paper incident - 27

2.6K 647 137
                                    

Hangyul berberes lebih pagi dari biasanya. Jam 5 lewat 30 pagi, Hangyul udah mandi, udah bantuin ibunya juga bikin sarapan, udah rapih pake seragam juga. Tinggal pakai kaos kaki sama sepatu.

Sengaja, biar ada waktu buat ngurus Yuvin. Jadi kalau agak repot, dia gak terlambat ke sekolah. Masalahnya, ia yakin banget kalau Yuvin ga akan kesekolah hari ini. Tidak mungkin, kalau Hangyul ke sekolah ninggalin Yuvin gitu aja, kan?

Hangyul mengetuk pelan pintu kamarnya sendiri, sebelum akhirnya membukanya perlahan; takut kalau Yuvin terbangun karena kaget. Kalau kebangun kaget, bisa pusing kan?

Tapi, nyatanya Yuvin sudah terjaga.

Dengan isakan kecil yang terdengar dari bibir tebal sahabatnya itu serta bahunya yang bergetar.

Hangyul meringis pedih melihatnya. Iapun masuk ke kamarnya perlahan, lalu berjongkok disebelah Yuvin.

"Vin.. bolos?"

Diam. Tak ada jawaban. Namun masih terisak.

"Sakit gak?"

Kali ini, Yuvin menjawab dengan anggukan.

Hangyul reflek mengulurkan tangannya, menyentuh dahi Yuvin. Hangyul mengernyit heran, karena suhu badan sahabatnya ini terasa normal.

"Gak panas, tuh?"

Yuvin mengubah posisinya, melihat Hangyul dengan datar. "Siapa yang bilang sakit badan," Ujarnya dengan suara serak nan pelan. Tangan Yuvin bergerak menyentuh dadanya. "Orang hati gue yang sakit"

"Anjir!" Hangyul mendesah kesal. Sementara Yuvin terkekeh pelan. "Bener-bener minta gue tendang ya lo."

"Tendang aja, paling-paling gue pingsan."

"Udah gila. Sempet-sempetnya lo bercanda." Hangyul memutar matanya kesal. "Bangun. Mak gue udah nyiapin sarapan. Pamit lo sama dia, keburu pergi." Katanya sambil melirik jam tangannya.

Yuvin mengangguk. Ia perlahan bangkit dari kasur Hangyul, duduk sebentar lalu berdiri. Kepalanya mendadak pusing, ia jadi terdiam sebentar setelah menahan kepusingannya.

Hampir saja ia terhuyung jatuh. Untung ada Hangyul yang bisa ia jadikan tumpuan.

"Lo gapapa? Bisa jalan sendiri gak?"

"Bisa." Jawab Yuvin pelan. Tangannya bergerak mengusap jejak-jejak air matanya, lalu mencoba berdiri sendiri, tanpa pegangan ke Hangyul.

Nyatanya, Yuvin masih terhuyung dan hampir saja terjatuh lagi. Dan lagi, untung ada Hangyul yang sigap merangkul tangannya.

Hangyul mendecak. "Gak usah sok kuat lo bambang."

"Hehehe maap."

Hangyul membopoh Yuvin yang beneran terasa lemas ke ruang makan. Untung saja rumah Hangyul gak tingkat. Bayangin, ngebopoh badan segede Yuvin yang menumpu seluruh berat badannya ke Hangyul turun tangga.

Gempor yang ada.

Hangyul memang bongsor juga sih, berotot. Tapi masih bongsoran Yuvin. Berat woy.

"Yuvin udah mendingan?" Tanya Ibu Hangyul pada Yuvin.

Yuvin mengangguk kecil, menerima susu hangat dari ibu Hangyul. "Udah tante. Makasih banyak.. maaf merepotkan."

"Engga sama sekali kok." Ibu Hangyul tersenyum manis. Tangannya terulur untuk mengusak rambut teman anaknya itu. "Cepet sembuh ya."

"Iya, tante.."

Hati Yuvin menghangat, seiring perutnya yang juga menghangat karena minum susu buatan ibu Hangyul.

paper incident  ☆  yuyo ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang