Pertunangan Nisa dan Fahmi sudah berlangsung dua hari lalu, namun Nisa masih belum berangkat ke kantor karena harus mengikuti adat istiadat di tempat tinggalnya.
Alin menatap layar monitornya dengan lesu. Dua hari ini ia selalu diam berusaha fokus pada pekerjaaan, tapi bukannya pikirannya justru tidak karuan. Tak ada Nisa, ternyata rasanya hampa. Biasanya di jam kerja seperti ini mereka akan merumpikan sesuatu yang unfaedah namun tetap menyenangkan jika dibicarakan.
Kepala Alin melirik malas pada pria yang duduk disebelah kubikelnya. Husni terlihat sibuk pada pekerjaan pria itu. Tidak mungkin juga ia mengobrol tentang lagu-lagu baru dari Justin Bieber pada Husni. Husni ini tipe-tipe pria yang menyukai genre musik pop Indonesia, bisa dilihat setiap akan beberes pria itu menyanyikan lagu Noah yang berjudul Separuh Aku.
"Mas, aku mau ke pantry, bikin kopi. Mau nitip nggak?" Putusnya lebih memilih ke pantry dan membuat seduhan kopi sasetan.
"Nggak deh, kopi buatanmu nggak seenak buatannya Pak Uje."
Ingin rasanya Alin menendang selangkangan Husni. Dengan tatapan judes sejudes-judesnya Alin melewati kubikel Husni. Ia menyusuri koridor kantor yang kebetulan sepi, karena memang ini jam-jam kerja, para karyawan tengah disibukkan oleh seabrek naskah. Sambil bersenandung riang gembira dengan tangan sibuk memainkan ponsel guna memecahkan permainan teka-teki silang, Alin berjalan tanpa beban menuju pantry. Huh, rasanya lega sekali setalah keluar dari kubikel kerjanya yang sumpek sekaligus sepi karena tak ada Nisa.
Sampai di pantry, Alin memilih kopi instan yang katanya autentik. Menyeduhnya pada gelas cup sekali pakai.
"Saya sekalian buatkan satu gelas."
Dahi Alin kontan saja menyernyit heran. Ada suara namun tak ada wujudnya. Saat kepalanya menengok kebelakang, bola mata dan teriakan tak bisa lagi ia kontrol. "KYAAAAA ...." teriaknya heboh.
Tidak! Tidak mungkin makhluk didepannya ini benar-benar ada disini! Alin yakin, ini bukan Rivaldo Hendriksen! Bos besarnya ini biasanya akan datang di tanggal-tanggal akhir atau pertengahan tanggal, bukan tanggal awal seperti ini.
Sekali lagi Alin menatap Rivaldo secara intens dan benar saja, pria yang saat ini berdiri mengenakan kaos polo berwarna hitam dan celana jeans panjang adalah Rivaldo!
Ingat pada kejadian tak mengenakan saat kali pertama bertemu Rivaldo, Alin bergegas menutup bibirnya. Tidak! Ia harus mengamankan bibirnya, sebelum pria ini menyerobotnya untuk kali kedua.
Masih dengan tatapan takut, Alin berusaha kuat agar tak gentar. Ini kali kedua ia bertemu Rivaldo di pantry kantor. Yaaaa.. kenapa harus disini?!
"Ba-bapak ngapain disini?" Alin berhasil melontarkan pertanyaan dari mulutnya yang setia ia tutupi, agar terhindar dari sosoran bibir Rivaldo.
Lantas pemilik wajah tampan penuh pesona ini memajukan kepalanya agar lebih dekat dengan Alin, "Saya nyariin kamu." Balasnya.
Masih dengan menutup bibir, kepala Alin otomatis mundur menjauh. Bisa dilihat dari balasan Rivaldo, sepertinya pria ini sudah terlalu banyak mengkonsumsi pil koplo dan berbagai minuman keras. Alin jadi semakin takut berdiri dihadapan Bos besarnya ini.
"Kamu lagi sariawan, ya?" Rivaldo bertanya.
Alin diam sejenak untuk mencerna pertanyaan Rivaldo. Namun akhirnya ia memilih mengangguk saja. Terserah apa kata Rivaldo, yang jelas sekarang kakinya semakin melemas karena terlalu lama menahan rasa takut.
"Padahal saya kangen sama rasa bibir kamu."
Sialan! Alin hanya bisa melototkan mata dan memaki dalam hati saat Rivaldo meracau seenak udelnya.