Hari sabtu, Ray sudah bersiap- siap untuk pergi bersama Rivaldi menuju rumah sakit. Sebetul Ray malas harus berurusan dengan rumah sakit selama sisa hidupnya. Memikirkan itu membuat Ray muak sendiri. Dia hanya bisa berharap suatu saat dia bisa terlepas dari jerat diagnosis para dokter mengenai perkembangan kesehatan dan memprediksi sisa kehidupannya.
Setelah menempuh perjalan selama 30 menit mereka sampai di tempat bertuliskan Rumah Sakit Citra Medica. Memasuki sebuah ruangan yang biasa mereka kunjungi dan seperti biasa seseorang pria berbalutkan jas putih menyambut mereka dengan senyuman hangat.
Dokter Haris pria tinggi putih ini sudah menyandang gelar dokter bedah termuda setelah menyelesaikan kuliah S2 kedokterannya di Oxford University selama 2 tahun. Terbilang cukup muda memang ia bisa menyelesaikan kuliahnya saat umur 22 tahun dan kembali ke Indonesia untuk mengabdi bekerja di salah satu rumah sakit dikawasan ibukota yang sudah 3 tahun lamanya .
Dokter Haris tersenyum melihat kehadiran kakak beradik ini. Sejak awal dia bekerja disini Ray lah pasien pertama dimana dia mengharuskan melakakuan operasi pencangkokan. Bahkan Dokter Haris sudah menganggap mereka sebagai adiknya.
"Selamat siang, bagaimana kabar kalian?" Sapanya hangat.
"Baik bang, abang sendiri gimana?" Tanya balik Rivaldi sambil mendudukan diri di kursi.
"Abang juga baik. Ray langsung saja yah kamu ke bangkar" Dokter Haris memeriksa kondisi Ray dengan telaten.
°°°
Setelah melakukan pemeriksaan mereka bertiga memutuskan untuk makan siang bersama. Saat ini mereka berada di Rumah Makan dekat Rumah Sakit.
"Ray disekolah udah gak ikut banyak eskul kan?" Tanya Dokter Haris disela makannya.
Ray menggeleng "Ada macan ngamuk nanti kalo Ray ikut banyak kegiatan lagi. Paling ikut bela diri itung-itung olahraga. Itupun gak boleh ikut pertandingan." Jawabnya sebal. Haris tertawa mendengar jawaban Ray.
"Nanti ikut pertandingan bonyok lagi. Abang gak mau ya liat kamu kaya dulu sampe patah tulang gitu, juara si juara tapi kalo buat sakit mending gak usah" Rivaldi menyahut dengan nada tak suka.
"Kan bang, baru ngomong aja macannya udah nongol aja" Rivaldi memutarkan matanya mendengar perkataan Ray.
"Sudah-sudah, itu demi kebaikan kamu Ray. Kamu harus pinter-pinter jaga kesehatan, jaga pola makan dan lainnya kami percaya sama kamu." Haris berusaha menengahi keadaan.
"Ray jaga juga ujung-ujungnya Ray pergi juga bang" jawab Ray sendu, Rivaldi yang merasa tak suka dengan perkataan Ray pun pergi berlalu meninggalkan tempat.
Ray menatap sendu kepergian Abangnya. Ia tau Rivaldi tak pernah suka jika ia sudah membahas hal ini. Tapi ia juga tak mau menutup mata bahwa cepat atau lambat ia akan pergi meninggalkan abangnya itu.
"Bang Haris janji ya sama Ray. Kalo suatu saat nanti Ray pergi tolong jangan tinggalin bang Riv, jaga dia saat ini cuma kalian berdua yang Ray percaya" mohon Ray pada Haris.
Haris menatap sendu Ray sebetulnya ia pun takut Ray pergi ia sudah menganggap mereka berdua sebagai adiknya sendiri. "Ray kalian itu sudah abang anggap sebagai keluarga. Dan jangan sesekali kamu membahas soal ini kamu bahkan dokter sekalipun gak ada yang tau. Kita bukan Tuhan Ray, tapi abang mohon berjuanglah sampai akhir"
Ray mengangguk "Sekarang abang kejar bang Riv yah, beri dia pengertian dan sampaikan maaf Ray"
Haris menyudahi makannya dan mengeluarkan kunci mobil dari sakunya. "Ini Ray bawa kunci mobil abang untuk pulang. Rivaldi pasti bawa mobilnya. Pulangnya hati-hati nanti kita ketemu lagi di rumah yah" ucapnya dan langsung pergi.
Ray terdiam memikirkan segala hal yang terjadi di hidupnya. Ia tak sampai kapan ia akan bertahan. Ia lelah tapi ia juga enggan meninggalkan Abangnya. Ia juga sudah terlanjur berjanji pada pemilik hati untuk terus berjuang.
"Irash gue kangen sama lo" ucapnya tanpa sadar ada seseorang yang saat ini sudah duduk tepat di depannya.
"Belum bisa move on ya lo? Sebut nama cowok pake nangis-nangis segala."
Ray terkejut sejak kapan dia duduk didepannya. Menangis? Ray menyentuh pipinya 'aishhh kenapa harus nangis didepan orang ini si' runtuknya.
"Udah cowok mah banyak gak usah nangisin sampe segitunya"
Ray geram sekaligus malu karena ketahuan nangis "Apasi lo,, sok tau banget! Berisik tau gak!!?"
"Lo sama kembaran lo sama aja, sama-sama narsis dan gak jelas" Ray pergi meninggalkan restoran dengan tergesa, lebih tepatnya menghindari Alvian ya cowok itu Alvian.
Alvian tersenyum melihat tingkah Ray. Di awal pertemuannya ia melihat Ray adalah sosok yang unik. Sebetulnya dia datang kesini untuk nongkrong bersama teman-teman , tapi saat melihat Ray yang sedang duduk melamun ia penasaran dan berakhir dengan melihatnya menangis.
Saat akan beranjak ia melihat sebuah dompet berwarna ungu. Sepertinya Ray tak sengaja meninggalkannya. Alvian pun membukanya tenang ia hanya ingin melihat alamat rumah dan pergi mengembalikannya.
Tanpa sengaja ia melihat foto Ray dan dua orang laki . "Hmmm.. gue kaya pernah lihat mereka tapi dimana yah?. Tau ah mungkin perasaan gue aja. Gue balikin di sekolah aja kali yah" Alvian pun pergi untuk menemui teman-temannya yang sudah menunggu di lantai atas Rumah Makan ini.
°°°
Ray menghela nafas abangnya sudah di rumah dengan dokter Haris juga tentunya. Ia berdo'a semoga Rivaldi sudah tak marah lagi dengannya. Harap-harap cemas ia membuka pintu.
Ia tersenyum, Rivaldi sedang bermain PS bersama dokter Haris. Ia berharap senyum sang abang takkan pernah pudar apapun yang akan terjadi kedepannya.
Ray duduk disamping Rivaldi. Merasa ada seseorang Rivaldi pun menoleh.
"Ray, maafin abang yah. Acara makan kita jadi rusak" saut Rivaldi sambil mengelus kepala Ray.Ray memeluk Rivaldi "Bukan salah abang kok. Salah kita."
"Aduhhh.. kok tiba-tiba ada kacang yah.." sela Haris yang merasa tak dianggap.
"Hahaha,, udah ah. Ray ke kamar yah mau istirahat" Ray langsung beranjak tanpa menunggu jawaban dari yang lain.
°°°
"Abang gimana ini.." Ray frustasi. Saat ini ia sedang mengobrak-abrik kamarnya untuk mencari dompetnya dibantu sang abang.
"Inget-inget lagi Ray, kemarin pas keluar di bawa enggak?" Tanya Rivaldi sambil mencari di bawah tempat tidur.
Ray mulai berfikir "Ray rasa Ray bawa. Kita ke RS terus ke Rumah.. ah iya bang Ray rasa ketinggalan di Rumah makan kemarin deh. Terus gimana dong bang.." Ray panik ia takut ada orang yang menemukan terus di buang, disana ada foto dan data-data pribadi yang penting.
Rivaldi menghentikan aktivitasnya "yaudah sekarang kita kesana tanya sama pegawainya"
"Maaf kak kami tidak melihatnya, tidak ada barang berharga apapun yang tertinggal kemarin." Jawab salah satu pegawai di Rumah Makan yamg kemarin Ray singgahi.
"Yasudah terimakasih ya mba, kita permisi" pamit Ray kemudian.
Ray menghela nafasnya "semoga ada orang baik yang ngembaliin ya bang" harapnya.
Rivaldi merangkul Ray "iya Ray kita berdo'a aja yah. " Rivaldi tau Ray pasti sedih disana bukannya hanya ada uang, uang mungkin masih bisa dicari tapi kenangan juga tersimpan di dompet itu.
Tbc
Seperti biasa beritahu aku kalo ada kesalahan...
Terimakasih sudah mau meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini...
KAMU SEDANG MEMBACA
RaySita / (Hiatus)
Подростковая литератураSekedar cerita tentang perasaan, persahabatan dan pengorbanan.