"Makasih ya Bang tumpangannya." ucap Aiden setelah mobil yang dikemudikan Ilham telah tiba didepan kediaman keluarga Arsan.
Ilham mengangguk, "You're welcome, Den." balasnya dengan sedikit senyuman.
Lantas Aiden turun dari mobil untuk mengambil koper sang Kakak. Sedang Alin sendiri, masih duduk di jok belakang. Ia sedikit kesulitan mengambil ransel yang ia letakkan disebelahnya. Alin berusaha sekuat tenaga untuk bisa kembali mengenakan ranselnya yang bobotnya tidak main-main itu.
Selesai itu, sebelum akhirnya benar-benar keluar. Alin menatap punggung Ilham, "Makasih ya Mas Ilham atas tumpangannya." ucapnya.
"Hmmm," hanya dibalas deheman kecil tanpa anggukkan kepala oleh Ilham.
Ternyata masih tetap cuek. Dari dulu hingga sekarang, ditahun yang menginjak angka 2019, bahkan Alin pun sudah lulus dari bangku kuliahnya. Ilham masih tetap tidak berubah. Dia masih tetap cuek. Tapi Alin tetap saja masih mengidamkan Ilham untuk menjadi suaminya kelak.
Karena sudah mengucap terimakasih, walau dibalas dengan deheman saja, Alin keluar dari mobil Ilham. Ia berdiri didepan mobil Ilham, menunggu siempu melajukan mobilnya.
"Assalamualaikum... Warahmatullahi waabarokatuuh..." seru Alin ketika memasuki rumah.
"Walikumsalam," balas seseorang.
Alin semakin melangkahkan kakinya memasuki rumah. Tiba di ruang tengah, ia menemukan adik keduanya tengah duduk santai diatas sofa sambil memainkan gadgetnya. Sesekali tangannya mencomot camilan ringan yang dia letakkan diatas paha.
"Oy, nggak berangkat sekolah, Kor?" tanyanya pada sang adik sembari mengambil duduk disebelahnya dan ikut mencomot makanan ringan.
"Ini tanggal merah kaleeee.." balasnya.
"Aah, mosooo seh, Kor?"
"Kar-kor-kar-kor, namaku Citra yah, bukan Kor!"
"Yaa kan kamu pelakor, jadi wajar dong kalo Mba panggil kamu Kor."
Pelakor. Kependekan dari para Pecinta Lagu Korea. Ya, adiknya yang satu ini memang sangat menggilai lagu-lagu korea. Bahkan, apapun yang berbau korea, pasti adiknya suka. Apalagi boyband Korea yang bernama BTS.
Disela-sela percekcokan antara Alin dan Citra, Aiden datang. Anak remaja itu duduk mendusel ditempat paling ujung sofa, sebelah Citra.
"Iden, bawain ransel Mba ke kamar dong..." perintah Alin.
Bola mata Aiden seketika memutar jengah. Ya, Aiden paling malas jika Alin sudah memanggilnya dengan sebutan 'Iden' atau bahkan 'Aid'. Dan jika Alin sudah memanggilnya seperti itu, ia tidak akan membalas atau sedikit merespon. Lelaki itu bahkan kini benar-benar mengabaikan perintah Alin. Seolah tidak mendengar apa yang Alin katakan.
"Iih, kenapa sih punya adik kok pada laknat-laknat semua! Awas aja ya kalian!" ujar Alin. "Sekarang Mama dimana?" tanyanya.
"Masak," balas Citra.
"Mending aku ketemu Mama! Kor, bawain tas Mba ke kamar, hati-hati bawanya itu oleh-oleh semua isinya. Awas aja kalo Mba kesini lagi terus ini tas masih disini." ketus Alin lantas melenggang pergi untuk menyapa sang Mama yang sedang sibuk didapur.
Memasuki area dapur, dilihatnya Nawang ternyata tengah menggoreng sesuatu. Langsung saja ia menghampirinya dan menubruk tubuh Nawang dari belakang. Ia memeluk erat tubuh itu sambil berkata, "Mamaa.. i'am back...yeay!"
"Heummm welcome back, Mba... Sana dulu ih, jangan peluk-peluk dulu." balas Nawang.
"Iiiih aku kan kangen! Pengin ngasih pelukan hangat ke Mama..."