D u a p u l u h l i m a

2.9K 305 42
                                    

Beberapa langkah lagi Rivaldo hendak sampai di depan pintu rumah, bersiap mengetuk pintu. Tapi Alin dengan gesit segera menarik paksa lengan berlapis jas mahal itu dan membawanya menjauh dari pintu rumah. Alin menghempas tangan Rivaldo setelah berhasil membawa Rivaldo berdiri di sebelah mobil milik pria di depannya ini.

"Bapak ngapain sih kesini? Saya akan bayar ganti ruginya kok!" Cetusnya dengan mata menatap judes pada Rivaldo.

"Saya kesini bukan untuk meminta ganti rugi—,"

"Terus mau ngapain? Main? Pengin ketemu Ayah saya? Terus mau kasih tau kalo anaknya yang bodoh ini baru saja merugikan perusahaan? Iya?" Sela Alin tanpa gentar.

Rivaldo menghela napas panjang, berusaha sabar menghadapi emosi Alin. Ia kesini berniat baik untuk meminta maaf pada Alin karena sudah membentak juga memarahi wanita itu berlebihan. Tapi apa yang ia dapat sekarang? Justru sebuah fitnah.

Sebagai pria dewasa yang lebih suka mengalah dan rajin menabung untuk masa depan, Rivaldo mengiyakan apa saja yang keluar dari mulut Alin. Terserah, terserah wanita itu saja. Akan Rivaldo iya-kan.

"Ya, saya kesini untuk bertemu dengan Ayah kamu. Dimana beliau?"

Alin membuang pandangan ke arah lain. "Ayah saya belum pulang!" Lalu kembali menatap malas pada wajah tampan tapi sialan milik Rivaldo, "jadi, lebih baik Bapak pulang sekarang!" Usirnya lagi.

"Saya tunggu Ayah kamu pulang aja, deh." Balas Rivaldo sambil kakinya hendak melangkah, berniat untuk duduk di kursi teras.

Tapi sekali lagi Alin berhasil mencegahnya. Untuk kali ini Alin tidak main-main jika Rivaldo tidak mau pulang. Demi ketentraman hidupnya esok hari, Alin akan rela menarik paksa Rivaldo untuk masuk ke mobil dan ia yang akan mengendarai mobilnya. Itu pilihan terakhir jika Rivaldo masih keukuh ingin menunggu Arsan pulang.

"Pak, Bapak paham bahasa Indonesia kan? Saya tadi bilang pulang, p-u-l-a-ng. Pulang!" Cetus Alin.

"Mbaaakkk...."

Teriakan yang Alin pahami membuatnya melepas tangan Rivaldo dan menoleh pada sumber suara, diikuti oleh Rivaldo. Nah, Citra. Calon ABG itu berlari bak kerasukan setan alas, semua rumput dia teratas begitu saja.

Sampai di hadapan sang kakak, Citra menatap Alin dan Rivaldo bergantian. "Kalian lagi marahan, ya?" Tanyanya.

"Apaan sih Lo! Sono masuk!"

Bukannya menuruti perintah sang kakak, gadis berseragam SMP itu justru menengadahkan tangan kanannya di depan Alin.

"Apa?" Tanya Alin curiga.

"Uang, buat bayar Abang Ojol. Kasian tuh, udah nungguin."

"Nggak ada duit!"

Dibalas delikan mata oleh Citra, "Pelit!" Lalu tangannya beralih menodong pada Rivaldo. "Oppa ada uang?"

Rivaldo terkekeh melihat ekspresi lucu Citra kala memandangnya. Anak ini selalu saja membuat semuanya bisa tersenyum. "Ada, sebentar ya." Tangannya mulai merogoh saku celana, membua dompet kulit asli dari Unta dan menyerahkan uang pecahan seratus ribuan pada Citra, "Bilang ke Abang Ojolnya, kembaliannya ambil aja." Pesannya.

"Siap, Oppa! Gomawoooo.." Teriak Citra. Sebelum benar-benar pergi, Citra tak lupa memberi delikan mata sekaligus juluran bibir untuk mengolok-olok Alin yang pelit.

Lagi, Rivaldo kembali terkekeh. Alin yang melihat itu justru muak. Dimana lucunya sih? Kenapa calon mantan bosnya ini terkekeh melulu? Atau memang selera humornya yang recehan?

"Bapak beneran nggak mau pulang? Apa perlu saya antar?" Tanya Alin kembali fokus pada misinya yang harus mengusir Rivaldo sesegera mungkin.

"Boleh, tapi setelah saya ketemu Ayah kamu. Gimana?"

Your My LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang