Untuk hari ini Alin berhenti sejenak menjadi bucinnya Ilham. Itu sudah ia pertimbangkan sejak setelah kejadian kemarin waktu lari pagi. Jujur, sakit hatinya masih terasa, walau entah apa motif Ilham sampai-sampai tega meninggalkannya begitu saja.
Padahal yang Alin tahu, Ilham itu tipe lelaki yang tidak tegaan. Tapi sekarang apa? Bahkan dia tega meninggalkannya seorang diri. Apa mungkin Ilham yang dulu bukanlah yang sekarang?
Apa cahayanya yang dulu bukanlah cahayanya yang sekarang?
Ilham seperti seseorang yang sama namun dengan sikap yang berbeda. Rasa kasihan Ilham pada orang lain sepertinya sedikit demi sedikit mulai memudar. Tidak seperti dulu. Walau cuek dan jarang bicara, namun tindakannya selalu diluar dugaan.
Sekarang ini Alin tengah berdiri di teras kamarnya, memantau aktivitas Ilham yang sedang mengelap mobil sebelum berangkat ke kantor.
Yaaa baiklah, Alin memang sudah memutuskan khusus untuk hari ini ia berusaha tidak terlalu menjadi budak cintanya Ilham. Hanya saja, kegiatan mengintai Ilham diam-diam tidak bisa ia hentikan. Ini wajib dan tak boleh dilewatkan.
Dilihatnya mobil Ilham mulai keluar dari area pekarangan rumah. Alin segera membuka kaca jendela dan melongokkan kepala sambil berteriak, "MAS ILHAM, HATI-HATI DIJALAN..."
Jadi, inikah yang dimaksud Alin bukan Bucin?
Baiklah, kita lupakan saja kebucinan Alin terhadap Ilham. Pagi ini, Alin akan mengawali paginya dengan menyiram tanaman depan rumah. Ini hal yang sangat langka. Jika biasanya Alin rajin menyirami tanaman hanya niatnya karena agar bisa melihat Ilham, sekarang niatnya menyiram tanaman agar ia tidak disuruh mengantarkan Citra berangkat sekolah.
Ogah!
Sebenarnya Alin malas rajin-rajin seperti ini. Ia inginnya nonton televisi menunggu siaran Upin Ipin tayang. Aaahh, malang sekali nasibnya setelah lulus kuliah.
Apa sebaiknya ia lanjutkan saja ke S2? No! Otaknya bisa-bisa keluar asap jika benar ia akan melanjutkan ke studi S2.
Kini Alin mulai menyalakan keran air. Dengan bantuan selang air, ia menyirami tanaman rumahnya satu persatu. Sambil sesekali mulutnya mengoceh menyanyikan salah satu lagu barat.
"Mbak, tolong anterin Adek ke sekolah ya?" Suara Arsan tiba-tiba muncul.
Seketika Alin membalikkan tubuhnya. Dilihatnya Ayahnya itu sudah rapi mengenakan seragam pangkatnya dan bersiap untuk berangkat mengajar. Disebelah Arsan ada Citra yang juga sudah rapi mengenakan seragam sekolah.
"Eeummm... Maaf Yah, aku nggak bisa deh kayaknya. Ini aku lagi ngasih nutrisi tanaman-tanaman kesayangan Mama. Kasihan nggak pernah disirami."
"Yah.. terus gimana? Siapa yang nganterin Citra berangkat sekolah? Aku nggak mau diantar Oppa Abang." Rengek Citra sambil menarik-narik lengan Ayahnya sok manja.
"Yaa terpaksa sama Ayah. Tapi nanti bisa kan kalau jemput Adek?"
Alin terdiam, berpura-pura seolah sedang berpikir. Namun setelahnya ia mencebikkan bibir sambil menggaruk rambut kepala. "Kayaknya nggak bisa juga deh, Yah. Siang nanti aku mau bantu Mama masak."
"OPPA... TUNGGUIN CITRA, CITRA MAU NEBENG..."
Tiba-tiba saja Citra berteriak keras. Kontan Alin dan Arsan mengikuti arah pandang Citra yang ternyata meneriaki Ilham. Dilihatnya Ilham tengah mengeluarkan mobilnya dari pekarangan rumah bersiap untuk laju menuju kantor.
"Yah, aku nebeng Oppa Ilham aja deh yang sama-sama searah." Ujar Citra pada Arsan lantas mencium punggung tangan Ayahnya itu dan berlari sebelum akhirnya Ilham kembali melajukan mobilnya lebih jauh lagi.