Gelapnya malam terlihat indah oleh parade bintang yang gemerlap, keduanya begitu serasi jika diibaratkan sepasang kekasih. Allah begitu bijak dalam menciptakan keindahan. Masyaallah.
Sepasang mata indah tetap terjaga menatap indahnya langit malam, walaupun udara kali ini seperti mengundang rasa kantuk. Gadis itu senang bisa menghirup udara segar ini, selama dua hari dalam penanganan dokter gadis itu sangat bosan. Seperti terjebak dalam ruangan kesunyian. Ah, terlalu berlebihan.
Suara notif dari benda pipih yang ada di atas nakas membuat gadis itu menolehkan pandangannya seraya meraih benda tersebut.
Senyumannya mengembang ketika melihat siapa si pengirim pesan.
Pak Fahri: Jangan tidur larut malam, calonku, hehe.Raida tak berniat membalasnya, gadis itu malah tersenyum lebar tanpa henti. Fahri, begitu perhatian. Kadang lelaki itu seolah menjelma sebagai seorang dokter pribadi Raida, karena perhatian itu Raida sampai terharu dibuatnya.
Handphone yang digenggam tadi disimpan kembali ke tempatnya, namun tangan Raida menjatuhkan sesuatu. Segera gadis itu memungut benda itu yang tak lain adalah sebuah amplop putih.
Amplop ini ...
Ah iya, gadis itu hampir lupa dengan surat dari si penolongnya waktu kecelakaan. Raida tersenyum geli, pasalnya kenapa si penolong itu sampai repot-repot membuat surat seperti ini.
Dengan perlahan Raida merobek amplopnya dan membuka selembar kertas yang dilipat.
Assalamualaikum
Bagaimana kedaanmu sekarang? Semoga lebih baik ya, Amin.
Aku tak menyangka akan bertemu kamu dalam keadaan seperti itu. Kamu masih ingat aku? Ah, sudahlah jangan dipikirkan tentangku. Yang terpenting kamu sekarang sedang berada dalam lindungan Allah.
Cepat sembuh, Aida.
Salam rindu, dari teman masa kecilmu.Mata Raida terbelalak kaget, pikirannya melayang kepada kejadian-kejadian masa lalu yang begitu indah. Dadanya terasa sesak sekali.
Ya allah, apa ini?
Apa dia kembali?
Di mana dia?Banyak pertanyaan menyeruak secara tiba-tiba. Tanpa sadar surat itu terlepas dari gengamannya, tanganya beralih menutupi wajah cantiknya yang sudah dibanjiri oleh air mata.
Sangat sulit sekali untuk Raida mengikhlaskannya, dan sekarang dia kembali dengan tiba-tiba. Apakah ia harus merelakan perasaan yang seharusnya tak hadir ini? Demi sebuah kenyataan.
Gadis itu tetap terisak, entah apa yang ditangisi. Ia merasa air matanya keluar tanpa alasan, dadanya terasa sesak seketika. Tolong siapapun, jelaskan pada Raida apa yang terjadi!
"Bunda!" Raida mengusap air matanya dengan lengan, lalu beranjak keluar kamar. Ada sesuatu yang harus ia tanyakan pada Lita tentang kembalinya Arvan, sahabat masa kecil Raida.
Gadis itu mengetuk pintu kamar Lita dengan tak sabaran, tak biasanya ia seperti ini.
"Raida? Ada apa, Nak." Lita mempersilahkan anak gadisnya itu masuk ke kamar, kebetulan sekali Darma sedang lembur di kantor. Jadi Raida bisa bebas bercerita atau menanyakan apapun soal ini kepada Lita, sang Bunda.
Kini mereka duduk di sebuah sofa kamar, Lita mencoba membantu Raida supaya menenangkan diri terlebih dahulu sebelum berbicara.
"Sudah tenang? Silahkan bicara sama Bunda." Raida meremas ujung kerudungnya dengan kuat, "di mana Arvan sekarang, Bunda?" Sontak pertanyaan yang di lontarkan gadis itu membuat Lita mengerutkan dahi, tak paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Army(END)
General FictionJarak mengikis kebersamaan kita, namun jarak tak akan pernah meleburkan rasa cinta. Ketika mencintai tak harus terus berada didekatnya, cukup bangunlah kepercayaan di hatimu dan lantunan doa yang akan menyampaikan rindumu. Kini, kesetiaan dan cinta...