Chapter 6

34 6 0
                                    

Ray sedang duduk depan kelas menikmati WiFi yang disediakan pihak sekolah sekalian menunggu Abangnya yang sedang mengadakan kumpulan dengan anggota osis.

Ia harusnya menunggu didalam mobil tapi ia merasa bosan dan memilih duduk disini memanfaatkan kuota gratis dan mendownload film kesukaannya. Sesekali mengedarkan pandangannya siapa tau Abangnya sudah selesai.

Tiba-tiba ia melihat seseorang yang ia kenal melewatinya begitu saja tanpa menyapa. 'apa dia marah karna kata-kata gue tadi yah' pikir Ray daripada ia memilih untuk menyapanya duluan karna rasa penasarannya.

Setelah berhasil mensejajarkan langkahnya Ray menepuk bahu orang itu. "Keenan lo marah?". Ray terkesiap entah kenapa Ray merasa tatapan itu berbeda dengan Keenan.

Seketika atmosfer kecanggungan menyelimuti mereka. Entah? Ray merasa Keenan berbeda , Ray merasa tak mengenali temannya ini. Sampai ada yang memecahkan keheningan "ekh.. maaf sepertinya lo salah orang" ungkap orang yang didepan Ray.

Orang itu tersenyum mengulurkan tangannya " Kenalin Alvian Putra Reyhan, saudara kembarnya Keenan" Ray terdiam diam masih tak percaya kalo yang didepannya ini kembaran teman sekelasnya.

Karena tak kunjung mendapat sambutan Alvian menurunkan tangannya dan terkekeh melihat keterkejutan perempuan di hadapannya ini.

"Ray kenapa masih disini, ayo pulang" Ray terkesiap saat akan ada yang menarik pergi dirinya. "Loh, Kee bukannya tadi masih di ruang Osis kenapa udah disini aja? Gue duluan" sedikit dengan gerakan gusar Rivaldi menarik Ray pergi.

Rivaldi harus bersiap jika besok ia akan di serbu banyak pertanyaan dari Keenan tentang alasannya mengajak Ray pulang bersama.

Perjalan di liputi keheningan. Ray yang merasa ada yang aneh, ntahlah bahkan saat bersama Keenan ia tak pernah merasakan ini. Mungkin karna dirinya yang masih tak percaya Keenan punya kembaran. Sedangkan Rivaldi sesang memikirkan jawaban yang mungkin akan diajukan Keenan padanya besok.

Setelah memasuki rumah sesaat sebelum menaiki tangga Ray bergumam "Dia bukan Keenan" melihat abangnya yang mengerenyit heran Ray kembali bersuara lebih kuat " Dia bukan Keenan bang itu kembarannya".

Rivaldi semakin mengerenyit seakaan berfikir lebih keras lagi . "Oh.. jadi yang di bilang Keenan saudaranya mau ada yang pindah itu kembarannya." Kini giliran Ray yang mengerenyit tak paham.

"Keenan bilang sama abang kalo saudaranya baru pindah dan akan sekolah disini, abang fikir sepupunya ternyata kembarannya. Tapi ada bagusnya juga jadi dia gak akan tanya-tanya soal kita" Ray mengangguk mendengar penjelasan sang abang.

Rivaldi mengusap kepala Ray "Yaudah Ray sekarang bersih-bersih, istirahat tadikan nunggu abang lumayan lama terus nanti turun kita makan malam yah" Ray tersenyum dan mengangguk patuh, berbelok menuju ke kamarnya.

"Ray minggu ini jadwal Ray untuk check up nggak lupa kan?" Tanya Rivaldi di sela-sela menyantap makan malamnya.

Ray mengangguk "Iya bang Ray gak lupa kok, sabtu aja ya kita ketemu doker Haris nya."

Rivaldi mengusap kepala Ray "Iya nanti hari sabtu kita kesana". Memasukan suapan terakhirnya Rivaldi kembali bersuara "Setelah makan minum obatnya dan jangan tidur terlalu larut yah".

Ray menghela nafas saat ini ia sedang berada di kamarnya, memegang obat-obatan di tangan. Kalo bukan karna Rivaldi dan mendiang sahabatnya -Adnan- ia tak meminumnya lagi, ia sudah muak.

°°°

Ray memasuki kelasnya yang terlihat masih lenggang hanya beberapa orang saja yang sudah datang. Ia berangkat terlalu pagi hari ini dikarenakan Rivaldi ada urusan Osis.

Sambil menunggu bel masuk berbunyi Ray memakai earphone dan membuka novelnya. Dania datang bersama Fania, fyi rumah mereka satu arah. Ray yang merasakan ada pergerakan di sebelahnya pun melpaskan sebelah earphonenya.

"Pagi Ray." Sapa Dania kelewat bahagia.

Ray menatapnya heran, menoel Fania yang berada didepannya "Fan , lo gak salah ngasih makan sama nih orangkan" tunjuk Ray pada Dania.

Fania seolah berfikir "hmmm.. seperti biasa gua cuma ngasih wishkas aja".

Dania melotot "Heh! Dikira kucing apa, temen lagi seneng bukannya ikut seneng malah dibully". Ray dan Fania pun tertawa.

"Bahagia kenapa? Dapet lotre? Oh gue tau mau di ajak jalan sama Diva kan ?" Tebak Ray

Dania menatap horor Ray "Ray sumpah gue jadi takut deket-deket sama lo. Lo bisa baca pikiran apa gimna si?".

Ray tertawa "Ini namanya bukan gue yang hebat tapi lo , ekspresi lo mudah ditebak. Lagian juga kalian kan baru pacaran kalo tai ayam mah lagi anget-angetnya" Fania pun terbahak mendengar penuturan Ray.

Dania mencebikan bibirnya "Yakali kita disamain sama eek ayam si.." obrolan mereka terhenti dikarenakan ada guru yang masuk, bahkan mereka tak menyadari sejak kapan bel masuk berbunyi.










Tbc

Seperti biasa beritahu aku kalo ada kesalahan...

Terimakasih sudah mau meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini...

RaySita / (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang