D u a b e l a s

2.6K 212 23
                                    

Untuk weekend kali ini, Alin berniat mengajak Nisa ke restoran Ayahnya. Bukan tanpa alasan ia mengajak Nisa kesana. Karena jelas Alin akan mencoba mencomblangkan Nisa dengan Fahmi. Tidak ada pemaksaan untuk misinya kali ini, karena sebelumnya Alin sudah memberitahu Nisa bahwa ia akan mengenalkan satu cheff disana. Dan tanpa pikir panjang, Nisa yang memang terkenal pengagum semua jenis tampang pria, mengangguk mau begitu saja.

Jam menunjukkan pukul delapan pagi, Alin keluar dari kamar dan menghampiri kedua orangtuanya yang tengah duduk santai di kursi meja makan.

"Yah, aku mau pake mobil." Ujarnya setelah duduk di kursi meja makan.

Arsan yang posisinya tengah membaca koran sembari menikmati teh manis itu merespon tanpa menghentikan aktivitasnya. "Mau kemana?"

"Main ke rumah Mbak Nisa, teman sekantor aku. Niatnya sih mau ngajak Mbak Nisa ke restoran sekalian ngenalin Mbak Nisa ke Mas Fahmi."

Barulah Arsan bereaksi, melipat koran dan fokus pada pembicaraan. "Kamu mau jodohin mereka?"

"Yaa.. begitulah kira-kira, hehehe. Mbak Nisa orangnya baik kok, nggak neko-neko. Mereka pasti cocok."

"Nggak bisa. Ayah udah ngenalin cewek ke Fahmi untuk dia dekati."

Bola mata Alin membesar. Ayahnya juga berniat menjodohkan Fahmi?

"Emangnya Ayah punya teman cewek?"

"Ada, dia guru Seni Budaya di SMA Satu."

Menjodohkan Fahmi dengan seorang guru Seni Budaya? Memangnya Fahmi mau? Alin menggelengkan kepala, tidak setuju dengan niat Ayahnya. "Mending Mas Fahmi sama temanku aja. Pokoknya sama temanku!"

Arsan menghela napas sabar. Memiliki anak yang keras kepala bukanlah keinginan Arsan. Tapi mau bagaimana lagi, Tuhan memberinya Alin dan ia harus berlapang dada menerima pemberian-Nya. "Terserah kamu deh," putus Arsan karena tidak mau debat dengan Alin.

Disela-sela perbincangan antara Alin dan sang Ayah, si bungsu datang dengan tangan membawa sisir rambut dan beberapa karet. Pakaian anak itu juga rapi sekali, seperti akan bepergian.

Mata Alin menyipit memperhatikan penampilan Citra pagi ini. "Mau kemana kamu?" Tanyanya.

"Mau OTW jauh, pake mobil." Balas Citra dengan tampang songong dan sengaja menjulurkan lidah pada Alin. Setelah itu beralih menatap sang Mama untuk meminta tolong, "Ma, kuncirin dong. Yang kencang ya Ma." Lantas duduk di kursi sebelah Nawang.

Alin memonyongkan bibir bawah, menyepelekan jawaban Citra. "Gaya banget, biasa juga kalo libur main boneka-bonekaan dikamar."

Melirik sekilas pada sang kakak, Citra membalas. "Sekarang udah nggak ya!"

"Emang mau kemana sih kamu? OTW sama siapa? Nggak usah jauh-jauh mainnya, jaman sekarang lagi banyak penculikan." Ini bukan kalimat berbentuk kekhawatiran. Kedengarannya memang seperti itu tapi nyatanya tidak. Karena ini hanyalah akal-akalan Alin saja untuk memancing Citra, agar adiknya itu memberi informasi.

"Aku tuh mau jalan-jalan sama Oppa Ilham, Tante Irma terus pacarnya Oppa juga diajak."

Gotcha!

Seketika Alin menegakkan tubuhnya dan menatap tajam pada Citra. Tidak, ia tidak boleh emosi. Ini bukan waktu yang pas untuk mengeluarkan emosi akibat terbakar api cemburu. Disini ada Ayah dan Mamanya, jadi ia tidak boleh merespon berlebihan mengenai jawaban Citra yang katanya mau jalan-jalan bersama Ilham, Tante Irma serta Sania.

Berusaha menampilkan raut wajah tenang dan biasa saja. "E-emangnya mau jalan-jalan kemana?" Tanya Alin.

"Bogooooor.."

Your My LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang