32

35 5 0
                                    

-edited-

God, what I've done?!

Cukup lama Ipang menenggelamkan Inong dalam dekapannya. Tangannya tidak berhenti mengusap punggung Inong dengan lembut. Berharap tangisan ceweknya ini bisa segera mereda.

"Ipang.." Ipang menjawab dengan gumaman, "pulang yuk, malu diliatin.."

Ipang lupa, mereka masih berada di stasiun. Benar saja, saat matanya memindai area sekitarnya, berpasang mata menatap mereka dengan berbagai ekspresi, membuatnya malu sendiri. Cowok itu pun segera membawa Inong keluar dari stasiun.

Sepanjang perjalanan, baik Inong ataupun Ipang tidak ada yang bersuara. Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Tapi, sesampainya di rumah, tangis Inong kembali pecah dipelukan sang ibu.

Ibu menatap Ipang dan Aan bergantian, menanyakan penyebab anak bungsunya itu menangis, lewat tatapan matanya. Aan menggendikkan bahu, sedangkan Ipang hanya bisa menundukkan kepala.

"Kamu kenapa sih? Dateng-dateng bukannya ngasih oleh-oleh, malah ngasih ingus" punten ibu, anaknya lagi mewek itu, sempet-sempetnya minta oleh-oleh.

Ibu mengurai paksa pelukannya, menatap Inong dan mulai bertanya. "Kamu cape?" Kepala Inong mengangguk tapi kemudian menggeleng.

"Lah terus kenapa nangis? Uang jajan habis?" Inong menggeleng.

"Mana ada! Dia lagi kaya bu, banyak job" celetukan Aan berbuah tendangan dari Inong, karena kebetulan Aan duduk selonjoran di karpet dekat kakinya.

"Ih, kalah pasea!" Ibu mengomeli kedua anaknya, sebelum kembali bertanya. "Apa ga enak badan?" Dan Inong menggeleng lagi.

"Oh, berantem sama Ipang ya?" Ipang terkesiap, Inong mengangguk, tapi menggeleng lagi.

"Eh! Trus kenapa atuh?"

Seperti anak kecil yang mainannya direbut, Inong kembali menangis. "Inong ga dapet beasiswanya, bu! Huwaa.. Ga jadi tinggal di Jepang.. Huwaa..."

Tawa Aan menggema sedetik kemudian, membuat mata bapak memelotot. Entah karena kaget dengan suara tawa Aan yang membahana, atau karena membela Inong. Padahal bapak sendiri sedang cekikikan, bikin ibu tambah kesal dan Inong semakin sedih saja.

Ipang bingung, badannya membatu di tempat duduknya. Setelah tawanya mereda, Aan beranjak meninggalkan ruang keluarga. Tapi sebelumnya, Aan menghampiri Ipang, membungkuk dan berbisik di telinga Ipang.

"Siap-siap diomelin ya, bor!"

Ipang sudah menyiapkan mentalnya untuk menerima amukan ataupun omelan Inong. Tapi, cewek itu malah bersikap biasa, yang justru terasa lebih menyeramkan untuk Ipang.

"Nong.. Kamu beneran ga marah?"

"Ngga. Nanya itu terus, ga bosen?"

Ipang menggeleng, "aku siap ko denger omelan kamu.. Atau kalau kamu mau marah--"

"Gapapa.. Salah aku juga ga ngomong dulu sebelum ketemu Mawan" Inong tersenyum kecil, "kamu juga marah liat aku di parkiran sama Gilang kan? Itu--"

"Aku tau, kamu ga sengaja ketemu dia di parkiran. Sebenernya, aku juga denger waktu Mawan telponan sama cewek itu" Inong terlihat terkejut, "Maap, hari itu aku tiba-tiba marah dan diemin kamu. Kesel juga liat kamu tiba-tiba pergi sama orang lain, padahal kamu tau, aku nungguin kamu depan kelas"

"Iya maap, aku ga tau kamu sengaja nungguin aku hari itu buat rayain valentine" Inong meringis. "Aku ga kepikiran kamu bakal ngerayain yang begituan. Aku belum pernah sih, jadi ga tau" gerutu Inong dengan polosnya, sontak membuat Ipang terkekeh.

My Favorite DrummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang