Hari ini adalah tahap terakhir dari perjuangan Raida untuk memenuhi syarat sebagai seorang istri parjurit. Gadis itu pasrah kepada sang pemilik hati atas keputusannya nanti. Semoga saja apa yang dikatakan Arvan itu nyata, bukan hanya sekedar untuk penghibur hati.
Setelah satu minggu lamanya mempersiapkan berkas-berkas bersama lelaki itu, sudah sangat menguji raga Raida. Pasalnya gadis itu jarang terlihat makan bersama dirumah, ia memilih makan diluar saja demi mengejar waktu. Masih baik, Arvan selalu mengingatkan untuk Raida menjaga kesehatan kalo tidak entah apa yang terjadi di saat akad. Nauzubillah minzalik.
Kini senja kembali menyapa makhluk bumi di temani langit jingganya. Biasanya Raida selalu menatap seraya mengagumi keindahan tuhan itu, namun sekarang lebih tepatnya pulang dari rumah sakit, gadis itu lantas terlelap dalam tidurnya. Sejenak mengistirahatkan raga yang begitu memikul banyak kegiatan.
Hingga waktu magrib tiba, Lita membangunkan anak gadisnya itu. Walaupun masih terpampang jelas raut lelahnya, Raida tetap akan mendirikan kewajibannya sebagai seorang muslim, lagipun menurutnya dengan sholat hati menjadi lebih tenang.
Usai mengerjakan beberapa rakaat, Raida beranjak ke meja makan. Hari ini ayahnya makan bersama dirumah, gadis itu tidak akan melewatkan waktu bersama keluarga itu.
"Kamu kapan lapor langsung ke atasan Arvan?" Tanya Darma seraya menerima piring dari sang istri.
"Besok, Yah," jawab Raida. Tanganya perlahan melahap makanan yang ada di sendoknya.
"Nanti jangan nangis kalo gak bisa jawab pertanyaannya," celukutuk Lita yang membuat Raida membulatkan bibirnya. Masih saja menggoda di suasana makan seperti ini, pikir Raida.
~•°•~
Raida menghadap cermin besar, menampilkan badannya yang berbalut baju hijau lusuh. Baju yang sangat di nantikan Raida untum dikenakan dan sekarang sudah terlaksana, tinggal meresmikannya saja. Ada kebahagian di lubuk hati kecilnya namun, ketegangan itu masih mendominasi tentunya.
Beberapa menit lagi Arvan akan datang menjemput, untuk bersama-sama ke rumah Danton, Danki, dan yang terakhir Danyon. Ini sudah menjadi keputusan mereka berdua untuk menyelesaikan dalam satu hari itu, kebetulan sekali keduanya sama-sama tidak ada tugas dari pekerjaannya.
Bram bram
Terdengar suara dentruman mobil memasuki halaman rumah Raida, lantas gadis itu meraih tas kecilnya dan keluar menemui Arvan.
"Sudah siap?" Tanya Arvan menyakinkan gadis yang ada dihadapannya itu.
"Insyaallah. Langsung berangkat saja, Bunda dan Ayah sedang di luar."
"Oke, mari."
Mereka berdua memasuki mobil, dan melesat membelah jalanan. Tangan Raida meremas baju persit itu, seolah menyalurkan ketegangan yang ada.
Sedangkan Arvan melirik sekilas seraya tersenyum, ia tak menyangka takdir akan menyatukan sebuah sepasang sahabat kedalam ikatan pasti. Rasanya seperti mimpi, namun nyata.
Setelah menempuh perjalanan beberapa menit sampailah mereka di sebuah rumah pertama yang akan menjadi perjuangan Raida, yaitu Danton beserta istri.
Keduanya disambut baik, lalu berbicara begitu hangat. Pirasat Raida tentang tampang tegas mereka terpatahkan. Raida diberi pertanyaan dan beberapa wajenang dalam membina rumah tangga bersama seorang prajurit.
Usai dari sana lanjutlah perjalanan mereka ke rumah Danki. Sama halnya seperti ke Danton dan Istri, Danki juga menyambut Raida serta Arvan dengan sangat ramah.
Di sana pun mereka diberi wajengan lagi, begitu banyak ilmu untuk Raida dalam mempersiapkan diri sebagai seorang istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Army(END)
General FictionJarak mengikis kebersamaan kita, namun jarak tak akan pernah meleburkan rasa cinta. Ketika mencintai tak harus terus berada didekatnya, cukup bangunlah kepercayaan di hatimu dan lantunan doa yang akan menyampaikan rindumu. Kini, kesetiaan dan cinta...