Satu bulan kemudian ...
Langit biru di kota Bogor kini penuh oleh toga yang di lempar bebas oleh si pemiliknya. Suara teriakan haru mengiring hari wisuda di gedung kampus. Ini lah hari yang di nantikan oleh para mahasiswa/i, semua pengorbanan waktu, pikiran, dan tenaga telah terbayar lunas oleh sang waktu.
Semua kepuasan batin atas kerja keras itu telah di rasakan, termasuk Raida. Gadis itu sangat-sangat bersuyukur atas hal ini. Memang sangat sulit untuk Raida berhasil melewati titik ini, namun atas usaha dan doa dari teman ataupun orang tua telah berhasil mengantarkan Raida menjadi seorang dokter. Ya, dia telah menyabet gelar itu, bahkan gadis itu mendapatkan gelar master.
Tugasnya sebagai seorang pelajar telah selesai, kini tinggal menjalankan apa yang telah menjadi hasil selama bertahun-tahun mengeyam ilmu. Masa depan pun seolah menanti untuk di raih.
Raida menghela nafas tenang, tatapannya beralih pada kedua sosok yang selama ini membuat Raida tegar melewati masalah yang lalu. Di mata kedua orang itu terlihat sangat jelas kebanggan serta air mata bahagia. Gadis itu berlari kecil, dan mendekap erat keduanya. Isak tangis bahagiapun pecah.
"Bunda bangga, Sayang." Kata itu terucap oleh seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah Lita, Bundanya.
"Ini semua berkat doa kalian yang tak henti untuk, Raida. Terima kasih banyak." Dilapnya air mata gadis itu oleh Lita, sementara Darma mengelus kerudung yang kini di kenakan gadis itu.
"Sekarang bukan gadis ceneng lagi, tapi udah jadi Bu dokter," cetus Darma yang membuat Raida tertawa ringan. "Sekarang, kamu harus cari pendamping kamu. Supaya ada yang menjaga kamu selain Ayah dan Bunda, Nak," ujar Darma, serius.
Senyuman Raida luntur sekarang, ia tahu maksud Darma barusan. Tapi gadis itu rasanya belum siap memijakan kaki kedunia yang penuh imajinasi itu, yaitu cinta.
Setelah kejadian masa lalu yang di alami Raida, membuat gadis itu memilih fokus dan menyibukan diri terhadap kegiatan kampus. Sedangkan kedua lelaki yang dulu membuat Raida bingung, sekarang mungkin saja mereka sudah bahagia dengan cintanya.
Walaupun keikhlasan Fahri melepaskan Raida waktu itu untuk seorang Arvan, akan tetapi keduanya tak bisa bersama. Arvan seperti menghilang di bawa embusan angin setelah waktu Raida menolak lamarannya, apakah mungkin lelaki itu amat marah? Entahlan.
Usai kejadian masa lalu itu pula hubungan Raida dan Fahri hanya layaknya seorang mahasiswi dan dosen. Pria yang selalu mengenakan almamanter putih itu sama sekali tak menghindar dari Raida, padahal Raida telah mengkhianati nya secara tidak langsung.
Dari masa lalu Raida mengerti bahwa kedua lelaki itu bukanlah takdir untuknya. Tuhan telah menyiapkan sesuatu yang lebih indah, nanti. Mungkin sekarang Raida harus membenahkan diri dahulu sebelum di pertemukan dengan calon imamnya kelak.
"Hey Raida, ko bengong?" Gadis itu tersadar kembali oleh seruan Darma.
"Ayah sih biacaranya tentang masa depan mulu, Raida tuh baru wisuda sudah disuruh nikah aja," timbrug Lita.
"Iya deh iya, maaf abisnya Ayah gak sabar mau nimang cucu."
"Sudah-sudah ayok masuk mobil." Perintah Lita langsung di angguki oleh ayah dan anak itu.
Lewat kaca jendela Raida melihat gedung Universitasnya, dan berucap, "selamat tinggal, terima kasih sudah membuat kenangan untuk hidupku." Tuturnya seraya menutup kembali kaca mobil itu. Sejuru kemudian mobil hitam yang dikendarain Darma meninggalkan halaman kampus.
~•°•~
Usai sampai rumah Raida lantas membersihkan badannya, sangat terasa capek hari ini. Kebahagian berlalu begitu cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Army(END)
General FictionJarak mengikis kebersamaan kita, namun jarak tak akan pernah meleburkan rasa cinta. Ketika mencintai tak harus terus berada didekatnya, cukup bangunlah kepercayaan di hatimu dan lantunan doa yang akan menyampaikan rindumu. Kini, kesetiaan dan cinta...