Haii semuanya...
Chapter ini masih Flashback, nerusin yang kemarin. So... Langsung aja..
Happy reading.
Keesokan harinya Ray sadar, Rivaldi yang melihat Ray membuka matanya langsung menekan tombol untuk memanggil dokter.
"Gimana dok?" Tanya Rivaldi.
"Untuk luka akibat kecelakaan kemarin tidak ada yang serius. Hanya saja mungkin pasien akan mengalami mual, dan muntah itu efek dari gagal hati yang dideritanya. Tapi jika sudah berlebihan cepat panggil saya. Dan biarkan pasien untuk beristirahat. Saya permisi" ucap dokter meninggalkan ruangan.
Rivaldi menatap Ray yang sedari memperhatikannya. Rivaldi menghampiri dan duduk disebelah ranjang Ray. Mengelus pelan pucuk kepala Ray. "Ray mau minum?" Tawar Rivaldi yang hanya di balas anggukan Ray.
"Bang? Tangan Ray kenapa?" Tanya Ray, ia tak bisa menggerakkan tangannya yang terbalut kain rasanya berat dan sedikit aneh.
"Tangan Ray gak papa, cuma geser sedikit nanti juga sembuh lagi. Jangan banyak digerakkan nanti sakit" jawab Rivaldi menenangkan.
"Dimana Irash? Kok gak satu ruangan sama Ray? Ray mau ketemu Irash"
"Kondisi Irash sedikit berbeda, dia ada di ruangan sebelah. Nanti kalo Ray udah baikan kita jenguk yah"
"Berbeda gimana? Irash dimana bang? Ray mau ketemu! Irash baik-baik aja kan bang?" Ray menangis dan mencoba untuk bangkit dari tidurnya.
Rivaldi mencoba menahan Ray "tenang Ray, Irash gak papa. Nanti kita pasti jenguk Irash, sekarang Irash lagi istirahat gak bisa diganggu." Rivaldi meruntuki dirinya dan menggumamkan maaf dalam hatinya karna telah berbohong.
Ray tau abangnya berbohong. Ia sudah bertekad untuk menemui Irash saat kaki akan menapaki lantai tiba-tiba ada yang membuka pintu.
"Mama?" Panggil Ray.
Saat setelah Rivaldi dipanggil dokter, ia langsung menghubungi orang tua Irash yang tengah melaksanakan perjalanan bisnis di Yogyakarta. Ia juga mengatakan kondisi keduanya. Mama Irash pun menghampiri Ray dan menangis di pelukan Ray.
"Mama, Irash?"
"Irash gak papa sayang. Dia lagi istirahat. Kamu juga istirahat, kalo Irash tau kamu bandel gini pasti marah. Istirahat yah, nanti kalo udah baikan kita ketemu Irash" ucap mama Irash sambil menangkup wajah Ray.
Ray mengangguk patuh dan menghapus air mata di pipi wanita yang ia sudah anggap seperti ibunya itu. "Mama kenapa nangis? Maafin Ray mah, semua ini karena Ray. Kalo aja Ray gak maksa Irash untuk kelu..."
"Mama gak papa, cuma khawatir aja. Jangan di pikirkan. Semua sudah takdir sayang. Gak ada yang bersalah disini. Semua sudah ada yang mengaturnya."
"Udah dong. Papa juga mau lihat putri cantik papa" ucap papa Irash mencairkan suasana.
Ray tersenyum, sungguh sifat papanya ini mirip sekali seperti Irash. " Sini Pa, Ray kangen sama papa" papa Irash terseyum menghampiri Ray.
Rivaldi bahagia melihatnya, walau Ray bukan anak kandung mereka tapi mereka menyayangi Ray. Bahkan Rivaldi sudah menceritakan semuanya dan berkata bahwa Ray yang mengajak Irash pergi hingga kejadian ini terjadi. Rivaldi sudah meminta maaf dan sudah siap jika ia akan dicaci bahkan di pukuli. Tapi nihil mereka tak marah hanya berucap bahwa ini takdir. Rivaldi sangat bersyukur bisa bertemu mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
RaySita / (Hiatus)
Novela JuvenilSekedar cerita tentang perasaan, persahabatan dan pengorbanan.