21

22 5 0
                                    

it's my decision!

* * *


-edited-

"Aku kan?"

Ipang memamerkan deretan giginya, kedua tangannya kembali merengkuh Inong kedalam pelukannya. Pelukan yang membuat Inong bisa mendengar debaran jantung Ipang, yang ternyata sama cepatnya dengan debaran miliknya.

"Nong?" Ipang melonggarkan pelukannya, berusaha menatap mata Inong.

Kedua tangannya menangkup wajah Inong, matanya menatap Inong lekat. Tapi sebelum Ipang melakukan apapun yang dia rencanakan, dia malah mengaduh kesakitan, perutnya dicubit oleh Inong.

"Aw.. Sakit Nong!"

"Siapa suruh nyosor nyosor?" Wajah Inong berubah garang, cukup membuat Ipang ciut.

"Udah atuh lepasin sayang, sakit"

Setelah puas melihat wajah kesakitan Ipang, akhirnya Inong melepaskan cubitannya.

"Heh! Ngapain?"

Inong sewot melihat Ipang dengan cueknya menaikkan ujung kaosnya, memperlihatkan perut ratanya. Mau melihat keadaan kulit perut yang dicubit Inong, tapi Inong malah salah faham.

"Apa? Tuh, liat perutnya jadi merah, kamu cubit"

Tentu saja Inong tidak mau melihat, dia memalingkan wajahnya dari Ipang. Ketika Ipang menyadari alasan Inong membuang muka darinya, otak jahilnya langsung bekerja.

"Kenapa ga mau liat hm? Takut khilaf ya, liat perut aku?"

"Naon sih?!" Inong meninggalkan Ipang di balkon, secepatnya kembali merebahkan badannya di kasur, efek obat yang dia minum sudah terasa.

"Mau tidur?" Inong menggumam dari balik selimutnya. "Yaudah, sok istirahat"

Saat Inong terbangun, Ipang sudah tidak berada di kamarnya.

Syukurlah, aku bisa jantungan deket dia terus.

Sepertinya dia harus mandi, karena badannya lengket oleh keringat. Habis mandi, badan segar, perut lapar, saatnya memasak.

Sesampainya di dapur, Inong melihat Ipang sedang sibuk memasak. Dia mengendap mendekati Ipang, penasaran cowok itu masak apa. Karena wangi masakannya membuat perut Inong semakin bergemuruh. Ipang berbalik badan, memergoki Inong sedang mengendap mendekatinya.

Ipang tersenyum, melihat Inong terlihat lebih segar setelah bangun tidur, "eh udah bangun"

"I iya. Kamu, masak apa?"

"Sup ayam, buat yang lagi flu"

"Kamu, bisa masak?"

Ipang mengangguk, "cuma satu yang aku ga bisa, lupain kamu"

"Hmm, mulai deh" dengus Inong, Ipang cekikikan.

"Eh itu, Inongnya udah bangun" Aan muncul bersama Pipit.

"Hei Pit. An, kenapa nyuruh Ipang masak?"

"Siapa yang nyuruh? Ipangnya sendiri yang mau, masa aku larang?"

"Udah, ga usah berantem, mending kita makan"

"Enak ga?"

"Enak bor" Jawab Aan yang diamini Pipit.

"Ga kalah sama masakan Inong"

Cocok, sama-sama jago masak, jadi bisa kolaborasi di dapur. Ipang menatap Inong yang masih diam, menunggu Inong mengomentari masakannya.

My Favorite DrummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang