14. Kampus

1.9K 201 6
                                    

14. Kampus

Happy Reading
Jangan lupa vote

Share ke teman kamu agar Zahril lebih dikenal lagi!

🌸🌸Zahril (Dear Imamku) 🌸🌸

Saat ini aku dalam perjalanan ke kampus dengan Kak Zahril yang fokus menyetir di sampingku. Pagi ini langit tampak cerah secerah suasana hatiku. Sedari tadi aku tidak bisa berhenti tersenyum. Sosok pria di sampingku menjadi alasan kebahagian ku hari ini.

Setelah berdebat dengannya tentang dia hanya perlu mengantar ku ke kampus, tapi karena pesan kemarin Kak Zahril memaksa untuk memunggu ku sampai jam kuliah ku usai hari ini. Jelas aku kalah dari Kak Zahril. Dia adalah sosok pria yang tidak ingin mengalah jika itu sesuatu yang menyangkut denganku, apalagi ini Fajar!

"Kemarin Kak Zahril beneran cemburu?" Aku berbalik menatapnya yang sibuk mengemudi.

Dia mengangguk. "Aku sangat cemburu."

Aku terkekeh, "Lucu juga ya sikap Kak Zahril. Padahal Fajar kan cuma teman dekat aku."

Dia mendengus, "Tidak ada pertemanan antara perempuan dan laki-laki. Percaya salah satu diantara kalian mempunyai perasaan lebih."

"Nggak juga. Fajar nggak terlihat menyukai ku tuh!" Aku menatap ke depan ke kendaraan lain. "Saat aku dilamar kakaknya dia biasa-biasa saja."

Tunggu dulu. Sepertinya aku salah ngomong. Aku melirik ragu kepada Kak Zahril yang kembali diam. Mampus! Kenapa aku bahas sekarang sih? Ini mulut nggak ada remnya sama sekali.

"Um... Kak Zahril?" Ujarku pelan.

"Kamu dilamar sama pria lain?" Tanyanya langsung.

Aku tersentak kecil dan langsung menggigit bibir. "Iya. Dosen aku di kampus. Kakaknya Fajar."

Dia menghela nafas, "Banyak juga yang suka sama kamu."

"Nggak juga."

Tangannya terulur mengacak puncak kepalaku. "Banyak yang suka kamu. Kamu aja yang nggak peka."

Aku tidak ambil pusing toh aku sekarang juga telah memiliki suami sesempurna Kak Zahril.

"Jadi bagaimana kamu dengan dosen itu?" Tanyanya saat Kak Zahril membelokkan mobil memasuki kampus.

"Aku baru berniat untuk memberitahu nya kalau aku sudah menika dengan Kak Zahril."

Dia mengangguk. "Nanti akan ku temani. Hari ini juga kita ketemu dosen itu."

"Heeeee.... Kok hari ini sih?" Aku melototinya. "Janganlah. Aku mana berani ketemu Pak Wahyu."

"Jadi kapan, sayang?" Kak Zahril memarkirkan mobil di tempat parkir fakultas.

"Kapan-kapan aja ya, Kak. Jangan sekarang."

Dia menatapku. "Sore nanti aku kembali ke jakarta lagi. Aku ke sininya mendadak jadi pekerjaan di sana aku tinggalkan begitu saja. Aku harus menyelesaikannya dengan cepat."

Aku mengangguk mengerti. "Maafkan aku karena bersikap kekanakan kemarin."

Dia meraih kedua tanganku kemudian tersenyum tipis. "Aku sudah memaafkanmu. Tapi jangan diulangi lagi."

Aku tersenyum, bergerak cepat mengecup pipinya. "Ayo keluar."

Kami keluar dari mobil dan berjalan ke gedung C di mana kelasku hari ini. Selama perjalanan Kak Zahril memasang wajah datarnya, tangan kami saling terjalin satu sama lain.

Di depan kelasku, ada bangku yang menyandar ke dinding. Koridor kelas saat itu ramai-ramai nya dengan mahasiswa yang berlalu lalang atau sekadar berdiri mengobrol. Aku berbalik menghadap Kak Zahril saat kami sampai di depan kelasku.

Aku langsung menariknya duduk di bangku kosong di depan kelasku. "Duduk di sini dulu."

Dia mengangguk. Aku menatap mahasiswa-mahasiswa yang mencuri pandang ke arah kami. Aku mendengus saat salah satu dari mereka berjalan mendekat menghampiri kami.

"Hei.. Aku belum pernah melihat kamu sebelumnya. Maba, ya?" Tanyanya dengan nada yang dibuat sok imut. Dia tersenyum centil ke arah Kak Zahril yang menatap kekilas ke arahnya.

"Nggak, Kak. Aku mahasiswi semester 5." Jawabku malas.

Dia menatapku sebentar, "Uh.. Sorry. Aku tidak bertanya kepadamu." perempuan yang aku tahu sebagai salah satu senior abadi di jurusan ku itu mengibas rambutnya. Dia mengedipkan mata ke arah Kak Zahril yang masih mengabaikannya. "Aku bertanya kepada pria tampan ini."

Aku memutar mata malas. Merasa dongkol karena kehadiran senior ini.

"Aku tidak kuliah di sini." Aku langsung berbalik menatap Kak Zahril.

Senior itu mengulurkan tangannya, "Boleh berkenalan? Nama aku Siska."

Kak Zahril mengangguk dan tersenyum tipis. Aku menatapnya sengit, dia tersenyum ke perempuan lain saat ada aku di sampingnya!

"Boleh. Panggil saja aku Zahril." Jawabnya dengan tangan yang mengatup di depan dada.

Senior yang bernama Siska itu menarik tangannya dengan malu. Dia menyelipkan rambutnya yanh jatuh di pipinya ke daun telinga, "Apa kamu memiliki pacar?"

Aku memandang tidak suka Senior itu. Dia sudah menikah! Ingin rasanya aku berteriak di depan wajahnya yang dipoles dengan make up tipis itu.

"Aku tidak memiliki pacar." Aku memindahkan tatapanku ke Kak Zahril. Wah.. Jadi aku ini apa?! Oh bukan pacar. Aku istrinya!

Apa kamu mendengarnya? Aku istrinya!

Aku menahan diriku saat lagi-lagi Senior itu tersenyum lebar. "Bagus dong. Aku juga jomloh. Lain kali bagaimana kalau kita keluar bersama? Kau tahu... Untuk mengenal lebih dekat. Ku rasa kita cocok bersama."

Aku sudah hambir berdiri menjambak rambut salon perempuan itu saat Kak Zahril meraih tanganku. "Maaf. Tapi aku menolak. Aku memang tidak memiliki pacar tapi aku sudah menikah. Dan gadis cantik di sebelahku ini adalah istriku. Dan aku sangat mencintainya." Kak Zahril tersenyum hangat ke arahku. "Iya kan, Sayang?"

Aku berusaha menahan mimik wajahki agar tetap datar dan melototinya. Aku mendengus dan memalingkan wajah menatap Senior Siska yang tampak terkejut. Dengan cepat aku meraih tangan Kak Zahril dan menggenggamnya. "Ya. Dia suamiku. Dia sangat mencintai ku. Tidak ada wanita lain yang lebih dia cintai selain diriku. Dia tidak bisa hidup tanpa ku. Dia bisa mati. Jadi Kakak senior yang cantik ku harap kakak mengerti."

Senior itu menatap diriku dan Kak Zahril bergantian. Dari tatapan nya tampak menilai. Sebelum dia tersadar dan memundurkan langkahnya sekali. "Maaf. Aku tidak menyangkah kamu sudah menikah. Eh sepertinya aku harus pergi. Senang berkenalan denganmu." Katanya ke Kak Zahril.

"Senang berkenalan dengan mu juga." Aku mencubit lengan Kak Zahril keras saat Senior itu berbalik dan melangkah menghampiri teman-temannya yang menunggunya sedari tadi. Suara tawa mereka cukup keras hingga mendengarnya.

Aku berdiri dengan cepat. "Aku masuk kelas dulu."

Saat aku ingin melangkah, Kak Zahril menahanku. "Kan dosennya belum ada."

"Pokoknya aku mau masuk!" Aku memandang sengit ke arahnya.

Dia melepaskan tangannya. Aku menghentakkan kaki karena kesal. "Ya udah pergi aja," Dia mendongak menatapku dan tersenyum jahil. "Aku juga suka di sini. Mungkin seseorang kembali akan berkenalan denganku."

Aku menarik nafas. Dan dengan kesal kembali duduk di sampingnya. "Jangan mau berkenalan! Mereka itu cuma mau narik perhatian Kak Zahril. Udah nggak usah di gubris. Ingat istri! Udah menikah juga."

Dia tertawa. Kami mengobrol tentang kampus dan kegiatan Kak Zahril di jakarta tanpa aku saat aku melihat Pak Noval muncul di koridor sebelah kanan.

" Oh aku harus masuk kelas." Kataku berdiri dan menghadapnya. "Dosennya sudah ada. Kak Zahril kalau bosan di sini, ke taman fakultas aja. Di sana lebih enak dari pada di sini." Aku mencium pipinya cepat sebelum berlari masuk ke dalam kelas.

"Semangat kuliahnya, sayang!"

TBC

Dear Imam Ku (ZAHRIL) | (Ending) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang