35. 1 Yang Terbaik.
Happy Reading!
Jangan lupa tekan bintang di pojok kiri bawah!
.
.
."Aku akan menceraikanmu."
Aku mengepalkan tangan kuat saat bibir ku berhasil mengatakan kalimat sakrar itu. Tidak, aku sama sekali tidak ingin mengatakan itu. Aku tidak ingin melepaskannya. Bagaimana mungkin aku ingin melepaskannya saat aku masih sangat mencintainya. Bohong saat ku katakan aku tidak mencintainya lagi, hanya dia, dari dulu sampai sekarang.
Tapi inilah yang harus aku lakukan kalau ingin melihat dia bahagia. Seminggu ini raut wajahnya selalu sedih dan itu membuatku tidak nyaman sama sekali. Dia tidak bahagia bersamaku. Hah... Mana mungkin dia bahagia dengan suami cacat sepertiku.
Hatiku berdenyut sakit saat melihat wajah syok Putri. Tatapan luka itu membuatku ingin memeluknya erat dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja, dia akan menemukan pria lain yang lebih baik dariku, dari segi fisik, dia akan mendapatkan yang terbaik jika aku melepaskannya.
Aku tidak mungkin membiarkannya mengurus laki-laki cacat sepanjang umurnya. Dia berhak mendapatkan yang lebih baik. Biar aku saja yang merasa seperti ini. Dia harus melanjutkan hidupnya dengan pria yang lebih sempurna.
Yang bisa membahagiakannya.
Bukan aku...
Aku telah menyakitinya. Aku terus menyakitinya.
Aku mengalihkan tatapanku saat melihat kedua matanya meneteskan air mata. Tanganku terasa kaku di dalam genggaman tangan nya.
"Kak Zahril ngomong apa sih? Mending kita pulang. Kak Zahril bisa demam kalau kita di sini terus." ucapnya dengan gemetar.
Aku menutup mataku. "Aku bisa pulang sendiri. Kamu pergi aja."
"Tidak. Kak Zahril kenapa sih dari tadi ngomong nggak jelas? Kakak sakit lagi, ya? Ya udah, ayo pulang." sahutnya sambil berdiri, saat berdiri tubuhnya goyah kebelakang hingga refleks aku menarik tangannya.
"Kamu bisa urus diri sendirikan? Aku nggak bisa melindungimu seperti dulu lagi. Ketebatasanku sungguh menyiksa. Semua yang aku omongin tadi adalah kebenaran. Aku ingin kamu pergi! Pergi cari kebahagian mu. Karena aku tidak bisa menjadi seperti itu. Aku cacat, kamu akan mendapatkan seseorang yang lebih baik yang ak-"
" STOP KATAKAN AKU AKAN MENEMUKAN PRIA YANG BAIK!"
Aku menutup mataku mendengar bentakan kerasnya. Di bawah guyuran hujan deras yang sekarang berubah rintik-rintik sekarang aku mendongak melihat wajah terlukanya.
"Stop, Kak. Jangan jadikan alasan orang lain untuk lepas dari ku. Jika Kak Zahril sudah tidak mencintai aku, katakan, aku akan pergi. Jangan membuat alasan seakan kakak peduli sama aku."
Terdengar isakan yang membuat tubuhku seakan dihantam benda keras. Rasanya sakit melihatnya seperti ini.
"Baik jika itu yang kakak inginkan. Aku akan pergi. Walaupun kebahagiaanku itu kakak aku akan tetap pergi. Percuma kan mempertahankan sesuatu yang hanya ingin lepas dari genggaman? Aku tidak memiliki tenaga sebesar itu untuk menahan kakak."
Putri berjalan ke belakang aku, tidak lama kurasakan kursi rodaku di dorong. Pandangan ku lurus ke depan, kedua mataku dengan perlahan mengabur dan berkaca-kaca. Ini yang terbaik untuk kami.
Dalam keadaan sehat saja aku tidak becus menjaganya sehingga menyebabkan kami kehilangam calon buah hati kami. Bagaimama saat kondisiku seperti sekarang? Mungkin aku akan kehilangan dirinya seperti aku kehilangan calon bayi kami. Aku tidak akan sanggup memikirkan hal itu. Dia lebih baik pergi.
Sesampainya di ruang tamu, Putri langsung meninggalkanku untuk ke kamar. Aku mendongakkan wajahku menghalau air mata yang nyaris keluar.
Aku laki-laki! Aku tidak akan mengeluarkan air mata lagi.
Lima belas menit kemudian Putri turun dengan koper di tangannya. Pakaiannya sudah berganti dan wajahnya pucat pasih. Aku menundukkan kepalaku tidak sanggup melihatnya. Kupaksakan wajahku untuk tetap datar saat tubuhku terguncang oleh rasa sakit.
"Loh... Putri kamu mau kemana?" Sahut Papa yang juga baru keluar dari kamarnya.
Ku dengar tangis Putri saat itu juga. "Maaf, Pa. Aku minta maaf tidak bisa menjadi istri yang baik untuk anak Papa. Aku akan pergi. Terimakasih untuk selama ini, Pa."
Papa diam. Ku rasakan pandangannya padaku yang terus menunduk.
"Aku titip salam kepala Zahra dan Kak Ilyas, Pa."
"Kamu mau pulang ke mana?" Tanya Papa, terdengar langkah kaki mendekat.
"A... Aku akan ke Aceh ke rumah Ayah di sana."
"Ya udah. Kamu hati-hati, ya. Papa tidak memiliki kewajiban untuk menahan mu di sini. Kalian sudah dewasa dan Papa yakin kalian bisa mengambil keputusan yang bijak. Maafin anak Papa ya kalau dia nyakitin kamu."
"Assalamualaikum, Pa."
"Walaikumsalam, Nak."
Tidak lama terdengar langkah mendekat. Kepalaku menunduk dalam saat aku sadar keberadaan Putri yang berdiri di sampingku.
"Makasih, kak untuk selama ini. Aku akan tetap mencintai kak Zahril dan berharap kakak mengambil keputusan yang bijak dengan mengucapkan kata rujuk kembali. Aku akan tetap menunggu kakak. Aku pergi Kak. Assalamualaikum."
Dia pergi.
Dia benar pergi.
Dia benar-benar pergi.
Suara mesin mobil yang berhenti di depan rumah membuat hatiku tiba-tiba resa dan tidak yakin dengan keputusanku.
Tidak!
Ini keputusan yang baik!
Kamu harus melepaskannya untuk kebahagiaan dirinya sendiri.
Kamu tidak akan tega kan melihatnya mengurusmu seumur hidup yang cacat ini. Dia hanya akan kesusahan. Dia berhak mendapatkan pria lain..
Suara mobil yang menjauh menyadarkanku. Aku mengangkat kepala, membalikkan kursi rodaku menatap pintu yang terbuka. Dia sudah tidak ada di sana.
Putri benar-benar sudah pergi.
Aku berusaha keras mengatakan kepada diriku bahwa ini adalah keputusan yang baik. Yang terbaik untuk kami. Tapi mengapa aku tidak bisa menghentikan kedua mataku menangis?
Kamu yang membiarkannya pergi! Kenapa kamu harus menangis?
Dia hanya akan tersiksa bersamamu bodoh! Perempuan mana yang ingin merawat laki-laki cacat seperti mu?
Aku tertawa sumbang.
Ini akhir kisah kami.
Ini benar-benar akhir. Dia sudah pergi.
Sekali lagi, aku menyakinkan diriku sendiri bahwa ini adalah yang terbaik untuk kami.
.
.
.
.~~ S E L E S A I ~~
Tapi boong.
2-3 capter lagi menuju ending.
Follow me :
Ig : Isra_Muthmainna__
Or
Az_zahra__03See You!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Imam Ku (ZAHRIL) | (Ending)
RomanceBELUM REVISI!!! Di ujung dermaga, sepasang kekasih halal berdiri menikmati senja yang perlahan menghilang. Tangan saling terjalin dengan cincin emas melingkar di jari manis masing-masing. Masih teringat jelas diingatan suara lantang dari sang pria...