Part-23

2.1K 208 30
                                    

Aku masih berada di studio bersama anneth, aku sengaja pulang terakhir karena ada beberapa hal yang harus aku urus disini. Aku menyandarkan tubuh ku sejenak di kursi, rasa pegal di punggung ku mulai terasa.

"Dev.. kamu beneran gak ada hubungan apa pun sama misel?". Anneth kembali membahas misel, padahal baru satu jam yang lalu ia mengajak ku membahas tentang misellia. Entah lah kenapa perempuan tidak pernah puas jika hanya dengan jawaban singkat.

Aku tak memungkiri, banyak orang bilang bahwa perempuan itu menyukai ku. Tapi tak ada hal apa pun yang membuktikan akan hal itu menurut ku, aku bisa akrab dengan perempuan itu karena ada beberapa hal yang membuat ku selalu terlibat dan dekat dengan nya. Bahkan dosen di kampus sangat mengetahui bagaimana persaingan ku dengannya, aku dan dia sama-sama di juluki manusia berotak robot, karena mungkin aku dan dia sama-sama bisa melakukan apa pun yang di perintah oleh dosen. Selain itu, musik juga menjadi jembatan untuk ku selalu berhubungan dengan dia. Dia perempuan yang sangat hobi sekali berbicara bahkan sepertinya tanpa jeda sekali pun aku rasa ia mampu, awal nya aku begitu merasa risih dengan tingkah laku nya itu.. tapi lama kelamaan aku terbiasa dengan adanya dia, dia selalu membuat ku tertawa terbahak-bahak hanya karena celetukan-celetukannya meledek teman-teman nya. Aku merasa misellia memang perempuan yang bersikap apa adanya, aku menyukai kepribadian dan kesederhanaan nya dan tentu saja suara lembut nya. Tapi untuk ku, misellia lebih cook di jadikan teman dibandingkan pasangan. Ia punya segala kriteria untuk menjadi teman ku, beberapa bulan terakhir sesekali aku sering bertukar cerita dengan nya, aku mulai nyaman bercerita padanya karena semenjak charisa berhubungan dengan clinton aku sedikit kelimpungan mencari orang untuk hanya sekedar mendengarkan curhatan ku. Aku menceritakan apa pun padanya dan begitu juga sebaliknya, hanya dengan waktu sesingkat itu aku mampu seakrab ini dengannya.

"Dev..". Lamunan ku buyar, aku melupakan pertanyaan anneth. "Emang harus jadian?". Tanyaku, anneth hanya mendengus kesal.

"Kenapa gak jadian aja? Misel kan udah baik, cantik, dan yang pasti dia juga cinta sama kamu. Coba aja liat deh, meski pun dia sadar kamu gak peka tapi dia tetep berusaha buat tetep ada di samping kamu..". Ucapnya, aku hanya menanggapi itu dengan senyuman tipis.

Andai dulu aku tak pernah terluka karena mu, mungkin bahagia ku juga bukan kamu saat itu. "Kamu tahu kan? Kalo cinta itu gak bisa di paksakan..". Jawabku, akhirnya.

"Hmm..". Ia hanya berdehem sekilas dan terlihat kesal, mungkin karena merasa tak puas dengan jawaban ku. Lagi pula aku harus menjawab seperti apa karena itu memang jawabannya. Aku meraih tas ku dan membaca buku novel yang akhirnya sempat ku beli minggu lalu.

"Dev, kenapa kamu lebih suka piano dibanding drum?". Tanyanya.

"Karena aku sayang kamu". Jawab ku dengan mata yang msih terfokus pada buku. "Serius dulu". Rengeknya.

"Ini udah serius".

"Jawab dulu makannya".

"Itu aku udah jawab". Ucap ku malas. "Jawab apa?".

"Aku sayang kamu kan?". Ucapku lagi, ia terdengar sangat geram dengan jawaban ku itu. Ia memasang wajah kesalnya dan aku menghiraukannya kembali dan melanjutkan aksi membaca buku ku.

"Devennnn". Teriaknya, aku benar-benar tak habis pikir kenapa juga ia harus berteriak ketika aku berada di samping nya.

"Kamu kenapa diem aja sih?".

Music is LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang