik dari sini". Ucapku. Aku benar-benar tidak berbohong, disini lebih melelahkan. Dimana aku dan nadine menjadi ekstra bekerja, meski tetap memiliki batasan namun disini kita benar-benar seperti sedang kejar target.
"Gue juga. Disini gak ada sate padang, nasi padang, telor balado ala emak gue.. tiap hari gue makan yang ada disini gak ada yang nyambung sama pencernaan gue, emang gue nya aja kali yang norak ya". Kekehnya, aku juga ikut tertawa kecil penjelasannya sedikit konyol meski itu memang benar.
"Ya udah yuk balik, udah lengket badan gue". Ajakku, nadine mengangguk.
Aku dan nadine berjalan beriringan di koridor rumah sakit, menebar senyum pada beberapa pasien dan juga orang-orang yang sedang bertugas disini.
"Deven!". Di seberang sana ada yang melambaikan tangannya, ia edward panggil aja ed, ia juga seorang dokter disini, spesialis organ dalam. Aku mulai akrab dengannya sejak aku dan nadine disini, ia ramah dan sangat handal.
"What?".
"Someone left this for you". Ucapnya, tersenyum. Aku menerima bingkisan itu, lagi-lagi sebuah kado. Entah kenapa semenjak kejadian itu aku jadi sering dikirimi bingkisan, entah makanan atau barang. Jika boleh jujur di kamar appartemen ku sudah banyak sekali menumpuk.
Aku kembali tersadar ketika edward menepuk pundakku untuk berpamitan. Aku hanya mengangguk.
"Thank u". Ucapku.
"Of course dev, see you".
Ia tersenyum, kemudian berlalu."Gilaaa ya, udah seminggu ini banjir kado". Nadine tergelak.
"Susah emang jadi orang ganteng nad". Ucapku. Dengan memasang wajah yang dibuat-buat lesu, dan nadine menanggapinya dengan ekspresi jijik.
Setelah itu, aku dan nadine kembali berjalan menuju parkiran. Untuk fasilitas kendaraan aku hanya diberikan satu, oleh sebab itu aku dan nadine mau tidak mau harus berangkat-pulang bersama. Tapi untuk appartemen kami diberi masing-masing, tentu saja untuk menjaga segala hal yang tidak diinginkan.Lagi pula jika hanya sekedar pergi dan pulang bersama tidak masalah. Aku dan nadine cukup profesional dalam hal apa pun, nadine juga bukan perempuan yang melibatkan perasaan. Ia enjoy dan itu juga yang membuatku enjoy, membuatku tidak khawatir akan hal apa pun.
***
Deven dan nadine sudah berada di lobi appartemen. Mereka masih harus menggunakan lift untuk menuju kamar mereka masing-masing.
"Gue udah ngantuk banget, ini kenapa berasa se-abad ya". Ucapnya. Ia menggenggam jas dokternya juga tasnya, wajahnya sudah sangat kusut. Mungkin wajahku juga seperti itu.
"Ahh akhirnya..". Katanya. Setelah pintu lift terbuka, ia berjalan mendahuluiku. Aku hanya menggelengkan kepalaku, bagiku itu sudah menjadi kebiasaannya. Appartemen ku hanya berjarak tiga pintu saja dengannya. Aku berada di appartemen nomor 128 dan nadine di 125.
Aku sudah bisa melihat nadine mulai memencet-mencet tombolnya dan masuk.
![](https://img.wattpad.com/cover/173771689-288-k727869.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Music is Love
Romance#6 in Friend (Agustus) #4 in Bahasa (Agustus) Mari berbagi suka cita dalam nada, berbaur dalam melodi dan irama. Menjadikan semuanya sebagai nada-nada cinta. Kita buat semesta tersenyum karena nada, buat semua penghuni bumi mencintai irama. Karena...