Ikuti alurnya, nikmati prosesnya. Karena Allah tahu apa yang terbaik untuk di lalui. Damailah, Kasih.
-Dear My Army-Satu tahun kemudian ...
Debu-debu halus tampak berterbangan ketika sebuah tiupan menerpa bagian depan buku. Buku diary coklat itu tampak lusuh, seperti merindukan sentuhan pemiliknya. Hingga sebuah tangan membukanya secara perlahan, deru nafas pun sedikit terdengar.
Di dalam buku tersebut terdapat coretan-coretan sajak indah, tinta yang sedikit memudar.
__________________//__________________
Dear My Army ...
Assalamualaikum, Mas. Kutuliskan segala rasaku dalam sebuah sajak sederhana namun penuh arti, di dalam kertas lusuh ini aku mengadu. Entah hal bahagia taupun nestapa. Aku memang tak pandai membuat kalimat yang dapat membius pembacanya, namun kali ini kutuliskan khusus untukmu-suamiku.
Terima kasih, telah datang sebagai sahabat dan juga teman hidupku. Bersamamu aku mengerti tentang seberapa pentingnya temu itu, dia begitu berharga. Tentang waktu, aku tidak ingin menyalahkannya, begitupun takdir. Ini bukan akhir, Mas. Namun, awal dari semuanya.
Maaf, bila aku tidak menjadi pendampingmu yang sempurna. Aku ingin menjadi khodijah di matamu, namun kamu berkata bahwa aku harus menjadi diri sendiri. Maaf, aku selalu menangis di kegelapan malam karena merindukanmu.
Allah terlalu baik pada kita, sehingga ketika di uji sebegitu beratnya. Dia penulis takdir yang terbaik, Mas. Percayalah.
Tolong jaga permata kecil kita, hingga kita bertemu di keabadian.
Assalamualaikum.
Untuk prajuritku
I always love you❤Bumi, 02 Febuari 2016.
__________________//____________________
Buliran kristal pelupuk mata jatuh tepat di kertas itu, tangannya mengelus kertas lusuh itu. Lelaki itu merindukan sang mentarinya kembali, ada rasa tidak menyangka mengapa takdir menuliskan perpisahan di dalam kisah mereka.
Ikhlas, mungkin sekarang waktunya. Percayalah seorang prajurit memang kuat akan beban atau bantingan, namun jika hati yang bertindak rapuh sudah pertahanannya. Ia hanya manusia biasa yang merasakan sedih bila sang terkasih tak ada di sisi.
Sudah satu tahun, rumah ini dingin tanpa senyuman bidadarinya yang menghangatkan. Waktu itu ia begitu marah, karena gadisnya itu menyembunyikan segala rasa sakitnya secara sendiri. Ia merasa gagal menjadi seorang imam. Tapi, sekarang bukan waktunya menyesali karena semua tidak akan kembali seperti apa yang kita minta. Dirinya hanya tinggal menunggu dan menikmati alur sang takdir saja.
Biarkan bidadarinya bahagia di pelukan sang pencipta.
"Abi!!!" Suara melengking itu membuat senyuman di bibirnya kembali mengembang, hanya si cahaya kecil lah yang menjadi penawar segala nestapa.
Segera, ia beranjak dan membuka pintu. Terlihat seorang anak perempuan dengan bibir yang di tekuknya. Lelaki itu berjongkok untuk menyamakan posisi, "jangan cemberut, maafin Abi ya?"
"Iya, Nay maafin. Ayo, Abi kita tulun!" Rengek gadis kecil bernama Nay itu seraya menarik tangan lelaki yang ia sebut Abi.
"Pelan-pelan, Sayang nanti jatuh." Lelaki itu hanya terkekeh saja melihat tingkah putri kecilnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Army(END)
General FictionJarak mengikis kebersamaan kita, namun jarak tak akan pernah meleburkan rasa cinta. Ketika mencintai tak harus terus berada didekatnya, cukup bangunlah kepercayaan di hatimu dan lantunan doa yang akan menyampaikan rindumu. Kini, kesetiaan dan cinta...