Menurut Alin, masa depan adalah tentang apa yang kamu kerjakan sekarang, bukan apa yang akan orang lihat nanti. Masa depan adalah rencana, pondasi untuk melanjutkan hidup dimasa yang akan datang.
Seperti sekarang ini, setelah menyelesaikan pendidikannya, kini ia harus memulai menyusun tahapan-tahapan untuk membuat pondasi di masa yang akan datang. Sebenarnya ini yang membuat Alin sedikit takut untuk melangkah kedepan. Karena jujur saja, ia sama sekali belum memiliki gambaran untuk kelangsungan hidupnya nanti.
Berbicara mengenai masa depan, dipikiran Alin hanya tergambar sosok lelaki tampan, mapan dan sopan yang tak lain bernama Ilham Pradipa. Hanya sosok itu yang ada di pikirannya. Sedikit pun ia tidak memikirkan mengenai profesi apa yang akan ia ambil setelah lulus kuliah.
Lagi, Ayahnya sudah mulai mempertanyakan mengenai pekerjaan apa yang akan ia ambil. Seperti tadi pagi ketika sarapan, ia meminta uang pada Nawang, namun Citra malah meledeknya dengan menyuruhnya untuk cepat-cepat mencari pekerjaan. Ledekan itu justru ditanggapi oleh Arsan. Dia setuju dengan ucapan anak bungsunya. Hingga pertanyaan yang Alin hindari sejak lulus kuliah akhirnya dipertanyakan juga.
“Jadi, kapan kamu mau cari-cari kerjanya? Sudah punya rekomendasi perusahaan?” tanya Arsan.
Karena Alin belum memulai apapun, bahkan rencana untuk bekerja di perusahaan mana, ia akhirnya menggeleng. “Belum,”
“Atau mau kelola restoran Ayah aja?”
“Nggak!”
“Terus mau kemana? Coba kamu sebar-sebar lamaran, jangan cuma diam aja.”
“Iya Ayah, nanti aku coba.”
Dan sekarang, dengan posisi duduk di kursi meja belajarnya semasa SMP yang masih ada hingga sekarang ini, ia benar-benar memikirkan apa yang Ayahnya bilang tadi pagi. Sungguh, ini situasi tersulit menurutnya.
Kepala Alin menggeleng cepat berusaha menghilangkan ucapan-ucapan Ayahnya yang terus terngiang di pikiran. Agar sedikit tidak stres, Alin membuka laptopnya, mulai menulis sesuatu disana.
Begitulah caranya untuk menghilangkan stres. Yaitu dengan menulis. Sebenarnya, menulis adalah hobi sekaligus pekerjaannya. Ya, ia sudah bekerja. Ia bekerja di perusahaan situs berita online. Pekerjaannya yang satu ini sudah berjalan sejak masih duduk di bangku perkuliahan.
Dengan hobinya yang menyukai dunia tulis, ia dipercaya untuk membuat artikel-artikel di bagian berita Teknologi. Dimana Alin harus selalu mengupdate berita terkini mengenai gadget ataupun laptop, spesifikasi berbagai produk dari mulai harga dan rating produk tersebut.
Selain itu, ia juga anak blogger. Akhir-akhir ini ia suka menulis cerita mengenai percintaan. Tentu percintaannya dengan Ilham. Ya, sejak bertemunya kembali dengan Ilham, Alin mulai menulis sejarah cintanya dengan Ilham dari zaman SD hingga sekarang.
Bosan menulis, Alin menutup laptopnya dan beralih pada ponsel. Hari ini ia niatnya akan berkunjung ke restoran Ayahnya yang ada di Jakarta. Ia rindu dengan Mbak Tut—seorang waiters di restoran Ayahnya. Selain itu juga ia rindu pada salah satu juru masak disana yang dulu sering sekali mengajarinya masak.
“Mbaaaak...”
Teriakan Mamanya membuat Alin segera menyelesaikan menata makeup-nya dan keluar untuk melihat situasi. “Apasih Ma...” sahutnya sambil membuka pintu kamar.
“Anterin Mama ke pasar yuk?”
Alin langsung menolak dengan gelengan kepala. “Nggak bisa, aku mau ke resto.”
“Ngapain?”
“Temu kangen sama Mbak Tut.. terus sama Mas Fahmi.”
“Nanti malam kan bisa, Mbak. Sekarang anterin Mama ke pasar dulu, ya? Lagian sebentar doang kok belanjanya.” paksa Nawang.
![](https://img.wattpad.com/cover/198314538-288-k990827.jpg)