Takdir akan memihak jika memang itu sudah tertulis di lahul'mahfuz.
-Raida Kalista Serryli-Hari -hari ini Raida begitu disibukan oleh pekerjaan barunya, yaitu sebagai dokter di salah satu rumah sakit terbesar di Bogor. Raida tidak pernah berharap bekerja di rumah sakit itu, namun sepertinya ini sudah menjadi rezeki dari sang maha kuasa. Dan Riada harus mensyukuri hal itu.
Selama kesibukan itu, Raida jarang berkumpul ataupun bertemu dengan Rerey lagi, sahabatnya itu bekerja di rumah sakit daerah tempat neneknya tinggal. Dan juga gadis itu tidak bertemu lagi dengan sahabat masa kecilnya dulu, siapa lagi kalo bukan Arvan. Setelah pertemuan yang tak terduga waktu di kafe, Raida tidak pernah lagi bertemu begitupun dengan Fahri. Mereka mungkin sama sibuknya seperti Raida.
Sudahlah, Raida tak ingin mengingat mereka. Karena itu hanya menimbulkan zinah secara tidak langsung.
Raida menghembuskan nafas lelah, seraya menggelengkan kepala mungkin saja bisa mengusir bayang-bayang lelaki itu.
Sejuru kemudian, diliriknya jam tangan hitam yang melingkar ditangan. Ternyata sudah waktunya jam istirahat, gadis itu pun melangkah keluar ruangan tempatnya bertemu dengan pasien.
Derap langkahnya menuju kearah kantin rumah sakit, sepanjang perjalanan banyak para perawat ataupun pegawai OB yang menyapa hangat Raida. Gadis itu memang terbilang baru, namun itu semua tak menghalangi Raida untuk berinteraksi dengan para pengawai rumah sakit.
"Dokter Raida!" Seruan seseorang mampu membuat langkah gadis itu terhenti, dan berbalik. Di lihatnya seorang pria dengan almamanter putih sama sepertinya dan juga kacamata yang bertengger di hidung runcingnya. Dia Reyhan, seorang dokter ahli bedah yang selalu menjadi primadona para perawat ataupun dokter wanita rumah sakit ini.
Pria itu menghampiri Raida, seperti biasa senyumannya tak pernah lepas dari wajah tampannya.
"Mau ke kantin? Kita bareng ke sananya," tuturnya. Raida mengangguk ramah, "mari, Dok." Mereka pun berjalan beriringan.Di saat hari pertama Raida bekerja di mari, dokter Rayhan begitu mencoba untuk kenal lebih dekat dengan Raida. Namun, gadis itu menghindar secara halus dan menjaga jarak, agar nantinya masa lalu yang di alami Raida tak terulang kembali. Raida tak ingin menyakiti hati lainnya karena terlalu berharap lebih pada nya, karena hati Raida tetap pada satu nama yang sejak dulu terukir indah dalam lantunan doa.
~•°•~
Tepat sore menyapa jam tugas Raida sudah berakhir, rasanya lelah sekali raga namun terlihat dari raut wajahnya tidak ada rasa itu.
Tidak ada supir yang mengantar jemput Raida lagi, karena mang Ujang dua hari yang lalu mengundurkan diri karena ada pekerjaan yang lebih menjanjikan hidupnya. Tentu keluarga Raida bahagia mendengar kabar itu, mereka tak sama sekali menyimpan rasa kesal. Alhasil karena tidak ada supir pribadi lagi, Raida harus mengendarai mobilnya sendiri.
Jalanan sore itu memang terlihat ramai, banyak para pegawai pabrik yang pulang dari pekerjaan. Terkadang jika seperti ini Raida ingin rasanya terbang dan terbebas dari kemacetan ini. Terlalu berlebih memang harapannya.
Hingga beberapa menit mobil Raida berhenti di pekarangan rumah. Terlihat mobil Darma yang terparkir, aneh saja tak biasanya Darma pulang lebih cepat. Kendati Raida segera tak menghiraukan hal itu, berpikir positif saja.
"Assalamualaikum." Salam gadis itu seraya memasuki rumah. Pandangannya terarah pada dapur yang lumayan terlihat dari ruang tamu. Raida mendekati Lita yang sedang meracik kopi untuk Darma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Army(END)
General FictionJarak mengikis kebersamaan kita, namun jarak tak akan pernah meleburkan rasa cinta. Ketika mencintai tak harus terus berada didekatnya, cukup bangunlah kepercayaan di hatimu dan lantunan doa yang akan menyampaikan rindumu. Kini, kesetiaan dan cinta...