Chapter 11

33 7 5
                                    

Waktu sudah menunjukan pukul 10.15, Ray sedari tadi menunggu Dania yang tak kunjung sampai. Bahkan tadi ia sempat pergi ke minimarket terdekat untuk membeli beberapa makanan.

"Ray ,, ada tamu diluar" Bi Asih berdiri di depan kamarnya

"Suruh dia naik aja bi"

"Ray maaf gue telat, hehehe" ucap Dania salah tingkah.

"Gak papa yang penting sekarang udah sampe. Ngobrolnya lesehan aja di bawah ya" ucap Ray yang dibalas anggukan Dania.

"Jadi mau ngomongin apa? Lo kan gak biasanya curhat-curhatan gini" heran Dania sebetulnya ia agak khawatir apakah akan ada berita tak mengenakan.

"Hal biasa aja si,, gue tau selama ini lo selalu memendam beberapa pertanyaan tentang gue. Jadi sekarang gue memutuskan untuk menjawab semua pertanyaan yang ada dipikiran lo apapun itu" jelas Ray.

Dania terdiam ia berpikir jadi selama ini Ray tau kalo dia penasaran pasti hal itu membuat Ray gak nyaman. "Jadi lo tau? Maaf kalo buat lo gak nyaman"

"It's ok. Gue percaya sama lo . Jadi langsung gak basi-basi apa yang ingin lo tau, kita sahabat kan? Selama ini hanya lo yang selalu terbuka."

"Hmm.. lo ada hubungan apa sama Ketos kita?" Tanya Dania ragu.

Ray tersenyum "Dia abang gue. Abang kandung"

Dania terkejut " yang bener lo? Wah gila gue kira kalian pacaran. Tapi kenapa disekolah kalian jarang berinteraksi layaknya abang dan adik?"

"Sengaja abang dan gue gak mau kerepotan karna banyak fans bang Riv yang agresif. Selalu sok baik, nitip ini nitip itu, interogasi sampai ngintilin gue berpura-pura jadi teman yang baik. Muak gue" Dania manggut-manggut.

"Ray apa lo baik-baik aja?" Ray mengerenyitkan dahi tanda tak mengerti "hmm.. i mean.. lo selalu menjaga ketat makanan dan beberapa kali gue liat lo minum obat yang gue pikir itu vitamin?" Dania pun bingung menjelaskannya

Ray menghembuskan nafasnya "Itu obat anti penolakan dan gue harus konsumsi itu seumur hidup gue"

Dania tentu saja terkejut "Anti penolakan? Lu pernah ngelakuin transplantasi ?" Ia pernah membaca artikel tentang hal ini.

Ray mengangguk "tapi gue udah gak papa. I'm Fine" Ray tersenyum

Dania tau Ray berbohong mana mungkin ia sudah sehat tapi masih tergantung obat dan hidup dalam kungkungan peraturan medis. "Lo harus semangat, gue yakin lu pasti sembuh total."

Ray mengagguk "semoga" lirihnya. "Oh iya lo jangan bilang tentang ini sama siapapun yah. Gue percaya sama lo"

"Pasti lo tenang aja. Gue gak ada bilang bahkan sama Fania atau Diva sekalipun" ucap Dania yakin.

"Untuk Diva dia tau hubungan gue yang sebenarnya sama bang Riv. Dulu kita satu SMP dan sempat duduk di kelas yang sama selama 1 tahun" jelas Ray

Dania terkejut, pantas waktu di Cafe kemarin Diva dengan seenaknya mengambil makanan Ray dan bertingkah so akrab.

"Tapi lo tenang aja kita cuma temen, dulu sempat jadi partner kelompok makannya kita kenal. Gue gak ada apa-apa sama dia"

Dania yang awalnya terkejut kini tertawa, tentu saja ia tak berpikiran sampai sana ia hanya terkejut ternyata selama ini Diva tahu tentang sahabatnya. "Ya ampun... Lo kok ngelawak si mana mungkin gue curiga apalagi nuduh yang nggak-nggak. Gue tau lo orangnya kayak gimana kok. Lagian gue percaya sama Diva dan tentu saja sama Lo juga"

°°°

Alvian kini tengah duduk menikmati angin yang berhembus di halaman belakang rumahnya. Ditemani Keenan yang saat ini tengah asik bermain game online di handphone nya.

"Kee?" Panggil Alvian

"Hmmm.."

"Kenapa lo harus bohong?"

"Bohong apa?" Jawab Keenan yang masih fokus dengan gamenya.

"Gue serius. Kenapa lo bohong soal hubungan lo sama Fania di depan Ray? Lo ada maksud apa sama dia?" Nada Alvian berubah menjadi berat.

Keenan melirik Alvian sebentar ia menetralkan raut wajahnya. "Apasih maksud lo gak ngerti gue. Hubungan apaan coba. Lu tau kan kita emang dekat"

"Ck,, iya kalian emang deket dari dulu kan. Bagi gue itu wajar tapi Ray dan yang lain berpikir kalo kalian itu..." Belum selesai Alvian berbicara Keenan sudah menyela.

"Udahlah gue gak urus apa yang orang lain pikirin. Merekanya aja yang gak punya kerjaan sampe urusin kehidupan orang lain." Keenan berdiri hendak pergi .

"Tapi lo gak perlu membual dengan alasan ingin mendekati Fania yang jelas-jelas kalian sudah dekat sedari kecil. Sebenarnya apa alasan lo lakuin ini semua hah!" teriak Alvian yang geram dengan kelakuan saudara kembarnya.

Keenan sempat berhenti berjalan saat mendengarkan teriakan Alvian. ' apakah Alvian suka sama Ray? Ah..! Lucu sekali'  dengan senyum smirknya ia melanjutkan langkahnya.

°°°

Alvian kina tengah memandang dua orang yang sedang berjalan memasuki cafe. Mereka Fania dan Keenan.

Setelah adegan Alvian yang berteriak pada Keenan. Ia melihat saudara kembarnya pergi meninggalkan rumah. Karna kecurigaan yang semakin mendalam ia memutuskan untuk mengikuti kembarannya itu. Mereka berdua menuju cafe yang berada di dekat pinggiran kota.

Alvian berpikir untuk apa mereka pergi sejauh ini jika tujuannya hanya untuk ke cafe. Ia semakin yakin bahwa ada yang mereka berdua sembunyikan.

Niat untuk turun dari mobil Alvian urungkan saat melihat keenan memilih tempat duduk di dekat jendela sebelah pintu masuk cafe. Ia memilih pergi meninggalkan mereka dan akan mencari tau apa yang mereka sembunyikan dengan caranya.

°°°

Pukul 16.30, Dania sudah sudah meninggal kediaman Ray 1 jam yang lalu. Dan sekarang ia tengah duduk di balkon sambil memegang gitarnya, ralat tepatnya gitar milik Irash mendiang sahabatnya.

Hingga tiba-tiba ada yang memeluknya dari samping.

"Segitu kangennya sama Irash, abang panggil-panggil aja sampe gak denger"  Rivaldi mengeratkan pelukannya ia tau saat ini Ray sedang sedih.

"Dulu kalo Irash jail, teriak teriak , gak bisa diem kaya orang cacingan pasti Ray marah-marah. Sekarang giliran dia gak berisik lagi Ray malah kangen. Aneh kan bang? Bahkan sekarang kalo boleh Irash mau jailin Ray atau ngacak-ngacak koleksi novel Ray. Ray akan biarin dia bang, Ray gak akan larang-larang dia lagi" ungkapnya dengan suara yang semakin parau.

"Sttt... Harusnya Ray bersyukur sekarang Irash sudah tenang dia gak akan kesakitan lagi dan memakai banyak alat medis. Ray jangan sedih, Irash kan paling gak suka liat Ray sedih. Dulu aja abang sampe di samperin karena abang gak ngasih Ray peremen dan Ray ngadu sama Irash sambil pura-pura nangis gitu. Udah kaya algojo aja"

Ray terkekeh mendengar cerita abangnya. Memang benar Irash yang notabenenya anak pecicilan di depan Ray akan berubah galak jika ada yang menggangunya. Sampai ia berani menghajar temen sekelasnya karna tak sengaja menumpahkan sup panas ke baju seragam Ray.

Tapi sejenak ia berpikir. Ia kembali mengingat kata-kata Dania. Setelah perbincangan panjang mereka.

Flashback

"Dan, waktunya makan siang. Turun yuk pasti Bi Asih udah siapin makanan" ajak Ray, entah ia merasa sangat lapar, apa mungkin karna ia terlalu banyak bicara beberapa jam yang lalu?

Setelah makan selesai Dania teringat sesuatu. "Ray.." panggilnya yang hanya di balas tatapan oleh Ray.

"Tadi lo bilang lo satu sekolah sama Diva kan?" Ray mengangguk sambil minum. "Berarti lo satu sekolah sama Fania dan Keenan dong" seketika Ray mengeluarkan ralat menyemburkan kembali air minumnya.














Tbc

Terimakasih sudah membaca tulisan ini... :)

Selamat Malam Jum'at👻👻👻

RaySita / (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang