4. Kehidupan Yang Berbeda. (Bagian Satu)

4.3K 352 30
                                    

Happy Reading!

Pov Zahril.

"Bangun... Udah Jam tiga, Sayang." Aku tersenyum melihat wajah istriku yang tenang dalam tidurnya. Mata yang sering menatapku hangat itu tertutup. Aku menyentuh pipinya lembut dengan jari telunjukku kemudian mengusap nya pelan. Aku sangat suka menyentuh pipinya. "Kalau nggak bangun aku kasih hukuman loh.."

Dahinya menyergit. Ekspresi terganggu jelas sekali di wajahnya. Aku mengelus pelipisnya. Memberinya kecupan ringan di dahi sebelum menarik-naik hidung nya agar segera bangun. Sekarang waktu sepertiga malam. Dimana Allah turun melihat dan mendengarkan hambanya yang berdoa dan meminta ampunan. Doa pada waktu itu sangat mustajab. Allah akan mengabulkan segala doa pada waktu itu. Sungguh rugi orang-orang yang tidak mengerjakan sholat tahajjud.

"Kenapa?" Aku kembali menatap mata yang terbuka dengan sayu itu. Aku menyengir, mencium curi kembali sebelum berdiri dari tempat tidur. "Ayo bangun. Sana siap-siap untuk sholat tahajjud."

Putri mengangguk lemah. Aku memperhatikan dia menyingkap selimut dan berjalan dengan linglung masuk ke dalam kamar mandi. Aku hanya menggeleng kan kepala melihat tingkahnya yang menggemaskan. Apalagi saat ngambek, aku jadi punya kesempatan untuk mencuri cium darinya. Karena biasanya hanya dengan cara itu dia tidak ngambek lagi. Sungguh aku sangat mencintai istriku itu. Setelah halal, cintaku rasanya tambah mekar saja. Hatiku selalu saja hangat saat melihat dirinya berada di sampingku. Dan semoga cinta ku pada Putri tidak melebihi cintaku pada sang maha pencipta. Aku akan selalu menempatkan Allah di atas segalanya.

Aku tersadar saat mendengar pintu kamar mandi dibuka. "Udah?"

Dia mengangguk. Wajahnya lebih segar setelah whudu. "Oke. Saya juga ingin membersihkan diri dulu." aku langsung masuk ke kamar mandi setelah mengatakan itu.

Sepuluh menit kemudian aku keluar. Putri duduk dipinggir tempat tidur dan sudah memakai mukenah. Aku langsung ke lemari baju. Mengambil koko dan sarung sekaligus peci. Sajadah sudah terbentang di samping tempat tidur. Setelah berganti pakaian, aku langsung mengajak Putri untuk sholat tahajjud.

💕💕

Pagi harinya saat aku akan berangkat ke kampus, aku duduk di kursi meja makan dengan Papa yang duduk di ujung meja dan Putri di sampingku. Istriku itu sedang menikmati makanan buatan nya sendiri yang jujur masih sedikit asin. Tapi dengan bijaknya aku dan Papa tidak mengomentari. Kami tetap diam walaupun sekali-kali melempari tatapan satu sama lain.

"Putri besok lusa kembali ke Yogyakarta, kan?"

Kegiatan makan aku langsung terhenti. Ahhh aku hampir lupa dengan itu. Mood aku langsung tidak baik setelah mendengar Papa. Padahal aku sudah hampir lupa dengan itu.

"Ah iya, Pa. Sudah sebulan ini nggak masuk kuliah. Saya harus ke sana untuk lanjutin kuliah saya." Jawab Putri kemudian tersenyum ke arah Papa.

Aku menghela nafas. Lusa waktu yang sangat singkat. Dan membayangkan akan bertemu beberapa bulan kemudian membuat aku tidak rela melepas Putri. Tapi mau bagaimana lagi? Istri ku harus melanjutkan kuliah nya. Dan sebagai suami aku tidak akan melarang nya apalagi membatasi keinginannya selama itu masih baik untuk dirinya dan Agama.

"Jadi Zahril ditinggal dong?" Celetuk Papa dengan pandangan jahil terarah padaku.

"Papa nggak usah memperjelas. Zahril sudah tahu kok." Aku langsung cemberut.

Putri di samping aku tertawa kecil. Aku berbalik menatapnya. Raut wajahnya sungguh menggemaskan dengan wajah memerah dan mata yang menyipit menahan tawa. Tapi itu tidak membantu mengembalikan mood ku. "Apa?" Tanya ku jutek.

"Kak Zahril wajahnya lucu kalau lagi marah." Putri kembali tertawa. Aku meraih gelas yang telah diisi air dan menenggaknya sampai habis. Bibir aku berkedut menahan tawa.

"Nggak usah tertawa."

Aku kembali melanjutkan makanku diiringi dengan kekehan Papa dan deheman Putri. Mereka pasti sedang mengejekku.

Selesai makan dan pamit ke Papa, Aku langsung berjalan keluar dengan Putri di sampingku. Aku berhenti di samping mobil, berbalik menghadapnya dan menyodorkan tanganku untuk dikecupnya.

"Kak Zahril hati-hati di jalan. Yang semangat kuliahnya. Biar cepat selesai dan jadi Sarjana." Ucapnya setelah mengecup punggung tanganku.

"Aamiin. Kamu juga. Baik-baik di rumah. Kalau ada apa-apa langsung telfon aku." Aku mengecup dahinya kemudian kedua pipinya. "Sana masuk. Baik-baik di rumah sendiri."

Wajahnya bersemuh merah. Aku mengacak khimar yang dia pakai. "Aku sayang kamu." Ucap ku. Setelahnya aku membuka pintu mobil dan memberi salam kemudian masuk.

"Waalaikumussalam."

Aku mengangguk kepada Putri yang berdiri di teras rumah. Sedang melambaikan tangan. Aku menjalankan mobilku keluar area rumah dan menuju ke kampus. Aku harap hari ini akan lebih baik dari hari-hati kemarin.

🌸🌸🌸


Pov Putri.

Aku mengambil koper besar di kepala lemari. Bersiap-siap untuk kembali ke Yogyakarta. Berat rasanya untuk meninggalkan Kak Zahril di sini. Tapi mau bagaimana lagi. Aku harus mengejar impian ku dan ingin cepat-cepat selesai agar aku dapat kembali ke sini. Rasanya akan sangat sulit berada jauh dari Kak Zahril. Tapi mau bagaimana lagi, kan? Aku mulai menyesali kenapa dulu aku memilih berkuliah di luar kota.

Hmmm...

Aku mengambil pakaian ku di dalam lemari, melipatnya rapi dan memasukkan nya ke dalam koper. Aku menatap bagian lemari yang kosong tanpa pakaianku. Hanya beberapa kemeja laki-laki dan koko yang tergantung.

"Udah peking nya?"

Aku memindahkan tatapan ke pintu dimana Kak Zahril berdiri. "Sedikit lagi." Aku berjalan ke meja rias dan mengambil beberapa alat Make-Up dan juga alat perawatan tubuh.

Kak Zahril berjalan masuk saat aku sudah selesai dengan acara peking ku.
Dia mengambil tas ranselnya yang tergantung di penggantung dinding kemudian berjalan ke meja belajar, mengeluarkan alat tulis, laptop dan beberapa buku cetak.

"Mau ngapain, kak?" Tanya ku menghampiri nya.

"Mau peking juga." Sahutnya. Kak Zahril berjalan ke lemari dan mengambil beberapa pakaian.

Aku mengerutkan dahi. "Kak Zahril mau kemana?" aku meraih tas ranselnya, membantu memasukkan pakaian-pakaian kak Zahril dan membiarkannya kembali sibuk kesana kemari.

"Mau ikut sama kamu." jawabnya nyengir setelah kembali dari kamar mandi mengambil alat kebersihan diri.

"Hah?"

"Tolong masukkan ini ke dalam tas ku." Aku mengambil benda yang ada di tangannya dan masih memandangnya bingung.

"Kak Zahril serius?"

Dia hanya mengangguk. Kak Zahril juga mengambil beberapa jaket kulit dan sepatu. "Ini muat di koper kamu, kan?" Dia menyerahkan sepatunya yang sudah di bungkus kresek. "Tas aku nggak muat."

Aku diam memandangnya. Kak Zahril juga memasukkan handuk dan carge hp.

Dia menarik pipi ku. "Jangan bengong. Nggak baik."

Aku mengerjap. "Kak Zahril beneran mau ikut aku?"

Dia mengangguk. "Hanya beberapa hari."

"Kak Zahril nggak kuliah?"

"Aku sudah meminta izin di ketua tingkat ku kok."

"Papa bagaimana?" Tanya ku. Tidak mungkin kan Papa ditinggal sendiri.

"Malah papa yang nyuruh aku ikut sama kamu. Zahra akan menemaninya, kok."

Aku mengangguk.

"Ya udah. Sana kamu mandi. Kita berangkat nya jam tiga sore, kan?"

Kak Zahril mengacak rambutku. "Sana mandi kemudian sholat. Setelah aku dari Masjid kita berangkat ke stasiun."

TBC.

Dear Imam Ku (ZAHRIL) | (Ending) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang