TWENTY SIX

103 20 2
                                    

Di ruang musik aku masih malu malu. Canggung untuk bernyanyi. Tapi kuberanikan diriku menyanyikan lagu Helplessly-Tatiana manaois. Ditambah dengan permainan gitar ku yang belum terlalu jago.

Banyak mata yang memandangku kagum, termasuk Adhiya. Aku sangat canggung saat mata kami bertemu. Setelah selesai bernyanyi, aku segera berdiri dan menaruh gitar.

"Suara lo bagus" Ucap Adhiya dengan tersenyum.

"Makasih"

"Oke. Karena sekarang udah jam setengah enam, kita tutup latihan ini. Selamat sore dan hati hati dijalan ya" Ucap Adhiya kepada seluruh anggota SSGI.

Semua orang pun bersiap siap untuk pulang. Termasuk aku, pasti mama sudah menunggu ku. Aku berjalan cepat menuju gerbang.

Kaki ku terhenti ketika ada motor vespa matic menghalangi jalanku.

"Pulang kemana? Aku antar ya" Ucap Adhiya dengan senyum manisnya. Aku munafik kalo bilang dia ga ganteng. Dia memang ganteng. Tapi belum tentu aku suka. Ingat itu.

Aku  menggelangkan kepalaku "makasih. Aku naik taksi aja" Aku pun berusaha melewati motornya. Namun 3 detik kemudian ada suara yang membuat pikiranku berubah.

"Udah hampir malam, biasanya banyak preman yang suka gangguin anak sekolahan di deket sini. Yakin ga mau bareng?"

Aku tidak akan ceroboh dengan tetap menunggu taksi sendiri disini. Sudah 2 kali aku diganggu orang dan 2 kali Atha yang menyelamatkan ku.

Aku sedikit berpikir, kalo aku diganggu lagi apa atha akan menolongku lagi?

Ternyata dari tadi aku melamun "jadi mau aku antar ga?" Ucapnya lagi.

Tunggu, bukannya di ruang musik tadi dia bilang Lo-Gue ya? Kok sekarang jadi Aku-Kamu? Dasar aneh.

"Ya udah. Tapi ga ngerepotin kan?"

Dia tersenyum lebar, mirip seperti atha tapi aku jauh lebih suka senyum atha. "Kalo ngerepotin aku ga akan ngajak bareng kamu kali"

Aku pun tersenyum dan segera menaikki scooter berwarna putih itu.

"Pegangngan ya" Ucap nya berbarengan dengan menjalankan motornya. Karena sedikit terjungkal reflek aku memegang bajunya.

Di jalan kami hanya diam. Tidak ada yang berbicara. Mataku menatap pemandangan kota bandung yang sudah mulai menggelap.

Setelah sampai di depan gerbangku akupun turun. "Mau mampir dulu ga?" Tawarku berbasa basi.

"Ada siapa dirumah?"

"Mama, Kak dhira, bi lastri"

"Boleh deh"

Hah? Apa? Dia mau mampir? Apa dia gila? Aku hanya menawarinya saja. Bahkan kita belum terlalu kenal. Ah sial.

Aku pun dengan terpaksa membukakan gerbang untuk motornya. Ia parkirkan motor vespanya itu disamping mobil dhira. Dan aku menunggunya di depan pintu. Entah dari kapan ia sudah ada di sampingku.

Aku pun mengetik pintu. "Maa. Dhirr. Bi lastri" ku panggil semua isi rumah namun tidak ada yang menyahut.

Karena lama aku memutuskan untuk membuka pintu. Dan menyuruh Adhiya masuk ruang tamu.

Ternyata rumah sepi. Mungkin orang orang sedang di kamarnya. Aku menyuruhnya duduk di sofa dan aku akan mengambilkan air untuknya.

Saat aku hendak ke dapur. Suara riuh kembali mengagetkan ku di ruang tv.

"HAPPY BIRTHDAY LAURAA!" Ucap mereka semua. Ada mama yang memegang kue dengan lilin 17 dan beberapa lilin kecil. Ada juga nadhira, bi lastri, cindy, raga, dan teman temanku yang memegang balon.

ATHALARIQTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang