Kebanyakan orang, jika mereka begadang sampai larut malam maka paginya akan bangun malas dan pada akhirnya kesiangan. Berbeda dengan Alin, wanita yang katanya sudah merasa dewasa ini sering kali begadang hingga larut malam tapi bisa bangun lebih pagi daripada ayam.
Alin bukan wanita pemalas. Hanya saja, jika masa menstruasinya sudah tiba maka ia akan berubah menjadi wanita menjijikkan yang jarang membersihkan diri dan hanya seperlunya saja jika harus mandi. Paling mentok, ia hanya mengganti pembalut saja.
Seperti halnya hari kemarin. Itu hari terakhirnya menstruasi. Jadi ia malas mandi, padahal ia tahu tubuhnya sudah mulai terasa bau. Bahkan semalam Ilham sempat merasakan bau itu.
Ilham sedikit mengendus bahu Alin dan bertanya dengan satu alis terangkat, "Kamu lagi mens ya?"
Saat itu pula jantung Alin berdetak tak beraturan. Ilhamnya, cahayanya masih mengingat kebiasaannya sejak waktu pertama mens.
Lantas, Alin menjawab, "Heheh iya. Bau banget ya, Mas?"
Dibalas anggukan oleh Ilham. Dia tahu Alin bau, tapi sama sekali tidak menjauhkan diri. Itulah satu sisi yang membuat Alin percaya bahwa suatu saat nanti Ilham akan menjadi lelaki terbaik untuk dirinya.
Pagi ini, karena ia sudah tuntas dari masa menstruasinya, Alin bangun pukul lima pagi. Kini ia sudah siap menjadi Alin yang aktif dan pemberani.
Memasuki dapur, dilihatnya sang Mama tengah memasak nasi goreng. “Sini Ma, biar aku aja yang lanjutin.”
“Yaa Allah, itu bibir merah banget Mbak kayak habis makan daging mentah.” ujar Nawang, melihat anaknya pagi-pagi buta sudah mengenakan pakaian rapi dan tak lupa berdandan. “Mau kemana sih?” tanyanya.
“Iiih Mama! Kayak nggak tau aku aja.” balas Alin sembari mengaduk-aduk nasi goreng diatas kuali.
Ya.. Nawang tahu. Nawang tahu sekali bahwa anak sulungnya ini memang sangat menggilai dunia Make up. Apalagi yang bernama lipstik warna merah cerah. Bahkan dulu waktu jamannya Alin SMA, jika lipstik anak itu habis maka lipstik Nawang yang menjadi korban. Bukan hanya lipstik, karena dulu Alin belum memiliki uang saku yang cukup karena masih sekolah menengah dan belum memiliki penghasilan, ia seringkali menyelusup masuk diam-diam ke kamar Nawang hanya untuk memoles wajah menggunakan bedak Nawang.
“Yaa nggak usah dandan terlalu begitulah Mbak... Sayang makeup-nya. Nggak mau kemana-mana kok dandan.” sindir Nawang.
Disindir seperti itu sudah biasa bagi Alin. Dulu waktu masih SMA, setiap kali akan berangkat sekolah, sindiran itu sudah bak lagu sehari-harinya. Jadi, sekarang ia hanya perlu diam tanpa membalas sindiran itu. Alin lebih memilih menyibukkan diri menyiapkan minuman dan piring untuk sarapan.
“OPPA.. KAOS KAKI AKU YANG HITAM MANA..!?” itu suara teriakan Citra.
“Mamaaa.. kaos kakiku dipakai Oppa...” suara itu semakin dekat.
Alin sudah bersiap memasang wajah judesnya untuk menyambut Citra. Entah kenapa emosi ini tiba-tiba muncul setelah mendengar Citra memanggil Aiden dengan panggilan Oppa. Telinganya terasa panas jika sudah melihat jiwa Fangirl adiknya itu muncul.
Baru saja dibicarakan, Citra menampakkan sosoknya. Dia sudah rapi mengenakan seragam Pramuka dengan tangan membawa sepatu dan raut wajahnya terlihat sebentar lagi akan menangis. Itu sudah biasa.
“Maa.. masa aku cuma pake sepatu?” rajuknya pada sang Ibu.
Nawang sama sekali tidak merespon rajukan anak bungsunya. Dia bahkan lebih memilih fokus membagi nasi goreng ke dalam piring.
“Mama ih! Bilangin kek ke Oppa.. suruh kembalikan kaos kaki Citra.” lagi, anak itu masih belum menyerah agar Kakak laki-lakinya kena marah oleh ibunya.