paper incident - 29

2.8K 674 437
                                    

Jantung Yuvin berdegup kencang sekarang. Badannya tidak berhenti mondar mandir gelisah didepan TV kediaman Hangyul sekarang. Padahal dia masih lemes banget, asli. Tapi ia tidak bisa cuma diam.

Masalahnya, he feels anxious a lot.

Karena terlampau bosan, Yuvin tanpa sadar membuka kunci layar ponselnya dan dengan reflek menyalakan data internet. Ia baru sadar kalau ia memegang ponselnya saat notifikasi whatsapp dan line datang bermunculan secara bertubi-tubi tanpa henti.

Memang dasar anak milenial, gak bisa hidup tanpa hp.

Yuvin menggigit jarinya. Perutnya bergejolak tidak enak karena gelisah. Apalagi melihat 94 pesan tak terbaca dari bundanya. Ia merasa bersalah, karena membuat sang bunda khawatir dengan kabur dari rumah.

Apalagi, pesan terakhir bundanya (yang Yuvin baca dari notification bar) adalah seperti ini.

Bunda (94 unread messages): Vin, jam pulang sekolah bunda kerumah hangyul ya jemput kamu

Asli. Yuvin mau nangis. Ketakutan. Gelisah.

Ia tidak heran sih, kenapa bundanya tahu kalau dia kabur kerumah Hangyul. Ya habis kemana lagi? Kalau gak ke Hangyul pun, Yuvin bakal kabur ke rumah JinDamChan. Paling-paling kalau nekat pengen lebih jauh, ya ke apart bang Mingyu.

Mata Yuvin tak henti-hentinya menatap jam dinding yang terpasang di ruang tengah rumah Hangyul. Sudah jam setengah tiga, yang mana bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak lima belas menit lalu.

Hangyul kemana sih? Lama banget gak nyampe-nyampe rumah. Yuvin butuh Hangyul, atau seseorang yang lain untuk bisa menenangkannya.

Tangan Yuvin keringat dingin saking takutnya. Sial. Yuvin kalah dengan traumanya. Jelas sekali tangan keringat dingin dan badan yang gemetar dan lemas begini adalah tanda-tanda traumanya terpanggil, kan?

Yuvin terduduk di sofa kembali, dan menggigit jarinya sendiri. Berusaha menangkan diri sendiri. Berusaha mengosongkan pikiran, agar seluruh hasil berfikir dan meditasinya sejak pagi tadi tidak melebur dan tidak goyah.

Ia sudah memantapkan hati. Demi bunda. Demi bunda. Ujarnya dalam hati, sambil memejamkan mata dan mengatur nafasnya.

Suara motor yang terdengar dari luar pagar rumah Hangyul sontak membuat Yuvin membuka matanya. Ia sudah tidak gemetaran lagi, meskipun masih merasa lemas dan keringat dingin. Ia berdiri dan segera membuka kunci pintu rumah Hangyul kemudian berjalan ke pagar Hangyul tanpa ragu ataupun curiga.

Karena sudah pasti Hangyul pulang, kan?

Alangkah terkejutnya Yuvin saat melihat bukan Hangyul-lah yang berada di depan pagar hitam rumah minimalis itu.

Melainkan Junho dan Wooseok.

"Vin!"

Wooseok langsung turun dari motor Junho dan menahan tubuh Yuvin yang barusan terhuyung dan menumpukan badannya ke pagar rumah Hangyul. Asli, dramatis abis.

Tapi sumpah, Yuvin merasa seluruh kegelisahan dan ketakutannya berada di level tertinggi dan masih terus meningkat lagi seiring dengan hal-hal yang menyerangnya kewarasan mentalnya dalam waktu singkat, yang sungguhan membuatnya kacau dan tidak dapat mengendalikan tubuh bongsornya sendiri.

Wooseok bahkan belum membuka helmnya dan langsung membopoh Yuvin untuk duduk di pelataran rumah Hangyul.

Setelah berhasil mendudukan Yuvin, Wooseok membuka helmnya dan meletakkannya asal, kemudian tangannya terulur untuk mengecek suhu badan Yuvin yang sungguh dingin.

"Vin? Jawab gue."

"Apa." Lirih Yuvin, nyaris tak terdengar.

Wooseok meringis. Sebagai orang yang awalnya hanya sekadar mengetahui nama saja, Wooseok sungguh clueless dengan reaksi tubuh Yuvin yang berlebihan. Ia ingin sekali berceloteh galak, tapi tak tega karena melihat wajah Yuvin yang pucat pasi, mata yang sembab, dan badan yang dingin.

paper incident  ☆  yuyo ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang